BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perawatan
ortodonti merupakan salah satu bidang kedokteran gigi yang berperan penting
dalam memperbaiki estetik wajah, fungsi serta stabilitas hasil perawatan yang
baik. Untuk mendapatkan hasil perawatan ortodonti yang memuaskan, diperlukan oral
hygiene yang baik. Pemeliharaan oral hygiene bertujuan untuk
menyingkirkan dan mencegah timbulnya plak serta sisa-sisa makanan yang melekat
pada gigi. Dokter gigi dan pasien
memiliki peranan dalam pemeliharaan oral hygiene selama perawatan
ortodonti dilakukan. Dokter gigi memberitahukan bagaimana cara penyikatan gigi,
dental floss, penggunaan pasta gigi yang mengandung fluoride, dan
penggunaan obat kumur yang dipakai untuk memelihara oral hygiene.
Untuk
ilmu ortodontik secara garis besar data ataupu informasi bisa didapatkan secara
langsung dari : (1) melakukan Tanya jawab dengan pasien atau orang tua pasien,
data yang diperoleh dengan cara ini disebut anamnesis, (2) pemeriksaan klinis
pada pasien dan secara tidak langsung dari evaluasi rekam diagnostic misaln
model study dan foto rontgen (pambudi, 2013)
Menurut
Houston dkk. (1992) tujuan pemeriksaan pasien adalah untuk merekam informasi
yang berkaitan dengan keadaan maloklusi sebagai dasar untuk menentukan penyebabnya. Berdasarkan
data seorang dokter gigi umum dapat menentukan apakah pasien tersebut
memerlukan perawatan ortodontik, apakah dirawat sendiri atau perlu di rujuk
pada seorang spesialis ortodontik.
Moyers
(1988) menyatakan bahwa diagnosis
ortodontik adalah perkiraan yang sistemik, bersifat sementara, akurat dan
ditunjukkan pada 2 hal: klasifikasi (penentuan problema klinis) dan perancanaan
tindakan berikutnya (perawatan). Diagnosis didahului oleh pemeriksaan awal (
pada saat pasien datang untuk pertama kali ) pemeriksaan awal ini perlu untuk
menentukan diagnosis sementara yaitu ada
tidaknya maloklusi. Bila pasien mempunyai maloklusi maka perlu dilakukan
pengumpulan data yang lebih banyak . data dapat berupa riwayat kesehatan pasien
, pemeriksaan langsung intraoral , model cetakan geligi atas dan bawah (model
study), foto rontgent local maupun panoramic dan sefalometri , serta foto
wajah. Pada saat ini berkembang pemikiran untuk menggunakan sesuatu yang
dihasilkan secara digital, misalnya foto sefalometrik dan panoramic digital
(Pambudi, 2013).
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana
klasifikasi maloklusi ?
2. Apa
saja dampak yang dapat terjadi akibat maloklusi ?
3. Bagaimana
perawatan yang digunakan ?
4. Prosedur
apa saja yang harus dilakukan sebelum melakukan perawatan ortodontik ?
5. Apa
saja indikasi dan kontraindikasi ?
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui apa saja klasifikasi
maloklusi dan dampak yang dapat terjadi akibat dari maloklusi dan bagaimana
prosedur pemeriksaan yang harus dilakukan pada pasien yang dipastikan terkena
maloklusi.
1.4 Manfaat
Bermanfaat untuk
mahasiswa kedokteran gigi agar lwbih memahami dampak dan bagaimana cara
pemeriksaan maloklusi yang kebanyakan terjadi di masyarakat akibat factor
factor tertentu. BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Maloklusi
Etiologi
maloklusi merupakan ilmu yang mempelajari tentang faktor-faktor penyebab
terjadinya kelainan oklusi. Pengetahuan mengenai etiologi perlu diketahui oleh
dokter gigi yang akan melakukan tindakan preventif, interseptif, dan kuratif.
Penguasaan ilmu tentang faktor etiologi maloklusi memungkinkan dokter gigi
melakukan tindakan perawatan secara tepat dan efektif (Bishara, 2001).
Pengelompokan
faktor-faktor etiologi maloklusi dimaksudkan untuk mem-permudah identifikasi
kelainan oklusi yang ada (Moyers, 1969). Graber,membagi faktor etiologi
maloklusi menjadi 2, yaitu ekstrinsik dan intrinsik. Faktor ekstrinsik meliputi
herediter, kelainan bawaan, malnutrisi, kebiasaan buruk, dan malfungsi, postur
tubuh, dan trauma, sedangkan kelainan jumlah, bentuk dan ukuran gigi, premature
loss, prolonged retention dan karies gigi desidui, termasuk faktor
intrinsik etiologi maloklusi. Lesmana (2003) menyatakan bahwa
faktor-faktor tersebut dapat menimbulkan maloklusi bahkan menyebabkan kelainan
ben- tuk wajah, jika memapar tulang-tulang wajah, gigi-geligi, sistem
neuromuskular, ataupun jaringan lunak mulut, dalam jangka waktu lama.
Keseimbangan
bentuk wajah dan perkembangan oklusi normal dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu fungsi
normal rongga mulut, postur kepala dan morfologi kraniofasial (Subtelny, 1970;
Solow, 1984; Yamaguchi, 2003). Fungsi normal mulut berperan dalam
mempertahankan postur kepala, dan berkaitan erat dengan perkembangan oklusi.
2.1.1 Klasifikiasi maloklusi
Angle membagi maloklusi itu atas 3 kelas,
yakni :
- Maloklusi kelas 1
- Maloklusi kelas 2 divisi I
- Maloklusi kelas 2 divisi II
- Maloklusi kelas 3
Gambar 2.1 : A. Maloklusi kelas I angle B. Maloklusi
kelas II angle devisi I C. Kelas II angle
devisi II D. maloklusi kelas III angle
• Maloklusi
kelas I Angle (Neutroclusion) adalah kondisi tonjol mesiobukal molar pertama permanen
rahang atas, terletak pada lekukan bukal
dari molar pertama permanen rahang bawah.
• Maloklusi
kelas II Angle (Distoclusion) adalah kondisi tonjol mesiobukal molar pertama permanen rahang
atas, yang terletak diantara tonjol mesiobukal molar pertama
permanen rahang bawah dan premolar kedua, atau tonjol distobukal molar pertama permanen rahang
atas, yang terletak pada lekukan bukal molar pertama permanen rahang
bawah.
• Divisi I :Bilateral
distal (insisiv atas prostrusi)
Divisi II :Bilateral distal (insisiv atau retrusi / steep bite)
Divisi II :Bilateral distal (insisiv atau retrusi / steep bite)
• Maloklusi
kelas III Angle (Mesioclusion) dengan tonjol mesiobukal molar pertama permanen rahang
atas, yang terletak pada tonjol distal molar pertama permanen rahang
bawah. (Cangialosi and
Riolo, 2006)
2.1.2 Dampak dari maloklusi
Maloklusi,
khususnya kelainan dentofasial, merupakan salah satu penyakit yang perlu
ditanggulangi dengan kesungguhan. Selain itu, luasnya pengaruh maloklusi
terhadap kesehatan juga akan menimbulkan gangguan terhadap keserasian dan
estetika muka. Maloklusi tidak dapat diberantas, jadi akan
senantiasa ada, karena penyebab kelainan tersebut tidak hanya karena faktor
lingkungan, tetapi juga faktor keturunan yang tidak dapat dihindari. Namun
demikian maloklusi dapat dicegah agar tidak bertambah parah. Dampak dari
maloklusi itu sendiri diantaranya adalah dari segi fungsional gigi sulit dibersihkan ketika menyikat gigi,
dari segi segi rasa sakit maloklusi yang parah dapat menimbulkan kesulitan
menggerakkan rahang (gangguan TMJ dan nyeri),
dan dari segi fonetik salah satunya
adalah distooklusi dapat mempengaruhi kejelasan pengucapan huruf p, b, m
sedangkan mesio-oklusi s, z, t dan n.
Untuk
perawatannya sendiri maloklusi dapat dilakukan perawatan secara preventif,
interseptif, dan kuratif. Untuk preventif yaitu segala tindakan menghilangkan segala pengaruh yang dapat merubah
jalannya perkembangan normal agar tidak terjadi malposisi gigi dan hubungan
rahang yang abnormal. Sedangkan untuk interseptif adalah
perawatan ortodontik pada maloklusi yang telah mulai
tampak, untuk mencegah agar maloklusi yang ada tidak berkembang menjadi parah.
Dan yang terakhir kuratif adalah untuk
mengoreksi maloklusi atau malposisi yang ada dan mengembalikan kepada posisi,
oklusi dan lengkung ideal.
2.1.3
Factor penyebab maloklusi
Menurut
Moyers yang dikutip oleh Suminy, maloklusi dapat disebabkan oleh beberapa
faktor diantaranya :
1. Faktor
keturunan, seperti sistem neuromuskuler,
tulang, gigi dan bagian lain di luar otot dan saraf.
2. Gangguan
pertumbuhan.
3. Trauma,
yaitu trauma sebelum lahir dan trauma
saat dilahirkan serta trauma setelah dilahirkan.
4. Keadaan
fisik, seperti prematur ekstraksi.
5. Kebiasaan
buruk seperti menghisap jari yang dapat menyebabkan insisivus rahang atas lebih
ke labial sedangkan insisivus rahang bawah ke lingual, menjulurkan lidah,
menggigit kuku, menghisap dan menggigit bibir.
6. Penyakit
yang terdiri dari penyakit sistemik, kelainan endokrin, penyakit lokal
(gangguan saluran pernapasan, penyakit gusi, jaringan penyangga gigi, tumor,
dan gigi berlubang).
7. Malnutrisi.
2.2 Ortodonti
Pengertian
orthodonti yang lebih luas menurut American Board of Orthodontics (ABO) adalah
cabang spesifik dalam profesi kedokteran gigi yang bertanggungjawab pada studi
dan supervisi, pertumbuhkembangan geligi dan struktur anatomi yang berkaitan,
sejak lahir sampai dewasa meliputi tindakan preventif dan korektif pada
ketidakteraturan letak gigi yang membutuhkan reposisi gigi dengan piranti
fungsional dan mekanik untuk mencapai oklusi normal dan muka yang menyenangkan
(Pambudi, 2012).
2.2.1 Tujuan Perawatan
Ortodonti
Tujuan
dari perawatan ortodonti adalah :
a.
Menjaga kesehatan gigi dan mulut
- Estetik muka dan geligi
- Fungsi kunyah dan bicara yang
baik
- Stabilitas hasil perawatan
2.2.2
Indikasi dan Kontraindikasi Ortodonti
Indikasinya
sendiri untuk perawatan ortodonti adalah
- Jika dirasakan perlu bagi
pasien untuk mendapat posisi postural adaptasi mandibula
- Ada gerak menutup translokasi
mandibula dari posisi istirahat atau dari postural adaptasi ke posisi
interkuspal
- Posisi gigi sedemikian rupa
sehingga terbentuk mekanisme refleks yang merugikan selama fungsi oklusal
dari mandibula
- Gigi-gigi menyebabkan
kerusakan jaringan lunak
- Gigi berjejal dan tidak
teratur menyebabkan faktor predisposisi dari penyakit periodontal/penyakit
gigi
- Penampilan pribadi kurang baik
akibat posisi gigi
- Posisi gigi menghalangi proses
bicara yang normal (Sridhar, 2008)
Untuk
kontraindikasi dari otodonsi adalah :
- Prognosa dari
hasil perawatan tersebut jelek sebab pasien kurang/tidak kooperatif
- Perawatan akan
mengakibatkan perubahan bentuk gigi
- Perawatan akan
mengganggu proses erupsi gigi permanen
2.3 Diagnosa Perawatan Orthodontik
A. Kriteria Diagnostik
Esensial (Essential Diagnostic Criteria)
a.
Anamnesis dan Riwayat kasus (case history)
b.
Pemeriksaan / Analisis klinis :
- Umum /
general : Jasmani, Mental
- Khusus /
lokal : Intra oral, Extra oral
c. Analisis
model studi : Pemeriksaan dan pengukuran pada model studi:
- Lebar
mesiodistal gigi-gigi
- Lebar
lengkung gigi
- Panjang /
Tinggi lengkung gigi
- Panjang
perimeter lengkung gigi
d. Analisis Fotometri (Photometric Analysis):
Pemeriksaan dan pengukuran
pada foto profil dan foto fasial pasien, meliputi :
- Tipe
profil
- Bentuk
muka
- Bentuk
kepala
e. Analisis
Foto Rontgen (Radiographic Analysis):
- Foto periapikal
- Panoramik
- Bite wing
B. Kriteria Diagnostik Tambahan (Supplement Diagnostic
Criteria)
a. Analisis Sefalometrik (Cephalometric Analysis):
- Foto
lateral (Lateral projection) untuk anlisis profil
- Foto
frontal (Antero-posierior projection) untuk anlisis fasial
- Dll
b. Analisis Elektromyografi (EMG) : Untuk mengetahaui
abnormalitas tonus dan aktivitas otot-otot muka dan mastikasi.
c. Radiografi pergelangan tangan (Hand-wrist
Radiografi): Untuk menetapkan indeks karpal yaitu untuk menentukan umur
penulangan.
d. Pemeriksaan Laboratorium: Untuk menetapkan basal
metabolic rate (BMR), Tes indokrinologi, dll.
Rontgen Gigi
a.
Intra Oral, Teknik radiografi intra oral adalah pemeriksaan
gigi dan jaringan sekitar secara radiografi
dan filmnya ditempatkan di dalam mulut pasien
- Ekstra Oral, untuk melihat area yang luas pada
rahang dan tengkorak, film yang digunakan
diletakkan di luar mulut.
Fungsi dari foto rongen adalah:
a.
Untuk
membantu, menegakkan suatu diagnose penyakit
b.
Untuk
melihat anggota bagian dalam
c.
Untuk
memperkirakan waktu erupsi gigi
d.
Digunakan
sebagai dokumentasi RM
e.
Untuk membantu
mengetahui lokasi terjadinya kerusakan jaringan.
2.4 Analisa umum
Pemeriksaan Subjektif
- Keluhan
utama pasien biasanya tentang keadaan
susunan giginya, yangdirasakan kurang baik
– dokter
gigi mendengarkan apa yang menjadi keluhan seorang pasien dan tidak mengambil
kesimpulan secara sepihak tentang apa yang menjadikeluhan seorang pasien
– Pada
tahap ini tujuan pertanyaan adalah untuk mengetahui apa yang dipentingkan
oleh pasien.
- Riwayat
kesehatan pasien dan keluarga
Maloklusi merupakan penyimpangan
dari proses pertumbuhkembangan yang normal. Meskipun demikian diperlukan
pemeriksaan medis yang teliti untuk mengetahui status kesehatan pasien secara
umum.
- Berat Badan
dan Tinggi Badan
Berat Badan dan
Tinggi Badan ini diharapakan dapat
diketahui apakah pertumbuhkembangan pasien
normal sesuai dengan umur
dan jenis kelaminnya.
Data ini diperoleh
dengan pengukuran sendiri atau memintanya kepada dokter yang merawt anak
tersebut.
- Ras
Pemeriksaan ini
dimaksudkan untuk mengetahui cirri – ciri fisik pasien karena setiap ras
mempunyai cirri – ciri fisik tertentu.
Penetapan didasarkan pada anamnesis meliputi ras ayah ibu pasien.
5. Bentuk
Skelet
a.
Seseorang yang langsing
dengan sedikit jaringan otot atau lemak digolongkan sebagai ektomorfik.
b. Pada
individu ini yang dominan adalah kulit dan saraf yang berasal dari ektoderm.
Seseorang yang berotot digolongkan sebagai mesomorfik
c. orang
yang pendek dengan otot yang kurang berkembang akan tetapi mempunyai lapisan
lemak yang disebut endomprfik.
d. Anak
dengan bentuk skelet ektomorfik mencapai kematangan lebih lambat daripada anak
dengan tipe skelet endomorfik maupun mesomorfik.
6.
Penyakit anak
-Penyakit sistemik lebih berpengaruh
pada kualitas gigi daripada kuantitas pertumbuhkembangan gigi.
-Suatu maloklusi dapat merupakan akibat
sekunder kelainan otot dan beberapa kelainan neuropati .
7.
Alergi
Dari riwayat
alergi yang didapat
juga dapat diketahui bahwa pasien
tidak memiliki riwayat
alergi yang akan mempengaruhi perwatan orthodontic yang
akan dilakukan.
– Alergi
terhdap bahan
– Peranti
ortodontik mengandung bahan-bahan yang mungkin menyebabkan alergi.
8.
Kelainan
endokrin
Kelainan
endokrin yang terjadi pralahir dapat mewujudkan pada hipoplasia gigi.
– Kelainan
endokrin pascalahir dapat menyebabkan percepatan atau hambatan pertumbuhan
muka, memengaruhi derajat pematangan tulang, penutupan sutura, resorpsi akar
gigi sulung dan erupsi gigi permanen. Membran periodontal dan gusi sangat
sensitif terhadap beberapa disfungsi endokrin dan keadaan ini dapat berakibat
langsung pada gigi.
9.
Tonsil
Tonsil yang
besar apalagi dalam keadaan bengkak dapat dapat mempengaruhi posisi lidah.
Kadang-kadang lidah terletak ke anterior sehingga mengganggu fungsi menelan.
10.
Kelaianan
saluran nafas
Seseorang yang bernafas
melalui mulut dapat berpengaruh
terhadap pertumbuhan
kraniofasial dan letak gigi. Pasien yang bernafas pada mulut akan mengalami
kesukaran pada saat dilakukan pencetakan untuk membuat model studi maupun model
kerja. Selain itu pasien yang bernafas melalui mulut akan mempunyai palatum
yang dalam, maksila yang sempit sehingga kadang-kadang didapatkan gigitan
silang posterior.
Cara pemeriksaannya berupa :
a.
Perhatikan
pasien bernafas pada saat pasien istirahat tanpa diketahui oleh pasien
b. Mintalah pasien untuk bernapas yang dalam
c.
Tempatkan kaca
mulut dibawah lubang hidung. Pada penapas mulut kaca tersebut btidak buram
karena tidak ada aliran udara dari lubang hidung.
Akibat
kebiasaan bernafas dengan mulut:
a.
Menyebabkan open bite anterior
b. Maloklusi
klas II divisi 1
c. Tidak adanya
Self cleansing terutama
pada regio anterior rahang atas
dan adanya gingivitis
terutama pada regio
anterior.
Gambaran Wajah Pada penapas Mulut
a.
Tinggi
muka anterior besar,
b. Bibir tidak kompeten
c. Protrusi atas
d. Sudut mandibula yang curam/besar
e. Gigitan silang gigi posterior
2.5 Analisis Lokal
Analisis lokal terdiri
atas analisis ekstraoral dan analisis intraoral, untuk mengetahui lebih
terperinci keadaan yang menunjang penentuan diagnosis.
A. Analisis ekstraoral
Analisis ekstraoral
meliputi bentuk kepala, simetri wajah, tipe wajah, tipe profil, bibir, fungsi
bicara, kebiasaan jelek sedangkan analisis intraoral meliputi lidah, palatum,
kebersihan mulut, karies dan gigi yang ada.
a. Bentuk kepala
Bentuk kepala perlu
dipelajari karena bentuk kepala ada hubungannya dengan bentuk muka, palatum
maupun bentuk lengkung gigi. Bentuk kepala ada 3 yaitu : dolisefalik (panjang
dan sempit), mesosefalik (bentuk rata-rata) dan brakisefalik (lebar dan
pendek). Indeks untuk kepala yang dolisefalik adalah ≤ 0,75 sedangkan yang
brakisefalik ≥ 0,80, mesosefalik merupakan tipe kepala dengan indeks sefalik
antara 0,76-0,79.
Indeks kranial
merupakan istilah untuk pengukuran indeks tengkorak kering sedangkan indeks
sefalik digunakan untuk pengukuran pada kepala manusia yang masih hidup.
b.
Simetri wajah
Wajah pasien dapat
dilihat dari depan untuk memeriksa proporsi lebar mata, hidung dan mulut, juga
untuk melihat apakah wajah simetri atau simetri dan proporsi ukuran vertikal.
Menurut Houston dkk., (1992) dengan melihat muka pasien dari depan bila terdapat
asimetri dengan mudah akan dapat dikenali adanya asimetri rahang terhadap muka
secara keseluruhan.
Pemeriksaan
wajah dari arah depan :
1) Pasien
dengan gigitan terbuka anterior disertai tinggi muka bagian bawah yang besar
kadang-kadang mempunyai muka bagian bawah yang panjang tetapi kadang-kadang
juga tidak, tergantung pada lebar wajah.
2) Perlu
juga memeriksa garis median wajah yang diproyeksikan pada model studi. Hal ini
perlu untuk menentukan pergeseran median lengkung geligi terhadap wajah.
c.
Tipe
wajah
Kompleks
muka berhubungan dengan basis kranium,
pertumbuhan
basisi kranium pada tahap awal menentukan pola dimensi, sudut dan topografi
muka. Kepala yang dolikosefalik
memebentuk muka yang sempit, panjang dan protusif yang disebut muka
sempit/leptoprosop.
d.
Tipe Profil
Pemeriksaan profil dapat membedakan
secara klinis pasien dengan keadaan yang parah dari mereka yang mempunyai muka
baik atau cukup baik. Kecembungan atau kecekungan muka menunjukkan disproporsi
rahang.
Tujuan
pemeriksaan profil, yaitu :
a. Menentukan posisi rahang dalam
jurusan sagital
b. Evaluasi bibir dan letak insisiv
c. Evaluasi proporsi wajah dalam arah
vertikal dan sudut mandibula
e.
Bibir
Bila
bibir cukup panjang untuk dapat mencapai kontak bibir atas tanpa kontraksi otot
pada saat mandibula dalam keadaan istirahat disebut bibir yang kompeten. Bila
diperlukan kontrkasi otot untuk mencapai kontak bibir atas dan bawah pada saat
mandibula dalam keadaan istirahat dinamakan bibir inkompeten.Pasien dengan bibir yang potensial
untuk dapat berkontak dengan mudah akan tetapi bibirnya membuka (tidak
berkontak) dinamakan biir yang potensial kompeten.
Gigi dapat menjadi protusif bila
terdapat dua keadaan di bawah ini
a.
Bibir yang ke anterior
b. Bibir tidak berkontak antara 3-4
mm pada saat istirahat yang biasa dinamai bibir tidak kompeten
f.
Fungsi bicara
Awalnya suara yang
dihasilkan adalah suara bilabial, misalnya p,b. Kemudian konsonan ujung lidah
seperti t,d menyusul suara sibilan (s,z) yang mengharuskan penempatan lidah
dekat tetapi tidak menyentk palatum dan yang terakhir adalah suara r yang
membutuhkan penempatan bagian posterior lidah yang tepat yang kadang-kadang
tidak tercapai pada usia 4-5 tahun.
g.
Kebiasaan buruk
Kebiasaan jelek perlu
diperiksa karena kebiasaan jelek dapat dapat menjadi penyebab suatu maloklusi.
Tidak semua kebiasaan jelek dapat menyebabkan maloklusi. Ada tiga syarat yang
harus ada pada suatu kebiasaan berlangsung, frekuensi yang cukup serta
intensitas melakukan kebiasaan tersebut.
Maloklusi yang terjadi tergantung pada
kebiasaan jelek tersebut,
a. kebiasaan
jelek menghisap ibu jari akan menghasilkan maloklusi yang berbeda dengan
kebiasaan menghisap bibir bwah. Beberapa macam kebiasaan jelek, misalnya :
menghisap jari atau ibu jari, menghisap bibir atau menggigit bibir, menggigit
kuku.
B. Pemeriksaan Intraoral
Pemeriksaan Intraoral
ini meliputi bebrapa bagian dari dalam rongga mulut yaitu adalah sebagai
berikut :
a. Lidah
Pemeriksaan lidah
meliputi ukuran, bentuk dan fungsi.
Ukuran dan bentuk diperiksa secara subjektif. Tanda klinis untuk lidah yang terlalu besar
(makroglosi) terhadap lengkung geligi adalah adanya scalloping (yang merupakan
cetakan sisi lingual gigi pada lidah) pada tepi luar lidah.
b. Palatum
Palatum
merupakan proyeksi konfigurasi fosa kranial anterior, sedangkan konfigurasi
basis apikal gigi rahang atas ditentukan oleh perimeter palatum. Bentuk palatum
ini dapat mempengaruhi retensi peranti lepasan. Pada palatum yang relatif
tinggi akan memberikan retensi dan penjangkaran yang lebih baik. Perlu diperhatikan
kadang-kadang terdapat torus palatinus yang dapat mengurangi kenyamanan pasien
bila pasien memakai peranti lepasan.
c.
Kebersihan mulut
Kebersihan mulut yang
terjaga baik merupakan indikator perhatian pasien terhadap giginya serta dapat
diharapkan adanya kerja sama yang baik dengan pasien.
d.
Karies
Pemeriksaan gigi dengan
karies perlu dilakukan karena gigi yang karies merupakan penyebab utama
maloklusi lokal. Karies merupakan penyebab terjadinya tanggal prematur gigi
sulung sehingga terjadi pergeseran gigi permanen erupsi gigi permanen yang
lambat.
e.
Fase geligi
Pasien yang datang
untuk perawatan orthodontik biasanya dalam fase geligi pergantian atau permanen
dan jarang pada fase geligi sulung. Fase geligi pergantian ditandai dengan
adanya gigi sulung dan gigi permanen dalam rongga mulut.
f.
Gigi yang ada
2.6 Analisis
Fungsional
A. Path
of closure
Path of closure adalah arah gerakan mandibula dari posisi
istirahat ke oklusi sentrik. Idealnya path of closure dari posisi
istirahat ke oklusi maksimum berupa gerakan engsel sederhana melewati freeway
space yang besarnya 2-3 mm, arahnya ke atas dan ke depan.
B. Deviasi Mandibula
Keadaan ini berhubungan dengan posisi kebiasan mandibular. Bila mandibular dalam posisi
kebiasaan, maka jarak antaroklusal akan bertambah sedangkan kondili letaknya
lebih maju didalam fosa glenoidales. Arah path of closure adalah keatas dan
kebelakang akan tetapi bila gigi telah mencapai oklusi mandibular terletak pada
relasi sentrik (kondili dalam keadaan posisi normal fosa glenoidalis).
C. Sendi temporo
mandibular
Sebagai panduan umum bila pergerakan mandibular normal berarti
fungsinya tidak terganggu , sebaliknya jika gerakan mandibular terbatas
biasanya menunjukkan adanya masalah fungsi. Oleh karena itu satu indicator
penting tentang fungsi temporo mandibular joint adalah lebar pembukaan
maksimalyang pada keadaan normal berkisar 35-40mm, 7mm gerakan ke lateral dan 6
mm kedepan.
2.7 Analisa model
Model studi adalah rekam ortodontik yang
paling sering digunakan untuk menganalisis suatu kasus dan memberikan banyak
informasi, pembuatannya relatif mudah dan murah.
Keadaan yang dapat
dilihat pada model adalah bentuk lengkung geligi, diskrepansi pada model,
analisa ukuran gigi,
kurva spee,
Diastema,
simetri gigi-gigi, gigi yang terletak salah,
pergeseran
garis median, relasi gigi posterior,
relasi gigi anterior
1. Bentuk lengkung geligi
Model dilihat dari oklusal kemudian diamati
bentuk lengkung geligi. Bentuk lengkung geligi yang normal adalah berbentuk
parabola; ada beberapa bentuk lengkung geligi yang tidak normal misalnya lebar,
menyempit di daerah anterior dan lain-lain.
2. Diskrepansi pada model
Diskrepansi pada model adalah perbedaan antara
tempat yang tersedia (available space) dengan tempat yang dibutuhkan (required
space).Fungsinya
sendiri untuk menetukan macam perawatan pasien tersebut, apakah termasuk
perawatan pencabutan gigi permanen atau tanpa pencabutan gigi permanen.
Ada
berbagai cara untuk mengukur tempat yang tersedia. Salah satu cara untuk
mengukur tempat yang tersedia di rahang atas adalah dengan cara membuat
lekungan dari kawat tembaga (brass wire mulaidari mesial molar pertama permanen
kiri melewati fisura gigi-gigi di depannya terus melewati insisal insisivi yang
letaknya benar terus melewati fisura gigi-gigi posterior sampai mesial molar
pertama permanen sisi kanan. Kawat ini kemudian diluruskan dan diukur
panjangnya. Panjang kawat ini merupakan tempat yang tersedia . untuk rahang
bawah lekung kawat tidak melewati fissure gigi posterior tetapi lewat tonjol
bukal gigi posterior rahang bawah.
Cara lain untuk mengukur
tempat yang tersedia adalah dengan membagi lengkung geligi dalam beberapa segmen , biasanya
mesial molar pertama permanen kiri sampai denga kaninus kiri, dari mesial
kaninus kiri sampai mesial insisivi sentralkiri, dari mesial insisivi sentral
kanan sampai distal kaninus kanan, dari distal kaninus kanan sampai mesial
molar pertama permanen kanan, masing masing segmen diukur dengan kapiler
kemudian dijumlahkan
Pengukuran lebar
mesiodital gigi juga dapat dipakai untuk penilaian apakah lebar gigi normal
atau terdapat mikrodontia atau makrodontia. Jumlah lebar keempat insisivi atas
permanan antara 28 mm sampai 36 mm dianggap normal.
3. Analisa ukuran gigi
Tooth size analysis atau lebih sering disebut
analisis bolton dilakukan dengan mengukur lebar mesiodistal setiap gigi
permanen. Ukuran ini kemudian dibandingkan dengan tabel standart jumlah lebar
gigi anterior atas maupun bawah (dari kaninus ke kaninus) dan juga jumlah lebar
mesiodistal semua gigi atas dan bawah (molar pertama ke molar pertama) tidak
termasuk moalr kedua dan ketiga.
Bila perbedaan ukuran
gigi ini kurang dari 1,5mm jarang berpengaruh secara signifikan, tetapi kalau
melebihi 1,5 mm akan menimbulkan maslah dalam perawatan ortodonti dan sebaiknya
hal ini dimasukkan dalam pertimbangan perawatan ortodontik.
4. Kurva spee
Lengkung yang menghubungkan insisal insisiv
dengan bidang oklusal molar terakhir pada rahang bawah. Pada keadaan normal
kedalamannya tidak melebihi 1,5 mm.
Kurva spee adalah kurva
dengan pusat pada suatu titik di tulang lakrimal denga radius pada orang dewasa
65-70 mm. kurva ini berkontak di empat lokasi yaitu permukaan anterior kondili,
daerah kontak distooklusi molar ketiga , daerah kontak mesiooklusal molar
pertama dan tepi insisal. Mungkin karena sample yang disampaikan berbeda
beberapa peneliti (Hitchock dale) mencoba mengukur sesuai dengan yang dilakukan
oleh spee tetapi tidak memperoleh hasil yang sama denga spee.
5.
Diastema
Ruang antara dua gigi
yang berdekatan, gingiva diantara gigi-gigi kelihatan.
Adanya diastema pada fase gigi geligi pergantian masih merupakan keadaan
normal, tetapi adanya diastema pada fase geligi permanen perlu diperiksa lebih
lanjut untuk mengetahui apakah keadaan tersebut suatu keadaan yang tidak
normal.
6.
Simetri gigi-gigi
Pemeriksaan ini untuk mengetahui simetri gigi
senama dalam jurusan sagital maupun transversal dengan cara membandingkan letak
gigi permanen senama kiri dan kanan.
7.
Gigi yang terletak salah
Penyebutan letak gigi yang digunakan diantaranya sebagai berikut:
a. Versi:
mahkota gigi miring kearah tertentu tetapi akar gigi tidak.
b. Infraoklusi
: gigi yang tidak mencapai
garis oklusi dibandingkan dengan gigi lain dalam lengkung geligi.
c. Supraoklusi : gigi yang melebihi garis oklusal
dibandingkan dengan gigi lain dalam lengkung geligi.
d. Rotasi: gigi berputar pada sumbu panjang gigi, bisa sentris atau eksentris.
e. Transposisi : dua gigi yang bertukar tempat
f. Ektostema : gigi yang terletak diluar lengkung geligi
8.
Pergeseran garis median
Untuk menilai apakah ada
pergeseran garis median lengkung geligi terhadap median muka dilihat letak gigi
insisiv sentral kiri dan kanan. Bila titik kontak insisiv sentral terletak
disebelah kiri garis median muka maka keadaan ini disebut terjadi pergeseran ke
kiri, demikian pula sebaliknya. Penentuan garis median muka sebaiknya dilakukan
langsung pada pasien.
9.
Relasi gigi posterior
Yang dimaksud dengan relasi gigi adalah hubungan gigi atas dan bawah
dalam keadaan oklusi.
Relasi
jurusan sagital
Kemungkinan relasi molar yang dapat terjadi adalah netroklusi,
distoklusi, mesioklusi, gigitan tonjol dan tidak ada relasi
a. Netroklusi:
tonjol mesiobukal molar pertama permanen atas terletak pada lekukan bukal molar
pertama permanen bawah.
b. Distoklusi:
tonjol mesiobukal molar pertama permanen rahang atas terletak di antara tonjol
mesiobukal molar pertama permanen bawah dan premolar kedua atau tonjol
distobukal molar pertama permanen atas terletak pada lekukan bukal molar
pertama permanen bawah.
c. Mesioklusi:
tonjol mesiobukal molar pertama permanen atas terletak pada tonjol distal molar
pertama permanen bawah.
d. Gigitan
tonjol: tonjol mesiobukal molar pertama permanen atas beroklusi dengan tonjol mesiobukal molar pertama permanen
bawah.
e. Tidak ada
relasi: bila salah satu molar pertama tidak ada misalnya olh karena dicabut
atau oleh karena kaninus permanen belum erupsi.
10. Relasi gigi anterior
Relasi gigi anterior diperiksa dalam jurusan sagital
dan vertikal. Relasi yang normal dalam jurusan sagital adalah adanya jarak
gigit/overjet. jarak gigit adalah horizontal overlap of the incisors 2-3 mm
dianggap normal. Jarak gigit pada gigitan silang anterior diberi tanda negatif,
misalnya -3 mm. Pada relasi gigitan edge to edge jarak gigitnya 0 mm.
Pada jurusan
vertikal dikenal adanya tumpang gigit/overbite yang merupakan vertical overlap
of the incicors. yang normal 2 mm. Tumpang gigit yang dalam menunjukkan adanya
gigitan dalam. Pada gigitan terbuka tidak ada overlap dalam jurusan vertikal,
tumpang gigit ditulis dengan tanda negatif, misal -5 mm. Pada relasi edge to
edge tumpang gigitnya 0 mm.
Pada kasus gigitan
silang anterior perlu diperhatikan besarnya freeway space dan tumpang gigit.
Bila freeway space lebih kecil daripada tumpang gigit dan bila pasien dirawat
dengan menggunakan piranti lepasan, pada peranti ortodontik lepasan perlu
ditambahn dengan peninggian gigit posterior untuk membebaskan gigi anterior
atas terhadap halangan gigi anterior bawah.
2.9
Analisis Sefalometri
Foto sefalometri (sefalogram) merupakan rekam ortodonti yang sangat
berguna untuk menentukan kelainan skeletal, letak gigi, profil dan lain-lain.
Meskipun demikian penentuan diagnosis maloklusi tidak dapat didasarkan hanya
didasarkan pada analisis sefalometri saja. Kombinasi semua analisis akan
memberikan gambaraan menyeluruh tentang keadaan pasien.
Untuk
mengidentifikasi titik-titik pada sefalogram sebaiknya dikenali lebih dahulu
titik-titik pada tengkorak kering. Hal ini sangat membantu mengidentifikasi
titiktitik pada sefalogram dengan benar. Untuk memudahkan penapakan hendaknya
dilakukan pada ruangan dengan penerangan yang tidak terlalu terang , sefalogram
diletakkan pada tracing box dengan iluminasi yang baik, kertas penapakan asetat
yang bagus yang terfiksasi dengan pita adesif transparent serta menggunakan
pensil yang keras (H4 atau H6). Pertama kali perlu diketahui terlebih
dahulutitik titik yang penting , kemudian dua titik dihubungkan menjadi garis,
dua garis yang berpotongan menjadi sudut. Pembacaan biasanya pada besar sudut
untuk menentukan apakah suatu struktur anatomi normal atau menyimpang dari
normal.
Titik-titik yang perlu diketahui adalah sebagai
berikut :
a. S (Sella) : terletak ditengah sela tursika,
ditentukan secara visual (diperkirakan).
b. N (Nasion) : Terletak pada perpotongan bidang
sagittal dengan sutura frontonasalis.
c. SNA (Spina Natalis Anterior) : ujung spina
nasalis anterior.
d. SNP (spina nasalis posterior) : ujung spina
nasalis posterior.
e. A (subspinale) : titik paling dalam pada
kurvatura alveolaris rahang atas, secara teoritis merupakan batas tulang basal
maksila dan tulang alveolaris.
f. B (Supramentale) : titik paling dalam pada
kurvatura alveolaris rahang bawah , secara teori merupakan batas tulang basal mandibular
dan tulang alveolaris.
g. Go (Gonion) : titik tengah pada lekungan sudut
mandibular diantara ramus dan korpus.
h. Me (menton) : titik terendah pada dagu.
Beberapa garis yang
digunakan pada sefalometri yang menghubungkan dua titik tertentu : S-N, N-A,
N-B, SNA-SNP (Garis palatal, ada yang menyebut garis maksila), dan Me-garis
singgung tepi bawah mandibular (garis mandibular).
BAB
IV
PEMBAHASAN
Secara garis besar ortodontik bisa
didapatkan secara langsung dari melakukan Tanya jawab dengan pasien atau orang
tua pasien yang biasa disebut dengan anamnesis dan pemeriksaan klinis pada
pasien. Data tidak langsung didapatkan dari evaluasi rekam ortodontik yaitu
model studi, foto rontgen oeriapikal atau panoramic, foto ekstra dan intraoral
dan untuk kasus-kasus yang memerlukan perawatan komprehensif diperlukan
sefalomerti.
Keluhan
utama pasien hendaknya diperhatikan meskipun tidak selalu keluhan pasien
merupakan maloklusi yang akan dilakukan perawatan. Riwayat kesehatan pasien
perlu diketahui terutama yang berhubungan dengan alergi agar dapat dipilih
bahan yang tidak merupakan penyebab alergi bagi pasien ; keadaan tonsil yang
dapat memengaruhi pola menelan maupun bernafas yang dapat menyebabkan
maloklusi. Ras dan bentuk skelet pasien perlu diperhatikan karena adanya
ciri-ciri fisik tertentu pada ras.
Kondisi
ekstraoral ada kaitan antara berbagai keadaan yang diperiksa. Bentuk kepala
berpengaruh pada tipe wajah dan kadang-kadang dengan profil. Pemeriksan profil
secara saksama dapat memberikan gambaran yang menyerupai sefalogram, meskipun
secara garis besar dan masih belum terperinci. Bibir perlu mendapatkan
perhatian karena berpengaruhpada hasil perawatan. Keadan intraoral terutama
jaringan periodontal dan kebersihan mulut perlu diupayakan dalam keadaan sehat
karena akan sangat memengaruhi perawatan. Ukuran dan fungsi lidah dapat
menyebabkan maloklusi maupun kestabilan hasil perawatan
Kondisi sendi temporomandibula yang
normal yang ditandai dengan adanya pembukaan maksimum, tidak ada rasa sakit dan
suara menentukan proses pengunyahan. Path of closure yang normal ditandai
dengan tidak adanya deviasi maupun displacement mandibular kea rah sagittal
maupun lateral menentukan oklusi sentrik yang baik. Deviasi mandibular tidak
menyebabkan kelainan tetapi displacement menyebabkan maloklusi.
Dengan
menganalisis model dapat diketahui bentuk lekung gigi , kurva spee, simetri
letak gigi yang salah, juga pergeseran garis median. Selain itu, yang penting
dilakukan adalah menghitung diskrepansi pada model yang didapat dari tempat
yang tersedia dan tempat yang dibutuhkan untuk memadu macam perawatan yang
sesuai untuk pasien tersebut. Relasi gigi dalam jurusan sagittal, tranversal
dan vertical penting untuk dipelajari dengan seksama agar dapat diketahui
kelainan gigi dalam tiga bidang orientasi.
Analisis
sefalometri memungkinkan seorang dokter gigi mengetahui secara lebih tepat
posisi maksila dan mandibula terhadap cranium sehingga dapat diketahui adanya
kelainan skeletal. Inklinasi gigi juga dapat diketahui dengan membaca sudut
yang dibentuk oleh sumbu gigi atas terhadap garis maksila dan sumbu gigi bawah
terhadap garis mandibula. Analisis sefalometri meskipun emberikan informasi
keadaan keadaan yang tidak diketahui secara tepat di klinik akan tetapi tetap
mempunyai kekurangan sehingga sekarang sedang berkembang sefalometri tiga
dimensi.
Klasifikasi
maloklusi menurut angle adalah kalsifikasi yang paling banyak digunakan di
dunia meskipun mempunyai beberapa kekurangan. Klasifikasi angle didasarkan
relasi molar pertam permanen dalam jurusan sagittal. Klasifikasinya dalah
maloklusi kelas I, maloklusi kelas II devisi I, maloklusi kelas II devisi II,
dan maloklusi kelas III. Maloklusi kelas I tidak mempunyai gambaran klinis yan
spesifik, sedangkan maloklusi selain kelas I mempunyai gambaran klinis yang
spesifik. Meskipun telah dibantu dengan analisis sefalometri suatu kasusu
kadang kadang tetap tidak bisa digolongkan secara tepat dalam salah satu kelas
menurut klasifikasi angle. Klasifikasi hanya memudahkan untuk mengingat suatu
maloklusi sedangkan perawatan tidak ditujukan pada kelas tertentu tetapi
berdasarkan keadaan pasien. BAB
V
PENUTUP
5.1
KESIMPULAN
Dari
apa yang telah dipaparkan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa:
1. Diagnosa dibutuhkan sebagai dasar bagi
dokter untuk melakukan tindakan. Dalam ortodonsia, diagnosa dibutuhkan untuk
menentukan perawatan yang akan dilakukan terhadap pasien. Diagnosa yang tepat
memerlukan pemeriksaan yang tepat dan sesuai dengan prosedur yang telah ada.
2. Pemilihan perawatan yang tepat, tentu dapat
terjadi jika diagnosanya tepat dan jika disadari bahwa rencana perawatan
merupakan suatu proses interaktif dimana pasien dilibatkan dalam proses membuat
keputusan
5.2
Saran
Agar mahasiswa calon dokter gigi dapat melakukan dignosa
yang tepat diharapkan mahasiswa dapat memahami bagaimana cara prosedur
pemeriksaan yang dilakukan sebelum menyimpulkan diagnosa.
DAFTAR PUSTAKA
Basavaraj
S.P. 2011. Orthodontic principles and practice. Jaypee Brother Medical
Publishers Ltd: 4, 79, 98, 114, 125, 182.
Cao
L, Zhang K, Bai D, Jing Y, Tian Y, Guo Y. 2011. Effect of maxillary
labiolingual and anteroposterior position on smiling pofile esthetics. Angle
Orthodontist; 81(1): 121-8.
Hong
Q, Koirala R, Jun T, Li-na Y, Takagi S, Kawahara K, Kishimoto E, Shimizu T,
Takamata T, Nakano K, Okafuji N. 2008. A study about tooth size and arch width
measurement. J Hard Tissue Biology;17(3):91-8.
Magalhaes
IB, Pereira LJ, Marques LS, Gameiro GH. 2010. The influence of maloccusion on masticatory
performance. Angle Orthodontist;82(3):495-9.
Mitchell
L. 2007. An introduction to orthodontics. 3rd edition. Oxford University Press:
2-10.
Miyake
H, Ryu T, Himuro T. 2008. Effect on the dental arch form using a preadjusted
appliance with premolar extraction in class I crowding. Angle
Orthodontist;78(6):1043-8.
Nanda R. 2010. Current therapy in
orthodontics. 1st. Mosby Elsevier: 27-9.
Othman
S, Harradine N. 2007. Tooth size discrepancies in an orthodontic population.
Angle Orthodontist;77(4):668-74.
Proffit W.R. 2007. Contemporary
orthodontics. 4th. Mosby Elsevier : 167-9.
Staley R.N. 2011. Essentials of
orthodontics. Blackwell Publishing Ltd: 6-10.
Tome
W, Yashiro K, Takada K. 2009. Orthdontic treatment of malocclusion improves
impaired skillfulness of masticatory jaw movements. . Angle
Orthodontist;79(6):1078-83.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar