HUBUNGAN KELAINAN KONGENITAL DENGAN KESEHATAN GIGI DAN
MULUT
Disusun oleh:
fitri widiya hadiati
10612032
FAKULTAS
KEDOKTERAN GIGI
INSTITUT
ILMU KESEHATAN
BHAKTI
WIYATA KEDIRI
2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Baby Bottle Caries adalah
karies dengan pola yang khas dan seringkali terlihat pada anak-anak di bawah
usia 6 tahun yang mempunyai kebiasaan minum Air Susu Ibu (ASI), susu botol atau
cairan manis sampai tertidur atau diisap terus-menerus sepanjang hari. Apabila Baby
Bottle Caries dibiarkan proses karies ini dapat cepat meluas mengenai
seluruh gigi sehingga keadaan menjadi lebih parah dengan akibat lanjut yaitu
pulpa nekrosis dan kelainan jaringan periapikal serta kerusakan pada gigi
permanen. Pada saat itu penderita akan kesulitan makan dan akan mempengaruhi
kesehatan umum salah satunya penyakit
sistemik (Benitez
dkk., 1994).
Kelainan kongenital atau bawaan merupakan
kelainan yang sudah ada sejak lahir yang dapat disebabkan oleh faktor genetik
maupun non genetik. Ilmu yang mempelajari kelainan bawaan disebut dismorfologi.
Kelainan kongenital ini dapat dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, yang
didapat ibu ketika mengandung. Trimester awal kehamilan memiliki kecenderungan
lebih rawan untuk janin tersebut mengalami kelainan kongenital (Sutisna, 2010).
Dalam bidang Kedokteran Gigi, kelainan
kongenital yang dimiliki anak memiliki pengaruh atau dampak yang cukup buruk
terhadap jaringan keras dan jaringan lunak dalam rongga mulut. Selain itu juga
dapat menimbulkan kelainan pertumbuhan gigi dari anak tersebut (Asri, dkk.,
2005).
Selain itu,
penyakit kongenital juga berpengaruh pada kesehatan gigi dan mulut begitu juga
sebaliknya untuk itu, sehingga perlu diketahui bagaimana cara penangann yang
tepat. Untuk melakukan penanganan yang tepat psikologi anak sangat mempengaruhi
keberhasilan dari rencana perawatan yang akan diberikan untuk itu. Untuk itu
perlu diketahui pada masa kapan kah anak tersebut dapat dilakukan perawan pada
giginya. Usia-usia tertentu mempengaruhi proses perawatan gigi dan mulut anak.
Yang terpenting pula dalam melakukan perawatan diperlukan strategi yang khusu
bagi dokter gigi.
Dokter gigi juga
harus memperhatikan kenyamanan dalam bekerja, untuk itu diperlukan strategi
khusus dalam penatalaksanaan tempat kerjanya, yang biasa disebut dengan four
handed dentistry.
1.2
Rumusan Masalah
1. Bagaimana urutan erupsi gigi permanen ?
2. Apa yang dimaksud dengan baby bottle caries
(BBC)?
3. Apa yang dimaksud dengan penyakit kongenital?
4. Bagaimana hubungan
penyakit kongenital khususnya penyakit jantung kongenital dengan BBC ?
5. Bagaimana psikologi anak dalam menerima perawatan
gigi dan mulut?
6. Apa yang dimaksud dengan four handed dentistry?
1.3
Tujuan
Untuk
mengetahui hubungan kelainan kongenital dengan ilmu
kedokteran gigi.
1.4 Manfaat
Pembaca
dapat memahami tentang kelainan
kongenital dalam ilmu kedokteran gigi, hubungan psikologi anak dengan kelainan kongenital,
rampan karies,
dan Four Handed Dentistry dalam
kedokteran gigi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Erupsi Gigi
A.
Waktu erupsi Gigi
Erupsi
gigi merupakan suatu proses yang berkesinambungan dimulai dari awal pembentukan
melalui beberapa tahap sampai gigi muncul ke rongga mulut. Ada dua fase yang
penting dalam proses erupsi gigi, yaitu erupsi aktif dan pasif. Erupsi aktif
adalah pergerakan gigi yang didominasi oleh gerakan ke arah vertikal, sejak
mahkota gigi bergerak dari tempat pembentukannya di dalam rahang sampai
mencapai oklusi fungsional dalam rongga mulut, sedangkan erupsi pasif adalah
pergerakan gusi ke arah apeks yang menyebabkan mahkota klinis bertambah panjang
dan akar klinis bertambah pendek sebagai akibat adanya perubahan pada
perlekatan epitel di daerah apikal.
Gigi
desidui yang juga dikenal dengan gigi primer jumlahnya 20 di rongga mulut, yang
terdiri dari insisivus sentralis, insisivus lateralis, kaninus, molar satu, dan
molar dua dimana terdapat sepasang pada maksila dan mandibula masing-masing.
Pada
usia 6 bulan setelah kelahiran, gigi insisivus sentralis mandibula yang
merupakan gigi yang pertama muncul di rongga mulut, dan berakhir dengan
erupsinya gigi molar dua maksila.
Erupsi
gigi permanen pada umumnya terjadi antara usia 5 sampai 13 tahun kecuali gigi
permanen molar tiga (erupsi antara 17 sampai 21 tahun), juga seiring dengan
pertumbuhan dan perkembangan pubertas. Waktu erupsi gigi permanen dapat dilihat
pada Tabel 1 (Matsson, 2001).
Tabel 1. Perkembangan kronologis pada gigi
permanen. Slightly modified by McCall and Schour.
Gigi
|
Kalsifikasi dimulai
|
Enamel terbentuk
|
Erupsi
|
Insisivus Sentralis
|
3-4 bulan
|
4-5 tahun
|
7-8 tahun
|
Insisivus Lateralis
|
10-12 bulan
|
4-5 tahun
|
8-9 tahun
|
Kaninus
|
4-5 bulan
|
6-7 tahun
|
11-12 tahun
|
Premolar Pertama
|
11/2-13/4 tahun
|
5-6 tahun
|
10-11 tahun
|
Premolar Kedua
|
2-21/4 tahun
|
6-7 tahun
|
10-12 tahun
|
Molar Satu
|
Pada lahir
|
21/2-3 tahun
|
6-7 tahun
|
Molar Dua
|
21/2-3 tahun
|
7-8 tahun
|
12-13 tahun
|
Molar Tiga
|
7-10 tahun
|
12-16 tahun
|
16-21 tahun
|
Insisivus Sentralis
|
3-4 bulan
|
4-5 tahun
|
6-7 tahun
|
Insisivus Lateralis
|
3-4 bulan
|
4-5 tahun
|
7-8 tahun
|
Kaninus
|
4-5 bulan
|
6-7 tahun
|
9-10 tahun
|
Premolar Pertama
|
13/4-2 tahun
|
5-6 tahun
|
10-12 tahun
|
Premolar Kedua
|
21/4-21/2 tahun
|
6-7 tahun
|
11-12 tahun
|
Molar Satu
|
Pada lahir
|
21/2-3 tahun
|
6-7 tahun
|
Molar Dua
|
21/2-3 tahun
|
7-8 tahun
|
11-13 tahun
|
Molar Tiga
|
7-10 tahun
|
12-16 tahun
|
16-21 tahun
|
2.2
Baby Bottle Caries (BBC)
A. Definisi
Baby Bottle Caries (BBC)
Nursing Mouth Caries atau Baby Bottle Caries merupakan suatu
keadaan yang menggambarkan karies pada anak dimana dihubungkan dengan kebiasaan
minum susu menggunakan botol susu yang berisi cairan karbohidrat yang dapat
diragikan maupun cairan manis lainnya seperti susu dan jus buah sepanjang hari
dan saat tidur siang maupun malam hari.
Istilah NMC dipakai
untuk menunjukkan kerusakan karies yang sangat luas pada bayi dan anak-anak.
Kondisi ini dikenal sebagai karies gigi sulung yang umumnya terjadi setelah
beberapa bulan erupsi yang mengenai gigi anterior rahang atas dan molar sulung
khususnya pada anak-anak usia 0-3 tahun (Riyanti, 2005).
Gambaran klinis
dari BBC mempunyai pola
dan tipe yang khusus. Gambaran pola kariesnya terlihat jelas, dengan lesi
terutama pada bagian labial gigi insisif atas, dan atau pada palatal molar
atas. Tipe kariesnya sejalan dengan lengkung gusi gigi insisif rahang atas.
Proses kariesnya cenderung aktif, gigi lainnya akan terpengaruh sejalan dengan
erupsinya yaitu akan mengenai molar kesatu rahang atas, kaninus rahang bawah
dan molar kedua, namun jarang mengenai insisif rahang bawah, hal ini mungkin
terjadi karena posisinya yang terlindung oleh lidah. Proses terjadinya karies
pada maksila dan mandibula di atas tergantung dari tiga faktor yaitu urutan
erupsi, lamanya melakukan kebiasaan, dan pola otot saat bayi menghisap
(Riyanti, 2005).
Gambar 1
Lesi pada Permukaan Labial Gigi Insisif Rahang Atas dan Gigi Anterior Rahang
Bawah Tidak Mengalami Karies
B.
Etiologi BBC
1. Host : Seseorang yang memiliki sekresi saliva yang lebih rendah
dari biasanya akan lebih mudah terserang karies. Seseorang yang sedang menjalani radiotherapy dan
obat antihistamin memiliki lebih sedikit sekresi saliva.
2.
Mikroorganisme : Biasanya mikroorganisme ini tidak terdeteksi pada mulut bayi
sampai tahap lanjut dari kerusakan insisiv. Tidak terdeteksinya s.mutans pada
tahap perkembangan menandakan bahwa keberadaan dari micro-organisme ini
berhubungan dengan infeksi awal, dan sumber utama dari s.mutans pada infeksi
awal ini biasanya dari ibu.
3. Substrate : Potensi terjadinya kariogenik
sangat erat kaitannya dengan texture dari karbhohidrate dan frekuensi
mengkonsumsi gula-gula yang lengket dibandingkan dengan jumlah gula yang
dikonsumsi. Sukrosa diketahui sebagai gula yang paling kariogenik, karena :
Mudah berdifusi ke dental plak ,Sangat soluble, dan bertindak sebagai substrat
untuk produksi extracellular polysaccharides dan produksi asam dan Berpengaruh
dalam menjaga kehidupan s.mutans dalam gigi
C. Gambaran klinis BBC
Adapun gambarana
klinis dari BBC dibagi menjadi beberapa tahap yaitu sebagai berikut :
1.
Tahap Pertama : Permukaan seperti kapur,lesi demineralisasi
berwarna opak pada permukaan halus gigi desidui insisivus maksila, Hal ini terjadi saat
anak berusia 10-20 bulan atau lebih muda.Suatu garis putih yang khas terlihat
pada daerah servikal dari permukaan vestibular dan palatal gigi-gigi insisivus
maksila.
Gambar
2 . tahap
pertama dari BBC
2. Tahap Kedua : Tahap
ini terjadi saat usia anak sudah mencapai 16-24 bulan.
lesi putih pada insisivus berkembang pesat menyebabkan
enamel rusak. Dentin terpapar dan terlihat lunak serta berwarna kuning.
Molar desidui maksila terkena lesi inisial pada permukaan
servikal, proksimal dan oklusal. Pada
tahap ini, anak mulai mengeluh kalau giginya sensitif saat tersentuh makanan
atau minuman yang dingin. Orang tua kadang-kadang memperhatikan perubahan warna
pada gigi anak mereka dan mulai cemas.
Gambar
3. Tahap
kedua dari BBC
3. Tahap Ketiga: Tahap ini terjadi saat usia anak 20-36 bulan.
Lesi sudah luas pada salah satu insisivus maksila dan
pulpa sudah teriritasi. Anak akan mengeluh sakit saat mengunyah dan menyikat
gigi. Pada malam hari anak akan merasa
kesakitan spontan.
Gambar
4. Tahap
ketiga dari BBC
4. Tahap Keempat : Tahap ini terjadi ketika anak sudah berusia 30-48 bulan.
Mahkota gigi anterior maksila fraktur sebagai akibat dari
rusaknya enamel dan dentin. Pada tahap ini insisivus desidui maksila biasanya sudah
nekrosis dan molar desidui maksila berada pada tahap tiga. Anak sangat
menderita, susah mengekspresikan rasa sakitnya, susah tidur, dan tidak mau
makan.
Gambar
5. Tahap
keempat dari BBC
D. Pencegahan dan
Perawatan
Pencegahan
penyakit ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain: (Richard,
2000).
- Bersihkan
gigi anak terutama bagian depan atas dengan sapu tangan / handuk kecil
basah, setiap kali anak selesai menghisap botol sampai tertidur.
- Bila
anak sudah berusia 1 tahun, hentikan kebiasaan menghisap susu dengan botol
dan mulai menggantinya dengan gelas / cangkir susu. Kebanyakan bayi bisa
memegang cangkir susu sejak usia 6 bulan.
- Batasi
makan makanan yang mengandung gula dan bentuknya lengket, seperti permen,
cokelat, biskuit, kue, dan lain-lain.
- Ganti
cemilan anak dengan buah-buahan yang berserat dan banyak mengandung air
seperti apel, pir, jeruk, semangka, dan lain-lain.
- Beri
air putih pada anak setiap selesai makan apa saja (kalau bisa derngan
berkumur).
- Ajarkan
dan temani anak untuk menyikat giginya, terutama sebelum tidur malam.
- Biasakan
anak mengunjungi dokter gigi sejak awal dan lanjutkan kunjungan berkala
setiap 6 bulan sekali.
- Gigi
anak yang sudah terlanjur mengalami caries perlu diperbaiki dengan
penambalan .
Pemilihan bahan
dan teknik perawatan secara tepat perlu dipertimbangkan sejak awal. Telah
banyak alat dan bahan kedokteran gigi yang berkembang di pasaran, sehingga
pengetahuan mengenai alat dan bahan tersebut perlu diketahui secara jelas dan
lengkap.
Penentuan teknik
perawatan BBC sangat ditentukan
oleh diagnosa yang tepat. Pada gigi dengan karies yang telah mengenai saluran
akar hendaknya dilakukan perawatan endodontik terlebih dahulu sebelum dilakukan
penambalan, sedangkan pada gigi dengan karies yang belum mengenai pulpa dapat
langsung dilakukan penambalan (Riyanti, 2005).
1. Perawatan
Endodontik
Tujuan
dasar dari perawatan endodontik pada anak mirip dengan pasien dewasa, yaitu
untuk meringankan rasa sakit dan mengontrol sepsis dari pulpa dan jaringan
periapikal sekitarnya serta mengembalikan keadaan gigi yang sakit agar dapat
diterima secara biologis oleh jaringan sekitarnya dan untuk mempertahankan
panjang lengkung rahang (Riyanti, 2005).
a. Pulp Capping
Pulp
Capping didefinisikan sebagai aplikasi dari satu atau
beberapa lapis bahan pelindung di atas pulpa vital yang terbuka. Bahan yang
biasa digunakan untuk pulp capping ini adalah kalsium hidroksida karena
dapat merangsang pembentukan dentin sekunder secara efektif dibandingkan bahan
lain. Tujuan pulp capping adalah untuk menghilangkan iritasi ke jaringan
pulpa dan melindungi pulpa sehingga jaringan pulpa dapat mempertahankan vitalitasnya.
b.
Pulpotomi
Pulpotomi
adalah pembuangan pulpa vital dari kamar pulpa kemudian diikuti oleh penempatan
obat di atas orifis yang akan menstimulasikan perbaikan atau memumifikasikan
sisa jaringan pulpa vital di akar gigi. Pulpotomi disebut juga pengangkatan
sebagian jaringan pulpa.
c.
Pulpektomi
Pulpektomi
adalah pengangkatan seluruh jaringan pulpa. Pulpektomi merupakan perawatan
untuk jaringan pulpa yang telah mengalami kerusakan yang bersifat irreversible
atau untuk gigi dengan kerusakan jaringan keras yang luas. Meskipun perawatan
ini memakan waktu.
2. Pembuatan Restorasi
Alat
restorasi yang dapat digunakan untuk perawatan BBC adalah semen glass
ionomer, composit resin strip crown, dan mahkota stainless
steel. Anak-anak dengan keadaan seperti ini adalah mungkin untuk dilakukan
preparasi kavitas kelas III dan kelas IV. Semen glass ionomer dan resin
komposit dapat digunakan untuk restorasi lesi-lesi kelas III pada gigi sulung
anterior, gabungan resin komposit dan glass ionomer (compomer/compoglass) juga
dapat digunakan untuk lesi kelas IV. Sedangkan mahkota stainless steel digunakan
untuk lesi karies pada gigi posterior (Riyanti, 2005).
a. Semen Glass Ionomer
Semen
glass ionomer terbentuk karena reaksi antara bubuk kaca alumino silikat
yang khusus dibuat dengan asam poliakrilat. Setelah tercampur pasta semen ini
ditumpatkan ke dalam kavitas pada saat bahan ini belum mengeras. Semen glass
ionomer yang berisi logam perak dalam bubuknya telah dikembangkan serta
dikenal dengan nama generiknya yaitu cermet. Semen semacam ini mempunyai
ketahanan terhadap abrasi dan bersifat radiopak. Semen glass ionomer sebaiknya
tidak digunakan sebagai alat restorasi untuk kerusakan gigi yang luas karena
kurang kuat menerima daya kunyah yang berlebih. Pemakaian Semen Glass Ionomer
sangat di utamakan karena dapat melekat dengan baik pada enamel dan dentin
serta berpotensial memiliki
antikariogenik dengan melepaskan flour.
b. Gabungan Resin Komposit dan Glass Ionomer
Resin
komposit diindikasikan untuk kavitas kelas I atau kelas II pada gigi anak yang
kooperatif, untuk lesi interproksimal kelas III pada gigi anterior, lesi kelas
V pada permukaan fasial gigi anterior, hilangnya sudut insisal gigi, fraktur
gigi anterior, lesi oklusal dan interproksimal gigi posterior kelas I dan II.
Pasien dengan insidensi karies dan kebersihan mulut yang kurang baik merupakan
kontraindikasi restorasi resin komposit.
2.3
Kelainan
Kongenital
Kelainan
kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur bayi yang timbul sejak
kehidupan hasiI konsepsi sel telur. Kelainan kongenital dapat merupakan sebab
penting terjadinya abortus, lahir mati atau kematian segera setelah lahir.
Kematian bayi dalam bulan-bulan pertama kehidupannya sering diakibatkan oleh
kelainan kongenital yang cukup berat, hal ini seakan-akan merupakan suatu
seleksi alam terhadap kelangsungan hidup bayi yang dilahirkan. Bayi yang
dilahirkan dengan kelainan kongenital besar, umumnya akan dilahirkan sebagai
bayi berat lahir rendah bahkan sering pula sebagai bayi kecil untuk masa
kehamilannya. Bayi berat lahir rendah dengan kelainan kongenital berat,
kira-kira 20% meninggal dalam minggu pertama kehidupannya (Paradipta,
2009).
2.3.1 Etiologi Kelainan Kongenital
Beberapa faktor etiologi yang diduga dapat mempengaruhi terjadinya kelainan
kongenital antara lain: (Paradipta, 2009).
a) Kelainan Genetik dan
Khromosom.
Kelainan
genetik pada ayah atau ibu kemungkinan besar akan berpengaruh atas kelainan
kongenital pada anaknya. Beberapa contoh kelainan kromosom autosomal trisomi 21
sebagai sindroma Down (mongolism) kelainan pada kromosom kelamin sebagai
sindroma Turner.
b) Faktor mekanik
Tekanan
mekanik pada janin selama kehidupan intrauterin dapat menyebabkan kelainan
hentuk organ tubuh hingga menimbulkan deformitas organ tersebut. Faktor
predisposisi dalam pertumbuhan organ itu sendiri akan mempermudah terjadinya
deformitas suatu organ.
c) Faktor infeksi.
Infeksi
yang dapat menimbulkan kelainan kongenital ialah infeksi yang terjadi pada
periode organogenesis yakni dalam trimester pertama kehamilan. Infeksi pada
trimesrer pertama di samping dapat menimbulkan kelainan kongenital dapat pula
meningkatkan kemungkinan terjadinya abortus. Beberapa infeksi pada
trimester pertama yang dapat menimbulkan kelainan kongenital antara lain ialah
infeksi virus sitomegalovirus, infeksi toksoplasmosis, kelainan-kelainan
kongenital yang mungkin dijumpai ialah adanya gangguan pertumbuhan pada system
saraf pusat seperti hidrosefalus, mikrosefalus, atau mikroftalmia.
d) Faktor Obat
Beberapa
jenis obat tertentu yang diminum wanita hamil pada trimester pertama kehamilan
diduga sangat erat hubungannya dengan terjadinya kelainan kongenital pada
bayinya. Salah satu jenis obat yang telah diketahui dagat menimbulkan kelainan
kongenital ialah thalidomide yang dapat mengakibatkan terjadinya fokomelia atau
mikromelia.
e) Faktor umur ibu
Telah
diketahui bahwa mongoIisme lebih sering ditemukan pada bayi-bayi yang
dilahirkan oleh ibu yang mendekati masa menopause. Di bangsal bayi baru lahir
Rumah Sakit Dr Cipto Mangunkusumo pada tahun 1975-1979, secara klinis ditemukan
angka kejadian mongolisme 1,08 per 100 kelahiran hidup dan ditemukan resiko
relatif sebesar 26,93 untuk kelompok ibu berumur 35 tahun atau lebih; angka
keadaan yang ditemukan ialah 1: 5500 untuk kelompok ibu berumur < 35 tahun,
1: 600 untuk kelompok ibu berumur 35-39 tahun, 1 : 75 untuk kelompok ibu
berumur 40 - 44 tahun dan 1 : 15 untuk kelompok ibu berumur 45 tahun atau
lebih.
f) Faktor hormonal
Faktor
hormonal diduga mempunyai hubungan pula dengan kejadian kelainan kongenital.
Bayi yang dilahirkan oleh ibu hipotiroidisme atau ibu penderita diabetes
mellitus kemungkinan untuk mengalami gangguan pertumbuhan lebih besar bila
dibandingkan dengan bayi yang normal.
g) Faktor radiasi
Radiasi
ada permulaan kehamiIan mungkin sekali akan dapat menimbulkan kelainan
kongenital pada janin. Adanya riwayat radiasi yang cukup besar pada orang tua
dikhawatirkan akan dapat mengakibatkan mutasi pada gene yang mungkin sekali
dapat menyebabkan kelainan kongenital pada bayi yang dilahirkannya.
h) Faktor gizi
Pada
manusia, pada penyelidikan-penyelidikan menunjukkan bahwa frekuensi kelainan
kongenital pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu yang kekurangan makanan
lebih tinggi bila dibandingkan dengan bayi-bayi yang lahir dari ibu yang baik
gizinya.
i)
Faktor-faktor lain
Banyak
kelainan kongenital yang tidak diketahui penyebabnya. Faktor janinnya sendiri
dan faktor lingkungan hidup janin diduga dapat menjadi faktor penyebabnya.
Masalah sosial, hipoksia, hipotermia, atau hipertermia diduga dapat menjadi
faktor penyebabnya. Seringkali penyebab kelainan kongenitai tidak diketahui.
2.3.2
Jantung
kongenital
Pada sebagian
besar kasus, penyebab dari penyakit jantung kongenital ini tidak diketahui
(Sastroasmoro, 1994). Beberapa faktor yang diyakini dapat menyebabkan PJB ini
diklasifikasikan menjadi dua golongan besar, yaitu genetik dan lingkungan.
1.
Genetik : Riwayat keluarga yang
menderita penyakit jantung kongenital.
Penderita penyakit jantung kongenital memiliki
penyimpangan pada kromosom (Fachri,
2007).
2. Faktor
Lingkungan : Beberapa factor yang
menyebabkan kelainan kongenital pada jantung diantaranya adalah Paparan
lingkungan yang tidak baik , Infeksi
Rubella, Diabetes, minum Alkohol serta Ectasy dan obat-obat
lain (Indriwanto, 2007).
A.
Patofisiologi
penyakit jantung kongenital
Dalam keadaan normal darah akan mengalir dari daerah yang
bertekanan tinggi ke daerah yang bertekanan rendah. Daerah yang bertekanan
tinggi ialah jantung kiri sedangkan yang
bertekanan rendah adalah jantung kanan. Sistem sirkulasi paru mempunyai tahanan
yang rendah sedangkan sistem sirkulasi sistemik mempunyai tahanan yang tinggi. Apabila terjadi hubungan antara rongga-rongga jantung
yang bertekanan tinggi dengan rongga-rongga jantung yang bertekanan rendah akan
terjadi aliran darah dari rongga jantung yang bertekanan tinggi ke rongga
jantung yang bertekanan rendah
Sebagai contoh adanya defek pada sekat ventrikel, maka
akan terjadi aliran darah dari ventrikel kiri ke ventrikel kanan. Kejadian ini
disebut pirau (shunt) kiri ke kanan. Sebaliknya pada obstruksi arteri
pulmonalis dan defek septum ventrikel tekanan rongga jantung kanan akan lebih
tinggi dari tekanan rongga jantung kiri sehingga darah dari ventrikel kanan
yang miskin akan oksigen mengalir melalui defek tersebut ke ventrikel kiri yang kaya akan oksigen, keadaan ini disebut
dengan pirau (shunt) kanan ke kiri yang dapat berakibat kurangnya kadar oksigen
pada sirkulasi sistemik. Kadar oksigen yang terlalu rendah akan menyebabkan
sianosis.
B.
Kelainan
Kongenital Pada Jantung
Penyakit
Jantung Bawaan dapat dibagi menjadi 2 klasifikasi besar, yaitu PJB sianotik dan asianotik
(Bernstein, 2007) :
A.
Penyakit Jantung Bawaan
Asianotik
Penyakit
Jantung Bawaan Asianotik adalah kelainan struktur dan fungsi jantung yang
dibawa lahir yang tidak ditandai dengan sianosis; misalnya lubang disekat
jantung sehingga terjadi pirau (aliran) dari kiri ke kanan, kelainan salah satu
katup jantung dan penyempitan alur keluar ventrikel atau pembuluh darah
besar tanpa adanya lubang di sekat jantung.
Menurut
Soeroso dan Sastrosoebroto (1994), berdasarkan ada tidaknya pirau,
kelompok asianotik terbagi atas 2 kelompok :
a.
Kelompok dengan
pirau kiri ke kanan adalah sebagai berikut:
1. Defek
Septum Ventrikel
Defek
Septum Ventrikel (DSV) adalah lesi kongenital pada jantung berupalubang pada
septum yang memisahkan ventrikel sehingga terdapat hubungan antara antar rongga
ventrikel (Ramaswamy, et al. 2009).
Defek ini
dapat terletak dimanapun pada sekat ventrikel, baik tunggal atau banyak,
serta ukuran dan bentuk dapat bervariasi (Fyler, 1996).
2. Defek
Septum Atrium
Defek Septum Atrium (DSA) adalah
anomali jantung kongenital yang ditandai dengan defek (lubang) pada septum
atrium akibat gagal fusi antara ostium sekundum, ostium primum, dan bantalan
endokardial. Defek Septum Atrium dapat terjadi di bagian manapun dari septum
atrium, tergantung dari struktur septum atrium yang gagal berkembang secara
normal (Bernstein, 2007).
3. Defek
Septum Atrioventrikularis
Defek Septum Atrioventrikularis
(DSAV) ditandai dengan penyatuan DSA dan DSV disertai abnormalitas katup
atrioventrikular (Bernstein, 2007).
4. Duktus
Arteriosus Persisten
Duktus Arteriosus Persisten (DAP)
disebabkan olehduktus arteriosus yang tetap terbuka setelah bayi lahir (Soeroso
and Sastrosoebroto, 1994). Jika duktus tetap terbuka setelah
penurunanresistensi vaskular paru, maka darah aorta dapat bercampur ke darah
arteri pulmonalis (Bernstein, 2007).
b.
Kelompok Tanpa
Pirau Meliputi
1. Stenosis
Pulmonalis
Obstruksi aliran keluar ventrikel
kanan, baik dalam tubuh ventrikel kanan, pada katup pulmonalis, atau dalam
arteri pulmonalis, diuraikan sebagai Stenosis Pulmonalis (SP). Obstruksi
sedang-berat dapat menyebabkan peningkatan aliran darah paru selama berolahraga
sehingga terjadi kelelahan yang diinduksi olahraga, sinkop, atau nyeri dada
(Keaneand St. John Sutton, 2008).
2. Stenosis
Aorta
Stenosis Aorta (SA)
merupakan penyempitan aorta yang dapat terjadi pada tingkat subvalvular,
valvular, atau supravalvular. Kelainan mungkin tidak terdiagnosis pada
masa anak-anak karena katup berfungsi normal, hanya saja akan ditemukan bising
sistolik yang lunak di daerah aorta dan baru diketahui pada masa dewasa
sehingga terkadang sulit dibedakan apakah stenosis aorta tersebut merupakan
penyakit jantung bawaan atau didapat (Soeroso and Sastrosoebroto, 1994).
3. Koarktasio
Aorta
Koarktasio Aorta (KoA) adalah suatu
obstruksi pada aorta desendens yang terletak hampir selalu pada insersinya
duktus arteriosus (Fyler, 1996). Tanda klasik KoA adalah nadi brakhialis
yang teraba normal atau meningkat, nadifemoralis serta dorsalis pedis teraba
kecil atau tidak teraba sama sekali dan harus ditekankan pemeriksaan tekanan
darah pada keempat ekstremitas (Soeroso and Sastrosoebroto, 1994). Pasien dapat
menunjukkan gejala di beberapa minggu awal kehidupan berupa kesulitan
makan, takipnea, danletargia. Gejala dapat memburuk menjadi gagal jantung dan
syok (Rao and Seib, 2009).
B.
Penyakit Bawaan
Sianotik
Sesuai dengan namanya, manifestasi klinis yang selalu
terdapat pada penyakit jantung sianotik adalah sianosis. Sianosis adalah
kebiruan pada mukosa yang disebabkan oleh terdapatnya lebih dari 5 gr/dl
hemoglobin tereduksi dalam sirkulasi.
- Tetralogi
Fallot
Tetralogi
Fallot (TF) merupakan kombinasi 4 komponen, yaitu Defek Septum Ventrikel
(DSV), over-riding aorta, Stenosis Pulmonal (SP), serta hipertrofi ventrikel
kanan.
Salah
satu manifestasi yang penting pada TF dalah terjadinyaseranga sianotik
(cyanotic spells, hypoxic spells, paroxysmal hyperpnea) yang ditandai oleh
timbulnya sesak nafas mendadak, nafas cepat dan dalam, sianosis bertambah,
lemas, bahkan dapat pula disertai kejang atau sinkop (Prasodo, 1994).
- Transposisi
Arteri Besar
Transposisi
Arteri Besar (TAB) ditandai dengan aorta yang secaramorfologi muncul dari
ventrikel kanan dan arteri pulmonalis muncul dari ventrikel kiri.
Gejala klinis dapat berupa sianosis, penurunan toleransi
olahraga, dan gangguan pertumbuhan fisik, mirip dengan gejala pada TF;
walaupun begitu, jantung tampak membesar (Bernstein, 2007).
3. Atresia
Pulmoner dengan Septum Ventrikel Utuh (APSVU),
daun katup pulmonalis berfusi secara
lengkap sehingga membentuk membran dan tidak terdapat jalan keluar (outflow)
ventrikel kanan. Tidak terdapat aliran darah di ventrikel kanan karena tidak
adanya hubungan antar ventrikel (Bernstein, 2007).
4. Ventrikel
Kanan dengan Jalur Kedua Ganda
Ganda Ventrikel Kanan dengan Jalan
Keluar Ganda (VKAJKG), yang dalam kepustakaan barat disebut Double Outlet
Right Ventricle (DORV), adalahkelainan jantung yang ditandai dengan malposisi
arteri-arteri besar, septum outlet, atau keduanya, yang menyebabkan kedua
arteri besar muncul dari ventrikel kanan (Hoffman, 2009).
Jika defek ini disertai dengan SP,
terjadi penurunan aliran darah paru sehingga terjadi sianosis yang cukup berat
seperti gejala TF. Pasien VKAJKG tanpa SP memiliki gejala yang sama dengan DSV,
yaitu peningkatan aliran darah paru sehingga terjadi takipnea dan
kardiomegali (Emmanouilides, et al. 1998).
2.3.3
Hubungan BBC Dengan Penyakit Katup Jantung
Perawatan
gigi sehari hari pada anak dengan penyakit jantung sangat penting dilakukan
untuk mencegah terjadinya Endokarditis Infektif. Kebersihan mulut yang buruk
akan mengakibatkan gingivitis kronis dan penyakit periodontium, atau abses yang
mengakibatkan kerusakan gigi yang akan berdampak terhadap timbulnya bakteriemi
walaupun tanpa adanya tindakan perawatan gigi.
Karies
gigi pada anak dapat terjadi akibat minum susu, atau minuman lain dengan botol
dimalam hari. Karena pada saat itu produksi saliva menurun dan kavitas oral
menjadi kering. Sedangkan pada anak dengan penyakit jantung cenderung mempunyai
gizi yang buruk sehingga perlu asupan gizi yang baik. Sehingga melarang anak
untuk tidak minum susu dimalam hari juga bukan tindakan yang bijaksana. Tetapi
mungkin yang perlu diperhatikan adalah orang tua tidak membiarkan botol susu
sepanjang malam berada didalam mulut. Setelah diagnosa kelainan jantung
ditegakkan maka perlu segera dilakukan evaluasi terhadap kesehatan gigi.
Karena
anak dengan penyakit jantung mempunyai kecenderungan mengalami gangguan pada
gigi. 20% pasien jantung sianotik menunjukkan pertumbuhan gigi yang terlambat.
Hipoksemia kronis merupakan predisposisi untuk terjadinya karies gigi. Karies
gigi juga ditimbulkan oleh obat obatan sirup yang mengandung kadar 30% sukrosa
dan dapat menyebabkan efek kariogenik pada anak anak tertentu. Anak anak dengan
penyakit jantung bawaan tipe sianotik sering membutuhkan suplemen besi yang
dapat menyebabkan pewarnaan gigi, sering mengalami polisitemia yang akan
menimbulkan trombosis dan perdarahan gusi dan sering memerlukan terapi
antikogulan.
Anak
anak dengan kelainan jantung bawaan atau didapat sering disertai dengan
hipoplastik email gigi yang akan menyebabkan lebih cepatnya terjadi pembusukan
gigi.
Diperlukan
kerja sama antara dokter gigi, dokter umum, dokter anak dan dokter jantung anak
untuk dapat mengurangi risiko endokarditis infektif. Orang tua perlu diberitahu
kepentingan antibiotik profilaksis sebagai prosedur gigi.
2.3.4 Macam-Macam Kelainan Kongenital
A) Kelainan Kongenital
Jaringan Lunak: (Paradipta,
2009).
1.
Makroglosia
Pembesaran lidah dapat merupakan
kelainan perkembangan yang disebabkan oleh hipertrofi otot lidah. Lidah yang
besar akan mendorong gigi dan tapakan gigi akan terbentuk pada tepi lateral
lidah, seperti kerang. Makroglosia dapat terlihat pada
sindrom down dan pada kretinisme kongenital akibat kekurangan hormon kelenjar
tiroid pada si ibu. Makroglosia juga dapat merupakan kelainan yang didapat,
selain karena faktor perkembangan misalnya, karena kehilangan gigi geligi
rahang bawah dalam jumlah yang banyak. Pembesaran lidah dapat pula disebabkan
oleh tumor, radang dan perubahan hormonal (misalnya pada kretinisme dan
akromegali).Bergantung pada derajat keparahan dan potensinya untuk menimbulkan
problem dalam rongga mulut, pembesaran lidah dapat dikurangi dengan tindakan
bedah.
2.
Mikroglosia
Mikroglosia adalah lidah yang kecil.
Kejadian ini sangat jarang ditemukan, dapat ditemukan pada sindrom Pierre Robin
yang merupakan kelainan herediter. Pada
hemiatrofi lidah, sebagian lidah mengecil. Penyebabnya dapat berupa cacat pada
saraf hipoglosus yang mempersarafi otot lidah. Tanpa rangsangan, otot lidah
menjadi atrofi dan tubuh lidah menjadi mengecil. Pada kasus ini, selain cacat
pada lidah, juga menimbulkan kerusakan ditempat lain.
3.
Ankiloglosia (tongue tie)
Ankiloglosia
merupakan perlekatan sebagian atau seluruh lidah kedasar mulut. Frenulum
lingualis melekat terlalu jauh kedepan dan terlihat pada posisi bervariasi,
yang paling parah bila terletak pada ujung anterior lidah. Pergerakan lidah
dapat terhambat dan penderita tidak dapat menyentuh palatum keras dalam posisi
mulut terbuka. Bicara dapat terganggu. Kasus ringan tidak membutuhkan
perawatan, sedangkan kasus berat berhasil diobati dengan bedah untuk
memperbaiki perlekatan frenulum.
4.
Sumbing Lidah (cleft tongue)
Sumbing lidah terjadi akibat
terganggunya perpaduan bagian kanan dan kiri lidah.
5.
Tiroid Lingual
Tiroid lingual tampak sebagai suatu
penonjolan pada pangkal lidah sekitar foramen caecum yang mengandung jaringan
tiroid. Patogenesis:
kelenjar tiroid dibentuk pada pangkal lidah (foramen caecum). Pada minggu ke 5,
intrauterin akan turun kebawah di depan trakea dan berhenti di depan os
hyoideum dan os tiroid. Jika sebagian tidak turun, terjadi tiroid lingual.
Secara normal, perjalanan penurunan ini merupakan suatu saluran yang akhirnya
menghilang karena atrof, tetapi kadang-kadang sisa saluran tertinggal dan
terbentuk kista (kista tiroglosus).
6.
Kista Tiroglosus
Mikroskopis: dinding kista mengandung
sisa-sisa jaringan tiroid yang terdiri atas folikel kelenjar tiroid yang
mengandung koloid. Kista ini perlu dibedakan dengan
kista lain yang ditemukan juga pada leher, misalnya kista brankiogenik yang
letaknya tidak pada garis tengah, tetapi lebih ke samping. Pada gambaran
mikroskopis, kista brankiogenik tidak mengandung sisa-sisa kelenjar tiroid,
tetapi terdiri atas folikel jaringan limfoid yang padat serta dilapisi oleh
epitel gepeng berlapis sebagai lapisan dalam dinding kista.
7.
Median Romboid Glositis
Median romboid glositis merupakan
kelainan kongenital akibat kelainan perkembangan embrional. Kedua tuberkulum
lateral lidah tidak bertemu di tengah lidah dan tidak menutup bagian tengah
yang disebut tuberkulum impar. Bagian tengah tampak sebagai suatu daerah
berbentuk belah ketupat berwarna kemerahan seperti terkena radang dengan
permukaan licin karena tidak berpapil. Mikroskopis: ditemukan
akantosis dengan fibrosis jaringan dibawahnya dan sebukan sel radang akut
sehingga secara histologis merupakan radang. Secara patogenetik, kelainan ini
termasuk golongan cacat kongenital.
8.
Lidah Geografik
Biasanya terjadi pada anak-anak.
Tampak daerah kemerahan pada dorsum lidah. Tampak daerah kemerahan pada dorsum
lidah akibat deskuamasi papila filiformis dikelilingi daerah sedikit menonjol
dan berbatas tegas dengan tepi tidak teratur dan berwarna putih kekuningan.
Papila fungiformis tetap ada. Gambaran dapat berubah ubah sehingga dinamakan
glositis migratoris jinak. Lesi umumnya tidak sakit, tetapi kadang-kadang
timbul rasa sakit, terutama ketika memakan makanan asin dan pedas. Jarang
sekali disertai dengan stomatitis areata migrans pada sisi lain mukosa mulut
yang umumnya pada mukosa labial atau bukal. Gambaran mikroskopisnya sama dengan
stomatitis areata migrans, yaitu tampak perpanjangan rete peg dan ada
infiltrasi sel neutrofil.
9.
Hairy Tongue
Tampak bagian tengah belakang lidah
lebih merah dengan permukaan seperti berambut karena hipertrofi papila
filiformis.Lidah dapat mempunyai bentuk dan pergerakan yang berbeda beda karena
pengaruh faktor genetik dan turunan. Lidah dapat berbentuk seperti gulungan
atau berfisura dengan sisi lateral menyentuh garis tengah. Beberapa penderita
dapat mengontrol otot pada ujung lidah untuk membuat bentuk daun daun semanggi,
dinamakan lidah trefoil. Ada pula penderita yang mempunyai genetik untuk mampu
menggerakkan lidah kebelakang dan keluar dari rongga mulut, dinamakan lidah
menelan. Kesemua bentuk lidah yang dapat melakukan pergerakan ini bukan
menunjukkan kelainan genetik bawaan maupun penyakit, tetapi merupakan keadaan
normal bagi mereka yang dapat melakukan pergerakan tersebut.
B) Kelainan Kongenital
Jaringan Keras
1.
Torus
Torus merupakan pembengkakan pada
rahang yang menonjol dari mukosa mulut yang tidak berbahaya dan disebabkan oleh
pembentukan tulang normal yang berlebihan, tampak radiopak dan dapat terjadi di
beberapa tempat dari tulang rahang.
Pada garis tengah palatum keras,
tampak sebagai massa tonjolan tunggal atau multipel didaerah sutura palatal
bagian tengah, berbentuk konveks, dapat pula berbentuk gepeng, nodular atau
lobular dan dinamakan torus palatinus.
Mandibula umumnya merupakan massa putih
bilateral di bagian lingual akar gigi premolar dan dinamakan torus
mandibularis. Bentuk bervariasi, dapat satu lobus atau multipel, unilateral
atau bilateral. Tumbuh langsung di atas garis milohioid, meluas dari kaninus
sampai molar pertama.
Umumnya, torus menjadi jelas sesudah
dewasa meskipun kadang-kadang pada anak-anak sudah jelas. Pasien umumnya tek
menyadari, hanya diketahui oleh dokter atau dokter gigi, terutama dalam
hubungannya dengan pembuatan desain geligi tiruan. Frekuensi bervariasi dengan
usia. Rasio wanita:pria adalah 2:1
Torus dapat disebabkan oleh faktor
genitik atau fungsi. Namun, peran faktor fungsi tidak begitu kuat karena
frekuensi kejadian pada wanita Eskimo kurang dibandingkan laki-laki Eskimo
meskipun fungsi rahang pada wanita Eskimo ini lebih besar mengingat wanita
Eskimo sering mengunyah sejenis tumbuhan.
Gambaran mikroskopis tampak korteks
tulang yang padat dan kompak, dengan daerah sentral tulang lebih spongiosa dan
kadang-kadang ditemukan lemak dalam sumsum tulang.
Proyeksi tulang yang sama dapat
terlihat pada permukaan labial atau bukal dari lingir alveolar maksila atau
mandibula dan dinamakan tulang eksostosis. Umumnya, kelainan ini tidak
membutuhkan perawatan. Kalau mengganggu pemakaian gigi tiruan atau bicara,
dapat dilakukan pengambilan secara bedah.
2.
Agnasia
Kesalahan pembentukan lengkung mandibula sering dihubungkan dengan anomali fusi
telinga luar pada daerah garis tengah yang normalnya ditempati oleh mandibula
sehingga telinga bertemu di garis tengah.
Agenesis
absolut mandibula masih diragukan apakah bisa terjadi. Pada keadaan ini, lidah
juga tidak terbentuk atau mengalami reduksi ukuran. Meskipun astomia (tidak
terbentuknya mulut) dapat terjadi, mikrostomia (mulut yang kecil) lebih sering
terjadi. Kadang-kadang tidak ada hubungan dengan faring, yang tersisa hanya
membran buko faringeal. Agnasia sering juga disebabkan oleh gangguan
vaskularisasi.
3.
Mikrognasia
Istilah
mikrognasia umumnya dipakai khusus untuk mandibula meskipun dapat pula dipakai
untuk menunjukkan pengecilan ukuran mandibula dan maksila. Dagu dapat sangat
retrusif atau absen sama sekali. Hidung dan bibir atas menjadi menonjol sehingga
muka seperti burung.
Keadaan
ini dapat bersifat kongenital seperti yang ditemukan pada berbagai sindrom,
dapat pula terjadi sesudah lahir, misalnya akibat trauma, atau infeksi seperti
atritis rematoid juvenilis.
Mikrognasia disebabkan oleh
kegagalan pusat pertumbuhan di kepala sendi. Penyebabnya adalah kelainan
perkembangan atau didapat. Cedera pada kepala sendi oleh trauma pada saat lahir
atau infeksi pada telinga dapat menyerang pusat pertumbuhan kepala sendi.
Kemungkinan lain adalah trauma atau infeksi daerah kepala sendi yang umumnya
unilateral dan menyebabkan pengecilan ukuran rahang yang unilateral.
Mikrognasia
rahang atas ditemukan pada disostosis kraniofasial sindrom
akrosefalosindaktilia yang karakteristik ditemukan pada oksisefalik, sindaktilia
tangan dan kaki dan pada sindrom down.
Keadaan
ini dapat dikoreksi dengan bedah. Bila perkembangan rahang tidak bagus, gigi
geligi menjadi berdesakan dan rahang gagal untuk menyesuaikan diri sehingga
gigi tidak dapat beroklusi dengan baik atau dalam posisi buruk untuk berfungsi
atau mengganngu estetik.
4. Makrognasia
Makrognasia adalah rahang yang besar. Jika terjadi pada rahang bawah, hal ini
dapat menyebabkan protrusi (kelas III Angle) dengan dagu menonjol. Keadaan ini
dapat bersifat kongenital dan dapat pula bersifat dapatan melalui penyakit
serta dapat dikoreksi dengan tindakan bedah. Pada akromegali, penderita
mempunyai tumor kelenjar hipofisis yang akan mendorong pertumbuhan terus
menerus pada tempat tertentu, misalnya jari dan tulang mandibula. Beberapa
kelainan menyerang rahang dan juga daerah lain, antara lain merupakan sindrom
seperti sindrom Pierre Robin. Pada sindrom ini, anak lahir dengan mikrognasia
rahang bawah yang berat, lidah menjulur keluar dan sumbing palatum. Cacat lain
seperti deformitas telinga dapat juga terjadi. Contoh lain adalah sindrom
Treacher Collins. Ada beberapa sindrom perkembangan
yang menunjukkan mikrognasia rahang atas sebagai bagian suatu sindrom, misalnya
sindrom down atau sindrom Apert. Sindrom down merupakan penyakit genetika yang
paling sering ditemukan dengan ciri khas berupa rahang atas yang kecil selain
tanda lainnya. Pada penyakit Crouzon yang merupakan kraniofasial sinostosis
yang berkaitan dengan sindrom Apert, ditemukan rahang atas dan hidung yang
kecil sehingga menyebabkan muka melesak kedalam.
5.
cleft lip dan cleft palate
Bibir
sumbing (cleft lip) adalah kelainan berupa celah pada bibir atas yang
didapatkan seseorang sejak lahir. Bila celah berada pada bagian langit-langit
rongga mulut (palatum), maka kelainan ini disebut cleft palate. Pada cleft
palate, celah akan menghubungkan langit-langit rongga mulut dengan rongga
hidung. Ada tiga jenis kelainan cleft, yaitu:
• Cleft lip tanpa disertai cleft palate
• Cleft palate tanpa disertai cleft lip
• Cleft lip disertai dengan cleft palate
• Cleft palate tanpa disertai cleft lip
• Cleft lip disertai dengan cleft palate
Sekitar
separuh dari semua kasus cleft melibatkan bibir atas dan langit-langit
sekaligus. Celah dapat hanya terjadi pada satu sisi (unilateral) atau pada
kedua sisi (bilateral) bibir. Cleft lip dan cleft palate terbentuk saat bayi
masih dalam kandungan(Anonim,2009).Proses terbentuknya kelainan ini sudah
dimulai sejak minggu-minggu awal kehamilan ibu. Saat usia kehamilan ibu
mencapai 6 minggu, bibir atas dan langit-langit rongga mulut bayi dalam
kandungan akan mulai terbentuk dari jaringan yang berada di kedua sisi dari
lidah dan akan bersatu di tengah-tengah. Bila jaringan-jaringan ini gagal
bersatu, maka akan terbentuk celah pada bibir atas atau langit-langit rongga
mulut. Sebenarnya penyebab mengapa jaringan-jaringan tersebut tidak menyatu
dengan baik belum diketahui dengan pasti. Akan tetapi faktor penyebab yang
diperkirakan adalah kombinasi antara faktor genetik dan faktor lingkungan
seperti obat-obatan, penyakit atau infeksi yang diderita ibu saat mengandung,
konsumsi minuman beralkohol atau merokok saat masa kehamilan. Resiko terkena
akan semakin tinggi pada anak-anak yang memiliki saudara kandung atau orang tua
yang juga menderita kelainan ini, dan dapat diturunkan baik lewat ayah maupun
ibu. Cleft lip dan cleft palate juga dapat merupakan bagian dari sindroma
penyakit tertentu. Kekurangan asam folat juga dapat memicu terjadinya kelainan
ini.
Anak dengan cleft kadang memiliki gangguan dalam pendengaran. Hal ini
disebabkan oleh kemungkinan adanya infeksi yang mengenai tuba Eustachia
(saluran yang menghubungkan telinga dengan rongga mulut). Semua telinga anak
normal memproduksi cairan telinga yang kental dan lengket. Cairan ini dapat
menumpuk di belakang gendang telinga. Adanya cleft dapat meningkatkan
kemungkinan terbentuknya cairan telinga ini, sehingga menyebabkan gangguan atau
bahkan kehilangan pendengaran sementara (Bakar, 2002)
Gejalanya berupa:
a.
pemisahan bibir
b. pemisahan
langit-langit
c.
pemisahan bibir dan langit-langit
d. distorsi
hidung
e.
infeksi telinga berulang
f.
berat badan tidak bertambah
g.
regurgitasi hidung ketika menyusu (air susu keluar dari lubang hidung)
Gambaran Klinis
Gambaran klinis celah bibir menurut Klasifikasi Veau, dapat bervariasi,
dari pit atau takik kecil pada tepi merah bibir sampai sumbing yang meluas ke
dasar hidung.
Klas I : takik unilateral pada tepi
merah bibir dan meluas sampai bibir.
Klas II: bila takik pada merah bibir sudah meluas ke
bibir, tetapi tidak mengenai dasar hidung.
Klas III: sumbing unilateral pada merah bibir yang
meluas melalui bibir ke dasar hidung.
Klas IV: setiap sumbing bilateral pada bibir yang
menunjukkan takik tak sempurna atau merupakan sumbing yang sempurna.
Gambaran Klinis Celah Palatum
Menurut sistem Veau, sumbing palatum
dapat dibagi dalam 4 tipe klinis, yaitu :
Kelas I :
Sumbing yang terbatas pada palatum lunak.
Kelas II: Cacat pada palatum keras dan lunak yang
hanya terbatas pada palatum sekunder tetapi tidak melampaui foramen insisivum.
Kelas III: Sumbing pada palatum sekunder dapat
komplet atau tidak komplet. Sumbing palatum komplet meliputi palatum lunak dan
keras sampai foramen insisivum. Sedangkan sumbing yang tidak komplet meliputi
palatum lunak dan palatum keras, tetapi tidak meluas sampai foramen insisivum.
Sumbing unilateral yang komplet dan meluas dari uvula sampai foramen insisivum
di garis tengah dan proc. Alveolaris unilateral yang juga termasuk kelas III.
Kelas IV : Sumbing bilateral komplet meliputi
palatum lunak dan keras serta proc. Alveolaris pada kedua sisi premaksila,
meninggalkan daerah itu bebas dan sering kali bergerak.
2.4 Psikologi anak dalam Perawatan
Gigi
2.4.1
Psikologi dan Kebutuhan Anak
a.
Kebutuhan Dasar Psikologi
Kebutuhan dasar psikologi merupakan
kebutuhan untuk bertahan hidup misalnya makanan, minuman, air, istirahat,
sex, dan sumber penghasilan untuk mengurus anak. Baik manusia maupun
hewan memiliki kebutuhan-kebutuhan ini, tapi Maslow mempertimbangkan bahwa
mempelajari binatang tidak bisa membuat member pemahaman yang baik terhadap
motivasi manusia karena binatang memiliki motivasi yang kecil. Maslow berate
bahwa, “ Begitu banyak penemuan datri penelitian terhadap binatang memang tepat
untuk binatang tapi tidak untuk manusia. Tidak ada alasan kita meneliti
binatang jika kita ingin memahami manusia”.
b. Kebutuhan Rasa Aman
Rasa aman merupakan salah satu kebutuhan
dasar psikologis seperti perlindungan dari bahaya, keamanan, perlindungan,
stabilitas, struktur dan batas. Kebutuhan ini menjadi langkah yang harus
dipenuhi untuk mencapai kebutuhan-kebutuhan lainnya. Sifat dasar dari kebutuhan
rasa aman bisa kita pelajari dari bayi dan anak-anak karena mereka membutuhkan
rasa aman ini lebih sederhana dan jelas dibandingkan ndengan orang dewasa. Anak
kecil lebih sensitif dengan keadaan luar yang mengganggunya seperti suara yang
terlalu kerasa atau cahaya yang terlalu menyilaukan. Pada orang dewasa
kebutuhan ini memotivasinya untuk mencari kerja atau menabung uang (Paradipta,
2009).
c. Kebutuhan Pengakuan dan Kasih Sayang
Kebutuhan ini berhubungan dengan
kebutuhan memiliki hubungan perasaan dengan orang lain. Manusia butuh untuk
disuakai, disayangi, direspon, dan diakui. Maslow pun menyebutkan bahwa tidak
terpenuhinya kebutuhan ini menyebabkan maladjustment. Menurut
pandangannya cinta dan seks tidak memiliki persamaan dalam psikologi, walaupun
dalam kenyataannya perilaku seksual tidak ditentukan oleh kebutuhan seksual
saja tetapi juga oleh kasih sayang dan perasaan. Dan kebutuhan akan kasih
sayang itu di dalamnya termasuk kebutuhan untuk menyayangi dan disayangi
(Paradipta, 2009).
d. Kebutuhan Penghargaan
Penghargaan yang tertinggi yaitu
penghargaan terhadap diri sendiri yang dibangun dari pencapaiaan, self-respect,
self-sufficiency (berkecukupan), dan kebebasan. Penghargaan terendah
datang dari respek orang lain terhadap apa yang kita capai termasuk perhatian
status dan apresiasi. kebutuhan akan penghargaan bersifat kontinu berbeda
dengan kebutuhan akan kasih sayang yang bersifat insidental. Kebutuhan ini
memiliki dua kategori diantaranya:
1. Kebutuhan untuk pencapaian prestasi,
kompetensi, kebebasan dan rasa kecukupan.
2. Kebutuhan untuk reputasi dan
martabat, yaitu penghargaan dari orang lain meliputi pengakuan, perhatian, dan
kedudukan.
e. Kebutuhan Kognitif
Menurut Maslow (1943) “Keinginan untuk
tahu dan mengerti adalah conative, yang harus dilakukan dengan
usaha-usaha tertentu, dan kebutuhan ini diperlukan layaknya kebutuhan dasar”.
Maslow tidak begitu jelas mengapa menempatkan kebtuhan kognitif ini diurutan
atas dalam hierarki kebutuhannya, tapi pastinya kebutuhan ini ditempatkan
setelah kebutuhan akan kasih sayang dan penghargaan dan sebelum kebutuhan untuk
aktualisasi diri.
Pengetahuan menjadi prasyarat untuk mengaktualisasikan diri karena jumlah pengetahuan sangat penting untuk motivasi mengembangkan potensi dan perencanaan hidup. Ketika individu mengetahui dengan pasti petunjuk dimana aktualisasi diri ditemukan, aktualisasi diri membantu memotivasi untiuk mengikuti belajar tambahan. Menurut Maslow, proses pembelajaran dan pemahaman itu tidak memiliki arti apa-apa jika tidak ditanamkan.
Pengetahuan menjadi prasyarat untuk mengaktualisasikan diri karena jumlah pengetahuan sangat penting untuk motivasi mengembangkan potensi dan perencanaan hidup. Ketika individu mengetahui dengan pasti petunjuk dimana aktualisasi diri ditemukan, aktualisasi diri membantu memotivasi untiuk mengikuti belajar tambahan. Menurut Maslow, proses pembelajaran dan pemahaman itu tidak memiliki arti apa-apa jika tidak ditanamkan.
f. Kebutuhan Estetika
Kebutuhan estetika meliputi kebutuhan
akan keindahan, kesenian, musik, yang merupakan bagian dari aspirasi tertinggi
dari individu. Kebutuhan ini akan muncul jika kebutuhan-kebutuhan yang lain
sudah terpenuhi. Melalui kebutuhan inilah individu dapat mengembangkan
kreativitasnya.
g. Kebutuhan Aktualisasi Diri
Aktualisasi diri adalah realisasi dari
keseluruhan potensi yang ada pada manusia. Maslow menyamakan “aktualisasi diri”
dengan pertumbuhan motivasi. Maslow berpendapat bahwa manusia dimotivasi untuk
menjadi segala sesuatu yang dia mampu. Walaupun kebutuhan lain terpenuhi tapi
apabila kebutuhan akan aktualisasi diri tidak terpenuhi, tidak mengembangkan
atau tidak mampu menggunakan kemampuan bawaannya secara penuh, maka sindividu
akan mengalami kegelisahan, ketidaksenangan, atau frustasi. Maslow mengemukakan
bahwa seorang musikus harus membuat musik, seorang pelukis harus melukis.
Apabila seorang musikus bekerja sebagai seorang akuntan maka dia akan mengalami
kegagalan dalam memenuhi aktualisasi dirinya (Markova,2005) .
2.4.2
Manajemen Perilaku Pasien Anak
Permasalahan manajemen perilaku adalah apa yang
dokter gigi amati, sedangkan ketakutan dan kecemasan gigi adalah yang biasa
dirasakan pasien dan dua hal tersebut tidak selalu berkorelasi. Beberapa anak
hadir dengan perilaku manajemen tanpa ketakutan dan kecemasan, beberapa
menangkap ketakutan dan kecemasan, tapi mampu mengatasi situasi, dan
beberapa lagi mengalami ketakutan dan kecemasan serta masalah manajemen perilaku.
Faktor etiologi dari kecemasan dan masalah manajemen perilaku dibagi menjadi tiga kelompok utama :
beberapa lagi mengalami ketakutan dan kecemasan serta masalah manajemen perilaku.
Faktor etiologi dari kecemasan dan masalah manajemen perilaku dibagi menjadi tiga kelompok utama :
1.
Faktor Pribadi
- Usia
- Ketakutan dan kecemasan
- Temperamen
- Usia
- Ketakutan dan kecemasan
- Temperamen
2.
Faktor Eksternal
- Gigi orang tua
- Situasi sosial keluarga
- Latar belakang etnis keluarga
- Gigi orang tua
- Situasi sosial keluarga
- Latar belakang etnis keluarga
3.
Dental Faktor
- Nyeri
- Dental operator
- Nyeri
- Dental operator
A.
Strategi
pencegahan
Bagian ini berkaitan dengan bagaimana
mencegah masalah manajemen perilaku serta rasa takut dan kecemasan dengan
menggunakan teknik perilaku. Seperti dijelaskan dalam bagian sebelumnya, ada
kelompok faktor etiologi, dan
salah satu strategi mengatasi perilaku anak adalah dengan komunikasi.
Komunikasi yanga baik haruslah :
1.
disesuaikan
dengan usia dan kematangan anak;
2.
termasuk
mengirim serta menerima pesan;
3.
pesan
tidak dikomunikasikan sampai adanya penerimaan;
4.
verbal
dan non verbal ( komunikasi non verbal setidaknya sama pentingnya dengan kata -
kata yang digunakan untuk berbicara dengan pasien cemas );
5.
menggunakan
teknik tell-show-do ( TSD ).
B.
Pengelolahan
Anak Berdasarkan Usia
a. Usia
15 bulan - 2,5 tahun
Pengelolaannya yaitu
perlu dilayani sesuai dengan pengertian anak dan anak tidak begitu rewel bila
dirawat bersama anak - anak sebaya di klinik. Perlu ditunggu orang yang dikenal
atau dipercayai dan memberi rasa tentram serta pelayanan dikerjakan dengan
prosedur yang sesingkat - singkatnya.
b. Usia
prasekolah ( 3 – 5 tahun )
Pengelolaannya yaitu
perlu ditunggui ibu atau orang yang dikenal, banyak dipuji, banyak diajak
bicara, dan diberi pengertian serta perlu kesabaran dokter gigi.
c. Usia
sekolah ( 6 - 7, 8 – 9, dan 10 – 12 tahun )
Pengelolaan pada
ketiga tingkatan umur ini hampir sama yaitu anak perlu banyak dipuji, dan
diberi penjelasan tentang tujuan perawatan. Anak dibujuk dan bukan
diperintahkan serta diberi kesempatan agar anak menunjukkan sikap yang mandiri.
2.4.3 Cara Pendekatan Anak pada
Dokter gigi
Pasien anak memerlukan pendekatan yang khusus
dan berbeda dengan orang dewasa karena sedang dalam proses perkembangan jiwa
dan diperlukan waktu yang cukup lama untuk dapat dirawat dengan baik terutama
untuk anak yang kurang kooperatif. Kunci keberhasilan dokter gigi dan perawat
gigi dalam menanggulangi pasien anak adalah pada kemampuannya untuk
berkomunikasi dengan mereka dan menanamkan kepercayaan diri pada anak tersebut.
Cara pendekatan anak pada dokter gigi yaitu :
1.
Komunikasi
Berkomunikasi
dengan anak merupakan kunci utama untuk penanggulangan perilaku anak. Kontak
mata dengan anak perlu dilakukan disertai dengan sambutan hangat dan sikap
bersahabat. Letak keberhasilan dokter gigi dan perawat gigi dalam menanggulangi
pasien anak adalah pada kemampuannya untuk berkomunikasi dengan mereka dan
menanamkan kepercayaan pada diri anak tersebut. Untuk mengurangi rasa takut
perlu dipakai bahasa kedua atau menghaluskan bahasa yang disebut cufemism.
Komunikasi yang efektif dengan anak merupakan prinsip utama terhadap teknik
penanggulangan tingkah laku anak. Komunikasi dengan anak akan bertambah baik
apabila dokter gigi dan perawat gigi mengetahui tingkah laku perkembangan
psikologi anak. Komunikasi dengan anak dapat dilakukan dengan 2 cara :
a.
Komunikasi ekplisit ( objektif )
Merupakan
komunikasi yang informasinya disampaikan secara verbal. Dalam hal ini, dokter
gigi jangan membuat pertanyaan yang memaksa anak untuk memilih jawaban ya atau
tidak. Pada waktu diperiksa giginya misalnya “ mau, kan, kamu membuka mulut ”.
Pada umumnya anak akan memberi jawaban “ tidak ” dalam usahanya menghindari
giginya dirawat. Maka lebih baik anak dianjurkan untuk membuka dengan ucapan “
coba mulutnya dibuka ”.
b.
Komunikasi implisit ( subjektif )
Merupakan
informasi yang disampaikan secara non verbal seperti ekspresi wajah, tekanan
suara, sentuhan tangan, dan ruang tunggu. Umumnya pada pasien anak - anak
banyak yang merasa cemas, bentuk komunikasi non verbal yang dapat dilakukan
pada pasien anak - anak adalah bisa dengan menyentuh tangannya dan tersenyum.
Cara Membuka Komunikasi
1.
Abaikan segala gejala yang tidak koperatif yang
mula - mula ditunjukkan anak.
2.
Mulai dengan prosedur yang paling mudah dan
cepat dikerjakan dengan yang sulit.
3.
Hindarkan selalu hal yang membuat anak takut,
misal alat / obat, kata - kata yang menakutkan, dan persiapan yang berlebihan.
2.
Modeling
Modeling
adalah teknik yang menggunakan kemampuan anak untuk meniru anak lain dengan
cara pengalaman yang sama dan telah berhasil. Metode ini dipakai terhadap anak
yang cemas dan takut yang belum pernah dirawat giginya. Sebagai model adalah
pasien anak yang berkualitas baik yang sudah terlatih dan berani atau kelompok
anak pengalaman dalam perawatan gigi.
Menurut
Bandura ( 1969 ), modeling adalah suatu proses sosialisasi yang terjadi
baik secara langsung maupun secara tidak langsung dalam interaksinya dalam
lingkungan sosial. Bandura mengemukakan 4 komponen dalam proses belajar melalui
model :
·
Memperhatikan. Sebelum melakukan anak
akan memperhatikan model yang akan ditiru. Keinginan ini timbul karena model
memperlihatkan sifat dan kualitas yang baik.
·
Mencekam. Setelah memperhatikan dan
mengamati model maka pada saat lain anak akan memperlihatkan tingkah laku yang
sama dengan model yang dilihat. Dalam hal ini anak sudah merekam dan menyimpan
hal - hal yang dilakukan model.
·
Memproduksi gerak motorik. Untuk
menghasilkan sesuai apa yang dilakukan model atau mengulang apa yang dilihatnya
terhadap model.
·
Ulangan penguatan dan motivasi. Sehingga
anak dapat mengulangi dan mempertahankan tingkah laku model yang dilihatnya.
Dokter gigi juga dapat bertindak sebagai model yang menunjukkan sifat tenang,
tidak ragu, dan rapi.
3.
Desensitisasi
Suatu cara untuk
mengurangi rasa takut atau cemas seorang anak dengan jalan memberikan
rangsangan yang membuatnya takut / cemas sedikit demi sedikit rangsangan
tersebut diberikan terus, sampai anak tidak takut atau cemas lagi. Merupakan
salah satu teknik yang paling sering digunakan oleh psikolog dalam merawat
pasien untuk mengatasi rasa takut. Teknik dari desensitisasi terdiri dari 3
tahap, yaitu :
1.
melatih pasien untuk rileks;
2.
menyusun secara berurutan rangsangan yang
menyebabkan pasien merasa takut atau cemas yaitu dari hal yang paling
menakutkan sampai hal yang tidak menakutkan;
3.
mulailah memberikan rangsangan secara berurutan
pada pasien yang rileks tersebut. Dimulai dengan rangsangan yang menyebabkan
rasa takut yang paling ringan dan berlanjut ke rangsangan yang berikutnya. Bila
pasien tidak takut lagi pada rangsangan sebelumnya, rangsangan ini ditingkatkan
menurut urutan yang telah disusun.
Desensitisasi
yang dilakukan di klinik pada anak yang takut atau cemas, caranya dengan
memperkenalkan anak pada hal - hal yang menimbulkan rasa takut / cemas.
Misalnya ruang tunggu, dokter gigi dan perawat, kursi gigi, dan pengeboran.
Yang perlu diperhatikan, anak harus rileks, untuk itu kemungkinan diperlukan
beberapa kali kunjungan atau mengulangi rangsangan beberapa kali sampai anak
tidak takut.
4.
HOME ( Hand Over Mouth Exercise )
/ penahanan dengan tangan pada mulut
Tujuan
dari HOME :
a. untuk
mencegah respon menolak terhadap perawatan gigi,
b. menyadarkan
anak bahwa yang mencemaskan anak sebenarnya tidak begitu menakutkan seperti yang
dibayangkan,
c. mendapatkan
perhatian anak agar dia mendengar apa yang dikatakan dokter dan menerima
perawatan.
Tindakan ini
dilakukan dengan syarat sebagai berikut.
a. Usia
anak 3 – 6 tahun.
b. Anak
dalam keadaan sehat.
c. Anak
tidak dibawah pengaruh obat.
d. Telah
dicoba dengan cara lain tetapi tidak berhasil..
e. Izin
orang tua.
Cara melakukan
HOME :
a. orang
tua diminta meninggalkan ruangan dan sebelumnya diberitahu mengenai tindakan
yang akan dilakukan terhadap anak untuk menghindari salah paham;
b. anak
didudukkan di kursi dan tangan kiri dokter menutup mulut anak, dijaga hidung
jangan sampai tertutup;
c. tangan
kanan memegang badan anak, dengan kata - kata lembut anak dibujuk agar berhenti
menangis atau berteriak sehingga setelah perawatan anak akan bertemu dengan
ibunya kembali;
d. membisikkan
kata - kata lembut dengan instruksi “ tangan harus tetap berada dipangkuan “.
Biasanya bila anak mengikuti instruksi yang diberikan pada langkah pertama ini,
mereka menjadi lebih cepat bersifat koperatif. jika anak tersebut menangis, ingatkan
anak agar tetap meletakkan tangannya dipangkuan;
e. bila
anak berhenti menangis dokter akan melepaskan tangannya, diberi pujian,
kemudian dilakukan perawatan;
f. setelah
anak dikuasai biasanya perawatan dapat dilakukan dan setelah selesai kita
memberi pujian dan anak dikembalikan ke orang tua.
Teknik ini ditujukan pada waktu tertentu, misalnya bila
si anak menjadi tidak koperatif, menangis histeris, bila komunikasi antara
dokter gigi dan pasien sudah tidak berguna lagi.
5.
Reinforcement
Reinforcement
didefenisikan sebagai motivasi atau hal yang memperkuat pola tingkah laku,
sehingga memungkinkan tingkah laku tersebut menjadi panutan dikemudian hari.
Pada umumnya anak akan senang jika prestasi yang telah ditunjukkan dihargai dan
diberi hadiah. Hal ini dapat meningkatkan keberanian anak dan dipertahankan
untuk perawatan dikemudian hari. Ada 2 tipe reinforcement yang dijumpai
sebagai penuntun tingkah laku anak yaitu :
Reinforcement
positif
Reinforcement
dapat diberikan setelah anak menunjukkan tingkah laku yang positif dalam
perawatan gigi misalnya :
a. ungkapan
kata yang menyatakan bahwa pasien berperilaku manis hari ini, waktu dirawat (
setiap akhir dari perawatan );
b. untuk
hadiah yang lain diberikan pada akhir perawatan sebagai tanda senang atas
tingkah laku yang baik misalnya dengan memberikan notes, gambar temple,
dll. Tetapi tidak boleh terlalu sering diberikan hadiah ( akhir dari perawatan
).
Reinforcement negatif
Reinforcement
diberikan hanya jika anak menunjukkan tingkah laku yang positif. Dokter
gigi menguatkan tingkah laku yang tidak diinginkan dengan menunda perawatan
gigi anak karena tingkah lakunya tidak kooperatif sampai anak mempunyai
keinginan dirawat. Walaupun anak tidak menunjukkan sikap yang baik tetapi anak
menerima hadiah dari dokter gigi dengan harapan meningkatkan hubungan yang
positif pada waktu berkunjung berikutnya. Sebaliknya anak merasa dapat bebas
dengan taktik tersebut dan cenderung mengulanginya pada kunjungan berikutnya.
Dengan reinforcement negative berarti dokter gigi menguatkan tingkah
laku yang tidak diinginkan .
6. Sedasi
Sedasi
berarti menghilangkan rasa cemas. Oleh karena itu penggunaan lokal anastesi
wajar diperlukan, tetapi biasanya tidak menimbulkan masalah bila pasien sudah
diberi penenang. Walaupun demikian, sedasi dengan menggunakan nitrous oxide
dapat menyebabkan analgesik terhadap sedasi. Tetapi analgesik tidak selalu
diperlukan. Perlu diketahui bahwa pasien yang diberi penenang, sadar dan
mempunyai refleks normal seperti refleks batuk. Sedasi dapat diberikan oleh
dokter gigi yang hendak melakukan perawatan gigi pada pasien dimana anastesi
tidak boleh diberikan. Sedasi dapat diberikan secara oral, intra vena, intra
muscular, dan inhalasi.
C. Triad Of Concern
Dalam penanggulangan
tingkah laku anak, ada tiga komponen yang harus dipertimbangkan ( Triad of
Concern ) yakni pasien anak, orang tua dan dokter gigi.
Orang Tua
Peranan orang tua
merupakan salah satu faktor dalam keberhasilan perawatan pasien anak oleh
karena sikap orang tua akan mempengaruhi tingkah laku anak. Pendekatan dengan
orang tua dapat dilakukan dengan cara memberikan nasehat ( counseling )
yaitu perawatan gigi yang harus diperhatikan, kapan dimulai dan pengaruh
lingkungan dimana hal ini dapat disebarkan melalui berbagai media massa atau
secara individu.
Beberapa hal penting
dan dianjurkan pada orang tua, yaitu :
1. agar
orang tua tidak menceritakan dengan suara ketakutan di depan si anak oleh
karena salah satu penyebab rasa takut adalah bila mendengar pengalaman orang
tuanya yang tidak menyenangkan di praktek gigi. Mereka dapat mencegah timbulnya
rasa takut untuk mengatakan hal - hal yang menyenangkan dalam praktek dokter
gigi dan bagaimana baiknya dokter gigi;
2. agar
orang tua jangan sekalipun menggunakan praktek dokter gigi sebagai ancaman atau
hukuman;
3. agar
orang tua memperkenalkan si anak dengan bidang kedokteran gigi sebelum anak
sakit gigi. Anak dibawa ke dokter gigi agar diperoleh hubungan yang dekat
dengan ruang praktek maupun dengan dokter gigi itu sendiri;
4. keberanian
orang tua pada waktu mengantarkan anak ke praktek dokter gigi dapat menimbulkan
rasa berani anak. sebaliknya rasa cemas itu dapat menimbulkan keadaan yang
tidak menguntungkan;
5. lingkungan
rumah dan sikap orang tua yang baik akan membentuk temperamen anak yang umumnya
merupakan pasien dokter gigi yang baik juga;
6. agar
orang tua tidak memberi sogokan supaya anak mau diajak ke dokter gigi;
7. orang
tua dianjurkan perlunya perawatan gigi yang rutin dan teratur, tidak hanya
dalam merawat gigi tetapi juga dalam membentuk anak sebagai pasien yang baik;
8. agar
orang tua jangan merasa malu, cerewet atau bersikap kejam mengatasi rasa takut
terhadap perawatan gigi. Hal ini hanya membuat si anak dendam pada dokter gigi
dan usaha dokter gigi menjadi lebih sulit;
9. agar
orang tua mencegah kesan yang jelek mengenai perawatan gigi yang datangnya dari
luar;
10. orang
tua tidak boleh menjanjikan pada anak apa yang akan dan tidak dilakukan oleh
dokter gigi. Dokter gigi tidak boleh dibatasi apa yang akan dilakukannya pada
anak tersebut. Orang tua juga tidak boleh menjanjikan pada anaknya bahwa dokter
gigi tidak akan menyakitinya. Kebohongan hanya menyebabkan kekecewaan dan rasa
tidak percaya diri;
11. beberapa
hari sebelum kunjungan, agar orang tua menyampaikan pada si anak bahwa mereka
akan pergi ke dokter gigi;
12. setelah
anak memasuki ruang praktek gigi, orang tua mempercayakan anaknya secara
keseluruhan pada dokter giginya.
Dokter Gigi
Beberapa hal yang
harus diperhatikan oleh dokter gigi yaitu :
1. Kepribadian
dokter gigi dan perawatnya
Dalam
merawat pasien anak, dokter gigi dan perawat gigi harus mempunyai pengetahuan
yang cukup tentang psikologi anak agar dapat mengatasi anak tanpa menimbulkan
trauma psikologi pada anak tertentu.
2. Waktu
dan lamanya kunjungan
Harus
diusahakan untuk tidak membuat si anak di kursi gigi lebih lama dari setengah
jam, oleh karena dapat menyebabkan si anak bosan dan menangis. Waktu kunjungan,
misalnya pada anak -anak pra sekolah tidak boleh diberikan waktu kunjungan pada
waktu - waktu tidurnya karena anak - anak yang dibawa waktu ini biasanya
mengantuk, lekas marah, dan susah diatur.
3. Komunikasi
dokter gigi
Seorang
dokter gigi harus mempelajari bagaimana komunikasi dengan pasiennya dan
mempunyai pengertian yang dalam terhadap pasien dan masalahnya sehingga ia
dapat melakukan pada setiap pasiennya diagnosa yang lengkap dan perawatan
secara menyeluruh. Pada waktu berkomunikasi dengan anak ada beberapa hal dalam
berkomunikasi yang perlu diperhatikan.
o Mengikutsertakan
si anak dalam pembicaraan.
o Menghindarkan
penggunaan kata - kata yang menimbulkan rasa takut.
o Menghindarkan
penggunaan kalimat yang berupa perintah tetapi berupa saran ( anjuran ).
o Penguasaan
diri dan tidak boleh cepat marah dalam menghadapi pasien anak.
o Kelemah
lembutan dalam melakukan perawatan terhadap anak.
o Pemberian
hadiah dan pujian.
4.
Keterampilan dokter gigi
Seorang
dokter gigi harus mampu melaksanakan tugasnya dengan cekatan, terampil dan
sedikit mungkin menimbulkan rasa sakit. Dalam melakukan perawatan terhadap
pasien anak, tenaga asisten atau perawat gigi akan sangat berarti., terutama
pada waktu menolong mengontrol anak dan melakukan tindakan operatif. Cara yang
sederhana dan mudah umumnya merupakan cara yang cepat dilakukan. Teknik
operatif harus dikerjakan dengan lancar.
5.
Susunan ruang praktek gigi
Oleh karena rasa takut
anak sewaktu memasuki ruang praktek maka untuk mengurangi rasa takut ini
adalah dengan membuat suasana ruang tunggu seperti suasana rumah. Buat
ruang tunggunya menyenangkan dan hangat. Tidak diragukan lagi bahwa
peralatan dan dekorasi kamar menghasilkan keuntungan psikologis pada
anak tersebut dalam sejumlah besar kasus. Kamar praktek dapat dibuat lebih
menarik dengan menggantungkan gambar - gambar dinding yang bersifat sugestif
atau memberikan kesan santai. Tape recorder dengan kaset - kaset pilihan
dapat disediakan untuk memberikan ketenangan pada anak - anak yang
penakut.
2.5 Konsep Four Handed Dentistry
Berbagai peralatan kedokteran gigi yang dijual di pasaran pada saat ini,
hampir semuanya telah memperhatikan aspek ergonomis ketika didesain oleh pabrik
pembuatnya. Namun kelebihan ini akan berkurang nilainya apabila pada saat
penempatan peralatan tidak berdasarkan prinsip desain tata letak yang benar.
Desain tata letak (lay out design) adalah proses alokasi ruangan, penataan
ruangan dan peralatan sedemikian rupa sehingga pergerakan berlangsung seminimal
mungkin, seluruh luasan ruangan termanfaatkan dan menciptakan rasa nyaman
kepada operator yang bekerja serta pasien yang menerima pelayanan. Desain tata
letak memegang peranan penting dalam efektifitas dan efisiensi operasi tempat
praktek dokter gigi, oleh karena itu perlu direncanakan secara matang sebelum
tempat praktek dibangun dan tidak tertutup kemungkinan untuk direvisi
dikemudian hari bila dinilai sudah tidak layak lagi (Finkbeiner, 2001).
Seiring dengan makin kompleksnya pelayanan kedokteran gigi, profesi di
bidang ini turut ikut berkembang. Bila dahulu cukup hanya dokter gigi saja yang
memberikan pelayanan, kini di negara-negara maju seperti Amerika Serikat,
pelayanan diberikan oleh sebuah tim yang terdiri dari Dentist, Dental
Hygienist, Dental Assistant, dan Dental Technician. Dentist adalah dokter gigi
yang memberikan pelayanan kedokteran gigi. Dental Hygienist bertugas mengisi
Rekam Medis, serta melakukan tindakan Preventive Dentistry seperti membersihkan
karang gigi secara mandiri. Dental Assistant bertugas sebagai asisten yang
membantu dokter gigi mengambil alat, menyiapkan bahan, mengontrol saliva,
membersihkan mulut, serta mengatur cahaya lampu selama suatu prosedur perawatan
sedang dilakukan. Dental Technician berkerja di Laboratorium, membuat protesa
dan alat bantu yang akan dipasang (Dougherty, 2006).
Di Indonesia kondisinya sedikit berbeda, hanya dikenal 2 profesi kesehatan
gigi diluar dokter gigi yaitu Perawat Gigi dan Tekniker Gigi. Perawat Gigi
bertugas seperti Dental Assistant dan Dental Hygienist, sedangkan Tekniker Gigi
bertugas sama seperti Dental Technician. Pada saat pelayanan kedokteran gigi
dilakukan, hanya akan ada 2 orang yang berada di sekitar pasien yaitu Dokter
Gigi dan Perawat Gigi. Tugas kedua orang ini berbeda namun saling mendukung,
ini kemudian melahirkan istilah Four
Handed Dentistry (Dougherty, 2006).
Konsep Four Handed Dentistry telah diadopsi
oleh para produser pembuatan dental unit, sehingga saat ini seluruh dental unit
yang dibuat selalu dilengkapi dengan sisi Dental Asistant disebelah kiri
pasien. Oleh karena itulah konsep Four
Handed Dentistry menjadi dasar dalam desain tata letak penempatan alat
kedokteran gigi (Dougherty,2006).
2.5.1 Jalur Kerja Dan Pergerakan
Dalam konsep Four Handed Dentistry
dikenal konsep pembagian zona kerja disekitar Dental Unit yang disebut Clock Concept. Bila kepala pasien
dijadikan pusat dan jam 12 terletak tepat di belakang kepala pasien, maka arah
jam 11 sampai jam 2 disebut Static Zone,
arah jam 2 sampai jam 4 disebut Assisten’s
Zone, arah jam 4 sampai jam 8 disebut Transfer
Zone, kemudian dari arah jam 8 sampai jam 11 disebut Operator’s Zone sebagai tempat pergerakan Dokter Gigi (Nusanti,
2000).
Gambar 6. Zone activity for right-handed dentist
|
·
Static Zone adalah daerah
tanpa pergerakan dokter gigi maupun perawat gigi serta tidak terlihat oleh
pasien. Zona ini untuk menempatkan meja instrumen bergerak (Mobile Cabinet) yang berisi instrumen
tangan serta peralatan yang dapat membuat takut pasien.
·
Assistant’s Zone adalah zona tempat
pergerakan perawat gigi. Pada dental unit di sisi ini dilengkapi dengan
semprotan air / angin dan penghisap ludah serta light cure unit pada dental
unit yang lengkap.
·
Transfer Zone adalah daerah
tempat alat dan bahan dipertukarkan antara tangan dokter gigi dan tangan
perawat gigi.
·
Operator’s Zone sebagai tempat
pergerakan dokter gigi (Nusanti, 2000).
Prinsip utama dalam
desain tata letak penempatan alat kedokterangigi adalah prinsip ergonomis,
yaitu menyerasikan atau menyeimbangkan antara segala fasilitas yang digunakan
baik dalam beraktivitas maupun istirahat dengan kemampuan dan keterbatasan
manusia, baik fisik maupun mental sehingga kualitas hidup secara keseluruhan
menjadi lebih baik. Konsep Four Handed
Dentistry dan ergonomis menjadi dasar dalam desain tata letak penempatan
alat kedokteran gigi, semuanya bertujuan agar seluruh luasan ruangan
termanfaatkan dengan baik serta menciptakan rasa nyaman kepada operator yang
bekerja dan pasien yang menerima pelayanan (Finkbeiner, 2001).
DAFTAR PUSTAKA
Asri, dkk,.
2000. Kelainan Bawaan. Jakarta :
Universitas Indonesia
Bahan Kuliah
Ilmu Kedokteran Gigi Anak Dept Pedodonsia. 2011. Fakultas Kedokteran
gigi Universitas Sumatera Utara.
Bakar,
Abu. 2002. Kedokteran Gigi Klinis Edisi 2.
Yogyakarta: KITA Junior
Baresford, Larry.1998. A
piece of pain Relief. Chicago.Hospital and Health Network.
Benitez,
C.; O’Sullivan, D.; Tinanoff, N. 1994. Effect of Preventive Approach for Treatment of Nursing Bottle Caries. Journal
of Dentistry for Children.
Dougherty, M.
2006. Information for Consideration in an
Ergonomic Standard for Dentistry. Feel Papers.
Finkbeiner, B,
dan C. Fainkbeiner. 2001. Practice
Management for Dental Team. St Louis : Mosby
Matsson, L., 2001, Periodontal Conditions in
Children and Adolescent., Munksgaard: Copenhagen
Paradipta, A. 2009. Karies Botol (Baby Bottle Milk Caries). Medan:
USU Press.
Sjuhada,
2003. Indonesian E-Dental Information: Perawatan Gigi Anak. http://www.sjuhada.cbj.net.
Sutisna, 2010. Patologi Kelainan Kongenital pada Anak. Jakarta : Universitas
Indonesia.