Minggu, 09 November 2014

HUBUNGAN KELAINAN KONGENITAL DENGAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT



Disusun oleh:
fitri widiya hadiati
10612032








FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
INSTITUT ILMU KESEHATAN
BHAKTI WIYATA KEDIRI
2014

 BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Baby Bottle Caries adalah karies dengan pola yang khas dan seringkali terlihat pada anak-anak di bawah usia 6 tahun yang mempunyai kebiasaan minum Air Susu Ibu (ASI), susu botol atau cairan manis sampai tertidur atau diisap terus-menerus sepanjang hari. Apabila Baby Bottle Caries dibiarkan proses karies ini dapat cepat meluas mengenai seluruh gigi sehingga keadaan menjadi lebih parah dengan akibat lanjut yaitu pulpa nekrosis dan kelainan jaringan periapikal serta kerusakan pada gigi permanen. Pada saat itu penderita akan kesulitan makan dan akan mempengaruhi kesehatan umum salah satunya penyakit sistemik (Benitez dkk., 1994).
Kelainan kongenital atau bawaan merupakan kelainan yang sudah ada sejak lahir yang dapat disebabkan oleh faktor genetik maupun non genetik. Ilmu yang mempelajari kelainan bawaan disebut dismorfologi. Kelainan kongenital ini dapat dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, yang didapat ibu ketika mengandung. Trimester awal kehamilan memiliki kecenderungan lebih rawan untuk janin tersebut mengalami kelainan kongenital (Sutisna, 2010).
Dalam bidang Kedokteran Gigi, kelainan kongenital yang dimiliki anak memiliki pengaruh atau dampak yang cukup buruk terhadap jaringan keras dan jaringan lunak dalam rongga mulut. Selain itu juga dapat menimbulkan kelainan pertumbuhan gigi dari anak tersebut (Asri, dkk., 2005).
Selain itu, penyakit kongenital juga berpengaruh pada kesehatan gigi dan mulut begitu juga sebaliknya untuk itu, sehingga perlu diketahui bagaimana cara penangann yang tepat. Untuk melakukan penanganan yang tepat psikologi anak sangat mempengaruhi keberhasilan dari rencana perawatan yang akan diberikan untuk itu. Untuk itu perlu diketahui pada masa kapan kah anak tersebut dapat dilakukan perawan pada giginya. Usia-usia tertentu mempengaruhi proses perawatan gigi dan mulut anak. Yang terpenting pula dalam melakukan perawatan diperlukan strategi yang khusu bagi dokter gigi.
Dokter gigi juga harus memperhatikan kenyamanan dalam bekerja, untuk itu diperlukan strategi khusus dalam penatalaksanaan tempat kerjanya, yang biasa disebut dengan  four handed dentistry.

1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana urutan erupsi gigi permanen ?
2. Apa yang dimaksud dengan baby bottle caries (BBC)?
3. Apa yang dimaksud dengan penyakit kongenital?
4. Bagaimana hubungan penyakit kongenital khususnya penyakit jantung kongenital dengan BBC ?
5. Bagaimana psikologi anak dalam menerima perawatan gigi dan mulut?
6. Apa yang dimaksud dengan four handed dentistry?
1.3  Tujuan
            Untuk mengetahui hubungan kelainan kongenital dengan ilmu kedokteran gigi.
1.4  Manfaat
Pembaca dapat memahami tentang kelainan kongenital dalam ilmu kedokteran gigi, hubungan psikologi anak dengan kelainan kongenital, rampan karies, dan Four Handed Dentistry dalam kedokteran gigi.

 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Erupsi Gigi
A. Waktu erupsi Gigi
Erupsi gigi merupakan suatu proses yang berkesinambungan dimulai dari awal pembentukan melalui beberapa tahap sampai gigi muncul ke rongga mulut. Ada dua fase yang penting dalam proses erupsi gigi, yaitu erupsi aktif dan pasif. Erupsi aktif adalah pergerakan gigi yang didominasi oleh gerakan ke arah vertikal, sejak mahkota gigi bergerak dari tempat pembentukannya di dalam rahang sampai mencapai oklusi fungsional dalam rongga mulut, sedangkan erupsi pasif adalah pergerakan gusi ke arah apeks yang menyebabkan mahkota klinis bertambah panjang dan akar klinis bertambah pendek sebagai akibat adanya perubahan pada perlekatan epitel di daerah apikal.
Gigi desidui yang juga dikenal dengan gigi primer jumlahnya 20 di rongga mulut, yang terdiri dari insisivus sentralis, insisivus lateralis, kaninus, molar satu, dan molar dua dimana terdapat sepasang pada maksila dan mandibula masing-masing.
Pada usia 6 bulan setelah kelahiran, gigi insisivus sentralis mandibula yang merupakan gigi yang pertama muncul di rongga mulut, dan berakhir dengan erupsinya gigi molar dua maksila.
Erupsi gigi permanen pada umumnya terjadi antara usia 5 sampai 13 tahun kecuali gigi permanen molar tiga (erupsi antara 17 sampai 21 tahun), juga seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan pubertas. Waktu erupsi gigi permanen dapat dilihat pada Tabel 1 (Matsson, 2001).
Tabel 1.          Perkembangan kronologis pada gigi permanen. Slightly modified by McCall and Schour.
Gigi
Kalsifikasi dimulai
Enamel terbentuk
Erupsi
Insisivus Sentralis
3-4 bulan
4-5 tahun
7-8 tahun
Insisivus Lateralis
10-12 bulan
4-5 tahun
8-9 tahun
Kaninus
4-5 bulan
6-7 tahun
11-12 tahun
Premolar Pertama
11/2-13/4 tahun
5-6 tahun
10-11 tahun
Premolar Kedua
2-21/4 tahun
6-7 tahun
10-12 tahun
Molar Satu
Pada lahir
21/2-3 tahun
6-7 tahun
Molar Dua
21/2-3 tahun
7-8 tahun
12-13 tahun
Molar Tiga
7-10 tahun
12-16 tahun
16-21 tahun
Insisivus Sentralis
3-4 bulan
4-5 tahun
6-7 tahun
Insisivus Lateralis
3-4 bulan
4-5 tahun
7-8 tahun
Kaninus
4-5 bulan
6-7 tahun
9-10 tahun
Premolar Pertama
13/4-2 tahun
5-6 tahun
10-12 tahun
Premolar Kedua
21/4-21/2 tahun
6-7 tahun
11-12 tahun
Molar Satu
Pada lahir
21/2-3 tahun
6-7 tahun
Molar Dua
21/2-3 tahun
7-8 tahun
11-13 tahun
Molar Tiga
7-10 tahun
12-16 tahun
16-21 tahun

2.2 Baby Bottle Caries (BBC)
A. Definisi Baby Bottle Caries (BBC)
            Nursing Mouth Caries atau Baby Bottle Caries merupakan suatu keadaan yang menggambarkan karies pada anak dimana dihubungkan dengan kebiasaan minum susu menggunakan botol susu yang berisi cairan karbohidrat yang dapat diragikan maupun cairan manis lainnya seperti susu dan jus buah sepanjang hari dan saat tidur siang maupun malam hari.
Istilah NMC dipakai untuk menunjukkan kerusakan karies yang sangat luas pada bayi dan anak-anak. Kondisi ini dikenal sebagai karies gigi sulung yang umumnya terjadi setelah beberapa bulan erupsi yang mengenai gigi anterior rahang atas dan molar sulung khususnya pada anak-anak usia 0-3 tahun (Riyanti, 2005).
Gambaran klinis dari BBC mempunyai pola dan tipe yang khusus. Gambaran pola kariesnya terlihat jelas, dengan lesi terutama pada bagian labial gigi insisif atas, dan atau pada palatal molar atas. Tipe kariesnya sejalan dengan lengkung gusi gigi insisif rahang atas. Proses kariesnya cenderung aktif, gigi lainnya akan terpengaruh sejalan dengan erupsinya yaitu akan mengenai molar kesatu rahang atas, kaninus rahang bawah dan molar kedua, namun jarang mengenai insisif rahang bawah, hal ini mungkin terjadi karena posisinya yang terlindung oleh lidah. Proses terjadinya karies pada maksila dan mandibula di atas tergantung dari tiga faktor yaitu urutan erupsi, lamanya melakukan kebiasaan, dan pola otot saat bayi menghisap (Riyanti, 2005).
Gambar 1 Lesi pada Permukaan Labial Gigi Insisif Rahang Atas dan Gigi Anterior Rahang Bawah Tidak Mengalami Karies
B. Etiologi BBC
1.    Host : Seseorang yang memiliki sekresi saliva yang lebih rendah dari biasanya akan lebih mudah terserang karies. Seseorang yang sedang menjalani radiotherapy dan obat antihistamin memiliki lebih sedikit sekresi saliva.
2. Mikroorganisme : Biasanya mikroorganisme ini tidak terdeteksi pada mulut bayi sampai tahap lanjut dari kerusakan insisiv. Tidak terdeteksinya s.mutans pada tahap perkembangan menandakan bahwa keberadaan dari micro-organisme ini berhubungan dengan infeksi awal, dan sumber utama dari s.mutans pada infeksi awal ini biasanya dari ibu.
3.  Substrate : Potensi terjadinya kariogenik sangat erat kaitannya dengan texture dari karbhohidrate dan frekuensi mengkonsumsi gula-gula yang lengket dibandingkan dengan jumlah gula yang dikonsumsi. Sukrosa diketahui sebagai gula yang paling kariogenik, karena : Mudah berdifusi ke dental plak ,Sangat soluble, dan bertindak sebagai substrat untuk produksi extracellular polysaccharides dan produksi asam dan Berpengaruh dalam menjaga kehidupan s.mutans dalam gigi
C. Gambaran klinis BBC
Adapun gambarana klinis dari BBC dibagi menjadi beberapa tahap yaitu sebagai berikut :
1.             Tahap Pertama : Permukaan seperti kapur,lesi demineralisasi berwarna opak pada permukaan halus gigi desidui insisivus maksila, Hal ini terjadi saat anak berusia 10-20 bulan atau lebih muda.Suatu garis putih yang khas terlihat pada daerah servikal dari permukaan vestibular dan palatal gigi-gigi insisivus maksila.
Gambar 2 . tahap pertama dari BBC
2. Tahap Kedua :  Tahap ini terjadi saat usia anak sudah mencapai 16-24 bulan. lesi putih pada insisivus berkembang pesat menyebabkan enamel rusak. Dentin terpapar dan terlihat lunak serta berwarna kuning. Molar desidui maksila terkena lesi inisial pada permukaan servikal, proksimal dan oklusal.  Pada tahap ini, anak mulai mengeluh kalau giginya sensitif saat tersentuh makanan atau minuman yang dingin. Orang tua kadang-kadang memperhatikan perubahan warna pada gigi anak mereka dan mulai cemas.
Gambar 3. Tahap kedua dari BBC
3. Tahap Ketiga: Tahap ini terjadi saat usia anak 20-36 bulan. Lesi sudah luas pada salah satu insisivus maksila dan pulpa sudah teriritasi. Anak akan mengeluh sakit saat mengunyah dan menyikat gigi. Pada malam hari anak akan merasa kesakitan spontan.
Gambar 4. Tahap ketiga dari BBC
4. Tahap Keempat : Tahap ini terjadi ketika anak sudah berusia 30-48 bulan. Mahkota gigi anterior maksila fraktur sebagai akibat dari rusaknya enamel dan dentin. Pada tahap ini insisivus desidui maksila biasanya sudah nekrosis dan molar desidui maksila berada pada tahap tiga. Anak sangat menderita, susah mengekspresikan rasa sakitnya, susah tidur, dan tidak mau makan.
Gambar 5. Tahap keempat dari BBC
D. Pencegahan dan Perawatan
Pencegahan penyakit  ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain: (Richard, 2000).
  1.  Bersihkan gigi anak terutama bagian depan atas dengan sapu tangan / handuk kecil basah, setiap kali anak selesai menghisap botol sampai tertidur.
  2. Bila anak sudah berusia 1 tahun, hentikan kebiasaan menghisap susu dengan botol dan mulai menggantinya dengan gelas / cangkir susu. Kebanyakan bayi bisa memegang cangkir susu sejak usia 6 bulan.
  3. Batasi makan makanan yang mengandung gula dan bentuknya lengket, seperti permen, cokelat, biskuit, kue, dan lain-lain.
  4. Ganti cemilan anak dengan buah-buahan yang berserat dan banyak mengandung air seperti apel, pir, jeruk, semangka, dan lain-lain.
  5. Beri air putih pada anak setiap selesai makan apa saja (kalau bisa derngan berkumur).
  6. Ajarkan dan temani anak untuk menyikat giginya, terutama sebelum tidur malam.
  7. Biasakan anak mengunjungi dokter gigi sejak awal dan lanjutkan kunjungan berkala setiap 6 bulan sekali.
  8. Gigi anak yang sudah terlanjur mengalami caries perlu diperbaiki dengan penambalan .
            Pemilihan bahan dan teknik perawatan secara tepat perlu dipertimbangkan sejak awal. Telah banyak alat dan bahan kedokteran gigi yang berkembang di pasaran, sehingga pengetahuan mengenai alat dan bahan tersebut perlu diketahui secara jelas dan lengkap.
Penentuan teknik perawatan BBC sangat ditentukan oleh diagnosa yang tepat. Pada gigi dengan karies yang telah mengenai saluran akar hendaknya dilakukan perawatan endodontik terlebih dahulu sebelum dilakukan penambalan, sedangkan pada gigi dengan karies yang belum mengenai pulpa dapat langsung dilakukan penambalan (Riyanti, 2005).
1.      Perawatan Endodontik
Tujuan dasar dari perawatan endodontik pada anak mirip dengan pasien dewasa, yaitu untuk meringankan rasa sakit dan mengontrol sepsis dari pulpa dan jaringan periapikal sekitarnya serta mengembalikan keadaan gigi yang sakit agar dapat diterima secara biologis oleh jaringan sekitarnya dan untuk mempertahankan panjang lengkung rahang (Riyanti, 2005).
a.       Pulp Capping
Pulp Capping didefinisikan sebagai aplikasi dari satu atau beberapa lapis bahan pelindung di atas pulpa vital yang terbuka. Bahan yang biasa digunakan untuk pulp capping ini adalah kalsium hidroksida karena dapat merangsang pembentukan dentin sekunder secara efektif dibandingkan bahan lain. Tujuan pulp capping adalah untuk menghilangkan iritasi ke jaringan pulpa dan melindungi pulpa sehingga jaringan pulpa dapat mempertahankan vitalitasnya.
b.      Pulpotomi
Pulpotomi adalah pembuangan pulpa vital dari kamar pulpa kemudian diikuti oleh penempatan obat di atas orifis yang akan menstimulasikan perbaikan atau memumifikasikan sisa jaringan pulpa vital di akar gigi. Pulpotomi disebut juga pengangkatan sebagian jaringan pulpa.
c.       Pulpektomi
Pulpektomi adalah pengangkatan seluruh jaringan pulpa. Pulpektomi merupakan perawatan untuk jaringan pulpa yang telah mengalami kerusakan yang bersifat irreversible atau untuk gigi dengan kerusakan jaringan keras yang luas. Meskipun perawatan ini memakan waktu.
2.      Pembuatan Restorasi
Alat restorasi yang dapat digunakan untuk perawatan BBC adalah semen glass  ionomer, composit resin strip crown, dan mahkota stainless steel. Anak-anak dengan keadaan seperti ini adalah mungkin untuk dilakukan preparasi kavitas kelas III dan kelas IV. Semen glass ionomer dan resin komposit dapat digunakan untuk restorasi lesi-lesi kelas III pada gigi sulung anterior, gabungan resin komposit dan glass ionomer (compomer/compoglass) juga dapat digunakan untuk lesi kelas IV. Sedangkan mahkota stainless steel digunakan untuk lesi karies pada gigi posterior (Riyanti, 2005).
a.       Semen Glass Ionomer
Semen glass ionomer terbentuk karena reaksi antara bubuk kaca alumino silikat yang khusus dibuat dengan asam poliakrilat. Setelah tercampur pasta semen ini ditumpatkan ke dalam kavitas pada saat bahan ini belum mengeras. Semen glass ionomer yang berisi logam perak dalam bubuknya telah dikembangkan serta dikenal dengan nama generiknya yaitu cermet. Semen semacam ini mempunyai ketahanan terhadap abrasi dan bersifat radiopak. Semen glass ionomer sebaiknya tidak digunakan sebagai alat restorasi untuk kerusakan gigi yang luas karena kurang kuat menerima daya kunyah yang berlebih. Pemakaian Semen Glass Ionomer sangat di utamakan karena dapat melekat dengan baik pada enamel dan dentin serta berpotensial  memiliki antikariogenik dengan melepaskan flour.
b.      Gabungan Resin Komposit dan Glass Ionomer
Resin komposit diindikasikan untuk kavitas kelas I atau kelas II pada gigi anak yang kooperatif, untuk lesi interproksimal kelas III pada gigi anterior, lesi kelas V pada permukaan fasial gigi anterior, hilangnya sudut insisal gigi, fraktur gigi anterior, lesi oklusal dan interproksimal gigi posterior kelas I dan II. Pasien dengan insidensi karies dan kebersihan mulut yang kurang baik merupakan kontraindikasi restorasi resin komposit.
2.3              Kelainan Kongenital
Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur bayi yang timbul sejak kehidupan hasiI konsepsi sel telur. Kelainan kongenital dapat merupakan sebab penting terjadinya abortus, lahir mati atau kematian segera setelah lahir. Kematian bayi dalam bulan-bulan pertama kehidupannya sering diakibatkan oleh kelainan kongenital yang cukup berat, hal ini seakan-akan merupakan suatu seleksi alam terhadap kelangsungan hidup bayi yang dilahirkan. Bayi yang dilahirkan dengan kelainan kongenital besar, umumnya akan dilahirkan sebagai bayi berat lahir rendah bahkan sering pula sebagai bayi kecil untuk masa kehamilannya. Bayi berat lahir rendah dengan kelainan kongenital berat, kira-kira 20% meninggal dalam minggu pertama kehidupannya (Paradipta, 2009).
2.3.1  Etiologi Kelainan Kongenital
Beberapa faktor etiologi yang diduga dapat mempengaruhi terjadinya kelainan kongenital antara lain: (Paradipta, 2009).

a)       Kelainan Genetik dan Khromosom.
            Kelainan genetik pada ayah atau ibu kemungkinan besar akan berpengaruh atas kelainan kongenital pada anaknya. Beberapa contoh kelainan kromosom autosomal trisomi 21 sebagai sindroma Down (mongolism) kelainan pada kromosom kelamin sebagai sindroma Turner.
b)        Faktor mekanik
            Tekanan mekanik pada janin selama kehidupan intrauterin dapat menyebabkan kelainan hentuk organ tubuh hingga menimbulkan deformitas organ tersebut. Faktor predisposisi dalam pertumbuhan organ itu sendiri akan mempermudah terjadinya deformitas suatu organ.
c)        Faktor infeksi.
            Infeksi yang dapat menimbulkan kelainan kongenital ialah infeksi yang terjadi pada periode organogenesis yakni dalam trimester pertama kehamilan. Infeksi pada trimesrer pertama di samping dapat menimbulkan kelainan kongenital dapat pula meningkatkan kemungkinan terjadinya abortus. Beberapa infeksi  pada trimester pertama yang dapat menimbulkan kelainan kongenital antara lain ialah infeksi virus sitomegalovirus, infeksi toksoplasmosis, kelainan-kelainan kongenital yang mungkin dijumpai ialah adanya gangguan pertumbuhan pada system saraf pusat seperti hidrosefalus, mikrosefalus, atau mikroftalmia.
d)       Faktor Obat
            Beberapa jenis obat tertentu yang diminum wanita hamil pada trimester pertama kehamilan diduga sangat erat hubungannya dengan terjadinya kelainan kongenital pada bayinya. Salah satu jenis obat yang telah diketahui dagat menimbulkan kelainan kongenital ialah thalidomide yang dapat mengakibatkan terjadinya fokomelia atau mikromelia.
e)        Faktor umur ibu
            Telah diketahui bahwa mongoIisme lebih sering ditemukan pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu yang mendekati masa menopause. Di bangsal bayi baru lahir Rumah Sakit Dr Cipto Mangunkusumo pada tahun 1975-1979, secara klinis ditemukan angka kejadian mongolisme 1,08 per 100 kelahiran hidup dan ditemukan resiko relatif sebesar 26,93 untuk kelompok ibu berumur 35 tahun atau lebih; angka keadaan yang ditemukan ialah 1: 5500 untuk kelompok ibu berumur < 35 tahun, 1: 600 untuk kelompok ibu berumur 35-39 tahun, 1 : 75 untuk kelompok ibu berumur 40 - 44 tahun dan 1 : 15 untuk kelompok ibu berumur 45 tahun atau lebih.
f)         Faktor hormonal
            Faktor hormonal diduga mempunyai hubungan pula dengan kejadian kelainan kongenital. Bayi yang dilahirkan oleh ibu hipotiroidisme atau ibu penderita diabetes mellitus kemungkinan untuk mengalami gangguan pertumbuhan lebih besar bila dibandingkan dengan bayi yang normal.
g)        Faktor radiasi
            Radiasi ada permulaan kehamiIan mungkin sekali akan dapat menimbulkan kelainan kongenital pada janin. Adanya riwayat radiasi yang cukup besar pada orang tua dikhawatirkan akan dapat mengakibatkan mutasi pada gene yang mungkin sekali dapat menyebabkan kelainan kongenital pada bayi yang dilahirkannya.
h)        Faktor gizi
            Pada manusia, pada penyelidikan-penyelidikan menunjukkan bahwa frekuensi kelainan kongenital pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu yang kekurangan makanan lebih tinggi bila dibandingkan dengan bayi-bayi yang lahir dari ibu yang baik gizinya.
i)          Faktor-faktor lain
            Banyak kelainan kongenital yang tidak diketahui penyebabnya. Faktor janinnya sendiri dan faktor lingkungan hidup janin diduga dapat menjadi faktor penyebabnya. Masalah sosial, hipoksia, hipotermia, atau hipertermia diduga dapat menjadi faktor penyebabnya. Seringkali penyebab kelainan kongenitai tidak diketahui.

2.3.2        Jantung kongenital
Pada sebagian besar kasus, penyebab dari penyakit jantung kongenital ini tidak diketahui (Sastroasmoro, 1994). Beberapa faktor yang diyakini dapat menyebabkan PJB ini diklasifikasikan menjadi dua golongan besar, yaitu genetik dan lingkungan.
1.      Genetik : Riwayat keluarga yang menderita penyakit jantung kongenital.
Penderita penyakit jantung kongenital memiliki penyimpangan pada kromosom  (Fachri, 2007).
2.      Faktor Lingkungan : Beberapa factor yang menyebabkan kelainan kongenital pada jantung diantaranya adalah Paparan lingkungan yang tidak baik , Infeksi Rubella, Diabetes, minum Alkohol serta Ectasy dan obat-obat lain (Indriwanto, 2007).
A.    Patofisiologi penyakit jantung kongenital
Dalam keadaan normal darah akan mengalir dari daerah yang bertekanan tinggi ke daerah yang bertekanan rendah. Daerah yang bertekanan tinggi ialah  jantung kiri sedangkan yang bertekanan rendah adalah jantung kanan. Sistem sirkulasi paru mempunyai tahanan yang rendah sedangkan sistem sirkulasi sistemik mempunyai tahanan yang tinggi. Apabila terjadi hubungan antara rongga-rongga jantung yang bertekanan tinggi dengan rongga-rongga jantung yang bertekanan rendah akan terjadi aliran darah dari rongga jantung yang bertekanan tinggi ke rongga jantung yang bertekanan rendah
Sebagai contoh adanya defek pada sekat ventrikel, maka akan terjadi aliran darah dari ventrikel kiri ke ventrikel kanan. Kejadian ini disebut pirau (shunt) kiri ke kanan. Sebaliknya pada obstruksi arteri pulmonalis dan defek septum ventrikel tekanan rongga jantung kanan akan lebih tinggi dari tekanan rongga jantung kiri sehingga darah dari ventrikel kanan yang miskin akan oksigen mengalir melalui defek tersebut ke ventrikel kiri  yang kaya akan oksigen, keadaan ini disebut dengan pirau (shunt) kanan ke kiri yang dapat berakibat kurangnya kadar oksigen pada sirkulasi sistemik. Kadar oksigen yang terlalu rendah akan menyebabkan sianosis.
B.     Kelainan Kongenital Pada Jantung
Penyakit Jantung Bawaan dapat dibagi menjadi 2 klasifikasi besar, yaitu PJB sianotik dan asianotik (Bernstein, 2007) :
A.                Penyakit Jantung Bawaan Asianotik
Penyakit Jantung Bawaan Asianotik adalah kelainan struktur dan fungsi jantung yang dibawa lahir yang tidak ditandai dengan sianosis; misalnya lubang disekat jantung sehingga terjadi pirau (aliran) dari kiri ke kanan, kelainan salah satu katup jantung dan penyempitan alur keluar ventrikel atau pembuluh darah besar tanpa adanya lubang di sekat jantung.
Menurut Soeroso dan Sastrosoebroto (1994), berdasarkan ada tidaknya pirau, kelompok asianotik terbagi atas 2 kelompok :
a.    Kelompok dengan pirau kiri ke kanan adalah sebagai berikut:
1.      Defek Septum Ventrikel
                        Defek Septum Ventrikel (DSV) adalah lesi kongenital pada jantung berupalubang pada septum yang memisahkan ventrikel sehingga terdapat hubungan antara antar rongga ventrikel (Ramaswamy, et al. 2009).
                             Defek ini dapat terletak dimanapun pada sekat ventrikel, baik tunggal atau banyak, serta ukuran dan bentuk dapat bervariasi (Fyler, 1996).
2.      Defek Septum Atrium
            Defek Septum Atrium (DSA) adalah anomali jantung kongenital yang ditandai dengan defek (lubang) pada septum atrium akibat gagal fusi antara ostium sekundum, ostium primum, dan bantalan endokardial. Defek Septum Atrium dapat terjadi di bagian manapun dari septum atrium, tergantung dari struktur septum atrium yang gagal berkembang secara normal (Bernstein, 2007).
3.      Defek Septum Atrioventrikularis
            Defek Septum Atrioventrikularis (DSAV) ditandai dengan penyatuan DSA dan DSV disertai abnormalitas katup atrioventrikular (Bernstein, 2007).
4.      Duktus Arteriosus Persisten
            Duktus Arteriosus Persisten (DAP) disebabkan olehduktus arteriosus yang tetap terbuka setelah bayi lahir (Soeroso and Sastrosoebroto, 1994). Jika duktus tetap terbuka setelah penurunanresistensi vaskular paru, maka darah aorta dapat bercampur ke darah arteri pulmonalis (Bernstein, 2007).

b.        Kelompok Tanpa Pirau Meliputi
1.      Stenosis Pulmonalis
            Obstruksi aliran keluar ventrikel kanan, baik dalam tubuh ventrikel kanan, pada katup pulmonalis, atau dalam arteri pulmonalis, diuraikan sebagai Stenosis Pulmonalis (SP). Obstruksi sedang-berat dapat menyebabkan peningkatan aliran darah paru selama berolahraga sehingga terjadi kelelahan yang diinduksi olahraga, sinkop, atau nyeri dada (Keaneand St. John Sutton, 2008).
2.      Stenosis Aorta
                        Stenosis Aorta (SA) merupakan penyempitan aorta yang dapat terjadi pada tingkat subvalvular, valvular, atau supravalvular. Kelainan mungkin tidak terdiagnosis pada masa anak-anak karena katup berfungsi normal, hanya saja akan ditemukan bising sistolik yang lunak di daerah aorta dan baru diketahui pada masa dewasa sehingga terkadang sulit dibedakan apakah stenosis aorta tersebut merupakan penyakit jantung bawaan atau didapat (Soeroso and Sastrosoebroto, 1994).
3.      Koarktasio Aorta
            Koarktasio Aorta (KoA) adalah suatu obstruksi pada aorta desendens yang terletak hampir selalu pada insersinya duktus arteriosus (Fyler, 1996). Tanda klasik KoA adalah nadi brakhialis yang teraba normal atau meningkat, nadifemoralis serta dorsalis pedis teraba kecil atau tidak teraba sama sekali dan harus ditekankan pemeriksaan tekanan darah pada keempat ekstremitas (Soeroso and Sastrosoebroto, 1994). Pasien dapat menunjukkan gejala di beberapa minggu awal kehidupan berupa kesulitan makan, takipnea, danletargia. Gejala dapat memburuk menjadi gagal jantung dan syok (Rao and Seib, 2009).

B.     Penyakit Bawaan Sianotik
Sesuai dengan namanya, manifestasi klinis yang selalu terdapat pada penyakit jantung sianotik adalah sianosis. Sianosis adalah kebiruan pada mukosa yang disebabkan oleh terdapatnya lebih dari 5 gr/dl hemoglobin tereduksi dalam sirkulasi.
  1. Tetralogi Fallot
            Tetralogi Fallot (TF) merupakan kombinasi 4 komponen, yaitu Defek Septum Ventrikel (DSV), over-riding aorta, Stenosis Pulmonal (SP), serta hipertrofi ventrikel kanan.
            Salah satu manifestasi yang penting pada TF dalah terjadinyaseranga sianotik (cyanotic spells, hypoxic spells, paroxysmal hyperpnea) yang ditandai oleh timbulnya sesak nafas mendadak, nafas cepat dan dalam, sianosis bertambah, lemas, bahkan dapat pula disertai kejang atau sinkop (Prasodo, 1994).
  1. Transposisi Arteri Besar
            Transposisi Arteri Besar (TAB) ditandai dengan aorta yang secaramorfologi muncul dari ventrikel kanan dan arteri pulmonalis muncul dari ventrikel kiri. Gejala klinis dapat berupa sianosis, penurunan toleransi olahraga, dan gangguan pertumbuhan fisik, mirip dengan gejala pada TF; walaupun begitu, jantung tampak membesar (Bernstein, 2007).
3.      Atresia Pulmoner dengan Septum Ventrikel Utuh (APSVU),
            daun katup pulmonalis berfusi secara lengkap sehingga membentuk membran dan tidak terdapat jalan keluar (outflow) ventrikel kanan. Tidak terdapat aliran darah di ventrikel kanan karena tidak adanya hubungan antar ventrikel (Bernstein, 2007).

4.      Ventrikel Kanan dengan Jalur Kedua Ganda
            Ganda Ventrikel Kanan dengan Jalan Keluar Ganda (VKAJKG), yang dalam kepustakaan barat disebut Double Outlet Right Ventricle (DORV), adalahkelainan jantung yang ditandai dengan malposisi arteri-arteri besar, septum outlet, atau keduanya, yang menyebabkan kedua arteri besar muncul dari ventrikel kanan (Hoffman, 2009).
            Jika defek ini disertai dengan SP, terjadi penurunan aliran darah paru sehingga terjadi sianosis yang cukup berat seperti gejala TF. Pasien VKAJKG tanpa SP memiliki gejala yang sama dengan DSV, yaitu peningkatan aliran darah paru sehingga terjadi takipnea dan kardiomegali (Emmanouilides, et al. 1998).

2.3.3        Hubungan BBC Dengan Penyakit Katup Jantung
Perawatan gigi sehari hari pada anak dengan penyakit jantung sangat penting dilakukan untuk mencegah terjadinya Endokarditis Infektif. Kebersihan mulut yang buruk akan mengakibatkan gingivitis kronis dan penyakit periodontium, atau abses yang mengakibatkan kerusakan gigi yang akan berdampak terhadap timbulnya bakteriemi walaupun tanpa adanya tindakan perawatan gigi.
Karies gigi pada anak dapat terjadi akibat minum susu, atau minuman lain dengan botol dimalam hari. Karena pada saat itu produksi saliva menurun dan kavitas oral menjadi kering. Sedangkan pada anak dengan penyakit jantung cenderung mempunyai gizi yang buruk sehingga perlu asupan gizi yang baik. Sehingga melarang anak untuk tidak minum susu dimalam hari juga bukan tindakan yang bijaksana. Tetapi mungkin yang perlu diperhatikan adalah orang tua tidak membiarkan botol susu sepanjang malam berada didalam mulut. Setelah diagnosa kelainan jantung ditegakkan maka perlu segera dilakukan evaluasi terhadap kesehatan gigi.
Karena anak dengan penyakit jantung mempunyai kecenderungan mengalami gangguan pada gigi. 20% pasien jantung sianotik menunjukkan pertumbuhan gigi yang terlambat. Hipoksemia kronis merupakan predisposisi untuk terjadinya karies gigi. Karies gigi juga ditimbulkan oleh obat obatan sirup yang mengandung kadar 30% sukrosa dan dapat menyebabkan efek kariogenik pada anak anak tertentu. Anak anak dengan penyakit jantung bawaan tipe sianotik sering membutuhkan suplemen besi yang dapat menyebabkan pewarnaan gigi, sering mengalami polisitemia yang akan menimbulkan trombosis dan perdarahan gusi dan sering memerlukan terapi antikogulan.
Anak anak dengan kelainan jantung bawaan atau didapat sering disertai dengan hipoplastik email gigi yang akan menyebabkan lebih cepatnya terjadi pembusukan gigi.
Diperlukan kerja sama antara dokter gigi, dokter umum, dokter anak dan dokter jantung anak untuk dapat mengurangi risiko endokarditis infektif. Orang tua perlu diberitahu kepentingan antibiotik profilaksis sebagai prosedur gigi.
2.3.4   Macam-Macam Kelainan Kongenital
A)   Kelainan Kongenital Jaringan Lunak: (Paradipta, 2009).
1.        Makroglosia
Pembesaran lidah dapat merupakan kelainan perkembangan yang disebabkan oleh hipertrofi otot lidah. Lidah yang besar akan mendorong gigi dan tapakan gigi akan terbentuk pada tepi lateral lidah, seperti kerang. Makroglosia dapat terlihat pada sindrom down dan pada kretinisme kongenital akibat kekurangan hormon kelenjar tiroid pada si ibu. Makroglosia juga dapat merupakan kelainan yang didapat, selain karena faktor perkembangan misalnya, karena kehilangan gigi geligi rahang bawah dalam jumlah yang banyak. Pembesaran lidah dapat pula disebabkan oleh tumor, radang dan perubahan hormonal (misalnya pada kretinisme dan akromegali).Bergantung pada derajat keparahan dan potensinya untuk menimbulkan problem dalam rongga mulut, pembesaran lidah dapat dikurangi dengan tindakan bedah.

2.        Mikroglosia
Mikroglosia adalah lidah yang kecil. Kejadian ini sangat jarang ditemukan, dapat ditemukan pada sindrom Pierre Robin yang merupakan kelainan herediter. Pada hemiatrofi lidah, sebagian lidah mengecil. Penyebabnya dapat berupa cacat pada saraf hipoglosus yang mempersarafi otot lidah. Tanpa rangsangan, otot lidah menjadi atrofi dan tubuh lidah menjadi mengecil. Pada kasus ini, selain cacat pada lidah, juga menimbulkan kerusakan ditempat lain.
3.        Ankiloglosia (tongue tie)
            Ankiloglosia merupakan perlekatan sebagian atau seluruh lidah kedasar mulut. Frenulum lingualis melekat terlalu jauh kedepan dan terlihat pada posisi bervariasi, yang paling parah bila terletak pada ujung anterior lidah. Pergerakan lidah dapat terhambat dan penderita tidak dapat menyentuh palatum keras dalam posisi mulut terbuka. Bicara dapat terganggu. Kasus ringan tidak membutuhkan perawatan, sedangkan kasus berat berhasil diobati dengan bedah untuk memperbaiki perlekatan frenulum.
4.      Sumbing Lidah (cleft tongue)
          Sumbing lidah terjadi akibat terganggunya perpaduan bagian kanan dan kiri lidah.
5.      Tiroid Lingual
          Tiroid lingual tampak sebagai suatu penonjolan pada pangkal lidah sekitar foramen caecum yang mengandung jaringan tiroid. Patogenesis: kelenjar tiroid dibentuk pada pangkal lidah (foramen caecum). Pada minggu ke 5, intrauterin akan turun kebawah di depan trakea dan berhenti di depan os hyoideum dan os tiroid. Jika sebagian tidak turun, terjadi tiroid lingual. Secara normal, perjalanan penurunan ini merupakan suatu saluran yang akhirnya menghilang karena atrof, tetapi kadang-kadang sisa saluran tertinggal dan terbentuk kista (kista tiroglosus).
6.      Kista Tiroglosus
          Mikroskopis: dinding kista mengandung sisa-sisa jaringan tiroid yang terdiri atas folikel kelenjar tiroid yang mengandung koloid.  Kista ini perlu dibedakan dengan kista lain yang ditemukan juga pada leher, misalnya kista brankiogenik yang letaknya tidak pada garis tengah, tetapi lebih ke samping. Pada gambaran mikroskopis, kista brankiogenik tidak mengandung sisa-sisa kelenjar tiroid, tetapi terdiri atas folikel jaringan limfoid yang padat serta dilapisi oleh epitel gepeng berlapis sebagai lapisan dalam dinding kista.
7.      Median Romboid Glositis
          Median romboid glositis merupakan kelainan kongenital akibat kelainan perkembangan embrional. Kedua tuberkulum lateral lidah tidak bertemu di tengah lidah dan tidak menutup bagian tengah yang disebut tuberkulum impar. Bagian tengah tampak sebagai suatu daerah berbentuk belah ketupat berwarna kemerahan seperti terkena radang dengan permukaan licin karena tidak berpapil.  Mikroskopis:  ditemukan akantosis dengan fibrosis jaringan dibawahnya dan sebukan sel radang akut sehingga secara histologis merupakan radang. Secara patogenetik, kelainan ini termasuk golongan cacat kongenital.
8.      Lidah Geografik
          Biasanya terjadi pada anak-anak. Tampak daerah kemerahan pada dorsum lidah. Tampak daerah kemerahan pada dorsum lidah akibat deskuamasi papila filiformis dikelilingi daerah sedikit menonjol dan berbatas tegas dengan tepi tidak teratur dan berwarna putih kekuningan. Papila fungiformis tetap ada. Gambaran dapat berubah ubah sehingga dinamakan glositis migratoris jinak. Lesi umumnya tidak sakit, tetapi kadang-kadang timbul rasa sakit, terutama ketika memakan makanan asin dan pedas. Jarang sekali disertai dengan stomatitis areata migrans pada sisi lain mukosa mulut yang umumnya pada mukosa labial atau bukal. Gambaran mikroskopisnya sama dengan stomatitis areata migrans, yaitu tampak perpanjangan rete peg dan ada infiltrasi sel neutrofil.
9.      Hairy Tongue
          Tampak bagian tengah belakang lidah lebih merah dengan permukaan seperti berambut karena hipertrofi papila filiformis.Lidah dapat mempunyai bentuk dan pergerakan yang berbeda beda karena pengaruh faktor genetik dan turunan. Lidah dapat berbentuk seperti gulungan atau berfisura dengan sisi lateral menyentuh garis tengah. Beberapa penderita dapat mengontrol otot pada ujung lidah untuk membuat bentuk daun daun semanggi, dinamakan lidah trefoil. Ada pula penderita yang mempunyai genetik untuk mampu menggerakkan lidah kebelakang dan keluar dari rongga mulut, dinamakan lidah menelan. Kesemua bentuk lidah yang dapat melakukan pergerakan ini bukan menunjukkan kelainan genetik bawaan maupun penyakit, tetapi merupakan keadaan normal bagi mereka yang dapat melakukan pergerakan tersebut.

B)  Kelainan Kongenital Jaringan Keras
1.         Torus
            Torus merupakan pembengkakan pada rahang yang menonjol dari mukosa mulut yang tidak berbahaya dan disebabkan oleh pembentukan tulang normal yang berlebihan, tampak radiopak dan dapat terjadi di beberapa tempat dari tulang rahang.
            Pada garis tengah palatum keras, tampak sebagai massa tonjolan tunggal atau multipel didaerah sutura palatal bagian tengah, berbentuk konveks, dapat pula berbentuk gepeng, nodular atau lobular dan dinamakan torus palatinus.
            Mandibula umumnya merupakan massa putih bilateral di bagian lingual akar gigi premolar dan dinamakan torus mandibularis. Bentuk bervariasi, dapat satu lobus atau multipel, unilateral atau bilateral. Tumbuh langsung di atas garis milohioid, meluas dari kaninus sampai molar pertama.
            Umumnya, torus menjadi jelas sesudah dewasa meskipun kadang-kadang pada anak-anak sudah jelas. Pasien umumnya tek menyadari, hanya diketahui oleh dokter atau dokter gigi, terutama dalam hubungannya dengan pembuatan desain geligi tiruan. Frekuensi bervariasi dengan usia. Rasio wanita:pria adalah 2:1
            Torus dapat disebabkan oleh faktor genitik atau fungsi. Namun, peran faktor fungsi tidak begitu kuat karena frekuensi kejadian pada wanita Eskimo kurang dibandingkan laki-laki Eskimo meskipun fungsi rahang pada wanita Eskimo ini lebih besar mengingat wanita Eskimo sering mengunyah sejenis tumbuhan.
            Gambaran mikroskopis tampak korteks tulang yang padat dan kompak, dengan daerah sentral tulang lebih spongiosa dan kadang-kadang ditemukan lemak dalam sumsum tulang.
            Proyeksi tulang yang sama dapat terlihat pada permukaan labial atau bukal dari lingir alveolar maksila atau mandibula dan dinamakan tulang eksostosis. Umumnya, kelainan ini tidak membutuhkan perawatan. Kalau mengganggu pemakaian gigi tiruan atau bicara, dapat dilakukan pengambilan secara bedah.
2.      Agnasia
       Kesalahan pembentukan lengkung mandibula sering dihubungkan dengan anomali fusi telinga luar pada daerah garis tengah yang normalnya ditempati oleh mandibula sehingga telinga bertemu di garis tengah.
         Agenesis absolut mandibula masih diragukan apakah bisa terjadi. Pada keadaan ini, lidah juga tidak terbentuk atau mengalami reduksi ukuran. Meskipun astomia (tidak terbentuknya mulut) dapat terjadi, mikrostomia (mulut yang kecil) lebih sering terjadi. Kadang-kadang tidak ada hubungan dengan faring, yang tersisa hanya membran buko faringeal. Agnasia sering juga disebabkan oleh gangguan vaskularisasi.
3.      Mikrognasia
          Istilah mikrognasia umumnya dipakai khusus untuk mandibula meskipun dapat pula dipakai untuk menunjukkan pengecilan ukuran mandibula dan maksila. Dagu dapat sangat retrusif atau absen sama sekali. Hidung dan bibir atas menjadi menonjol sehingga muka seperti burung.
            Keadaan ini dapat bersifat kongenital seperti yang ditemukan pada berbagai sindrom, dapat pula terjadi sesudah lahir, misalnya akibat trauma, atau infeksi seperti atritis rematoid juvenilis.
Mikrognasia disebabkan oleh kegagalan pusat pertumbuhan di kepala sendi. Penyebabnya adalah kelainan perkembangan atau didapat. Cedera pada kepala sendi oleh trauma pada saat lahir atau  infeksi pada telinga dapat menyerang pusat pertumbuhan kepala sendi. Kemungkinan lain adalah trauma atau infeksi daerah kepala sendi yang umumnya unilateral dan menyebabkan pengecilan ukuran rahang yang unilateral.
            Mikrognasia rahang atas ditemukan pada disostosis kraniofasial sindrom akrosefalosindaktilia yang karakteristik ditemukan pada oksisefalik, sindaktilia tangan dan kaki dan pada sindrom down.
            Keadaan ini dapat dikoreksi dengan bedah. Bila perkembangan rahang tidak bagus, gigi geligi menjadi berdesakan dan rahang gagal untuk menyesuaikan diri sehingga gigi tidak dapat beroklusi dengan baik atau dalam posisi buruk untuk berfungsi atau mengganngu estetik.
4.   Makrognasia
      Makrognasia adalah rahang yang besar. Jika terjadi pada rahang bawah, hal ini dapat menyebabkan protrusi (kelas III Angle) dengan dagu menonjol. Keadaan ini dapat bersifat kongenital dan dapat pula bersifat dapatan melalui penyakit serta dapat dikoreksi dengan tindakan bedah. Pada akromegali, penderita mempunyai tumor kelenjar hipofisis yang akan mendorong pertumbuhan terus menerus pada tempat tertentu, misalnya jari dan tulang mandibula. Beberapa kelainan menyerang rahang dan juga daerah lain, antara lain merupakan sindrom seperti sindrom Pierre Robin. Pada sindrom ini, anak lahir dengan mikrognasia rahang bawah yang berat, lidah menjulur keluar dan sumbing palatum. Cacat lain seperti deformitas telinga dapat juga terjadi. Contoh lain adalah sindrom Treacher Collins. Ada beberapa sindrom perkembangan yang menunjukkan mikrognasia rahang atas sebagai bagian suatu sindrom, misalnya sindrom down atau sindrom Apert. Sindrom down merupakan penyakit genetika yang paling sering ditemukan dengan ciri khas berupa rahang atas yang kecil selain tanda lainnya. Pada penyakit Crouzon yang merupakan kraniofasial sinostosis yang berkaitan dengan sindrom Apert, ditemukan rahang atas dan hidung yang kecil sehingga menyebabkan muka melesak kedalam.
5.                  cleft lip dan cleft palate
            Bibir sumbing (cleft lip) adalah kelainan berupa celah pada bibir atas yang didapatkan seseorang sejak lahir. Bila celah berada pada bagian langit-langit rongga mulut (palatum), maka kelainan ini disebut cleft palate. Pada cleft palate, celah akan menghubungkan langit-langit rongga mulut dengan rongga hidung. Ada tiga jenis kelainan cleft, yaitu:
• Cleft lip tanpa disertai cleft palate
• Cleft palate tanpa disertai cleft lip
• Cleft lip disertai dengan cleft palate
            Sekitar separuh dari semua kasus cleft melibatkan bibir atas dan langit-langit sekaligus. Celah dapat hanya terjadi pada satu sisi (unilateral) atau pada kedua sisi (bilateral) bibir. Cleft lip dan cleft palate terbentuk saat bayi masih dalam kandungan(Anonim,2009).Proses terbentuknya kelainan ini sudah dimulai sejak minggu-minggu awal kehamilan ibu. Saat usia kehamilan ibu mencapai 6 minggu, bibir atas dan langit-langit rongga mulut bayi dalam kandungan akan mulai terbentuk dari jaringan yang berada di kedua sisi dari lidah dan akan bersatu di tengah-tengah. Bila jaringan-jaringan ini gagal bersatu, maka akan terbentuk celah pada bibir atas atau langit-langit rongga mulut. Sebenarnya penyebab mengapa jaringan-jaringan tersebut tidak menyatu dengan baik belum diketahui dengan pasti. Akan tetapi faktor penyebab yang diperkirakan adalah kombinasi antara faktor genetik dan faktor lingkungan seperti obat-obatan, penyakit atau infeksi yang diderita ibu saat mengandung, konsumsi minuman beralkohol atau merokok saat masa kehamilan. Resiko terkena akan semakin tinggi pada anak-anak yang memiliki saudara kandung atau orang tua yang juga menderita kelainan ini, dan dapat diturunkan baik lewat ayah maupun ibu. Cleft lip dan cleft palate juga dapat merupakan bagian dari sindroma penyakit tertentu. Kekurangan asam folat juga dapat memicu terjadinya kelainan ini.
            Anak dengan cleft kadang memiliki gangguan dalam pendengaran. Hal ini disebabkan oleh kemungkinan adanya infeksi yang mengenai tuba Eustachia (saluran yang menghubungkan telinga dengan rongga mulut). Semua telinga anak normal memproduksi cairan telinga yang kental dan lengket. Cairan ini dapat menumpuk di belakang gendang telinga. Adanya cleft dapat meningkatkan kemungkinan terbentuknya cairan telinga ini, sehingga menyebabkan gangguan atau bahkan kehilangan pendengaran sementara (Bakar, 2002)
Gejalanya berupa:
a.      pemisahan bibir
b.       pemisahan langit-langit
c.      pemisahan bibir dan langit-langit
d.     distorsi hidung
e.      infeksi telinga berulang
f.       berat badan tidak bertambah
g.      regurgitasi hidung ketika menyusu (air susu keluar dari lubang hidung)
Gambaran Klinis
            Gambaran klinis celah bibir menurut Klasifikasi Veau, dapat  bervariasi, dari pit atau takik kecil pada tepi merah bibir sampai sumbing yang meluas ke dasar hidung.
Klas I : takik unilateral pada tepi merah bibir dan meluas sampai bibir.
Klas II: bila takik pada merah bibir sudah meluas ke bibir, tetapi tidak mengenai dasar hidung.
Klas III: sumbing unilateral pada merah bibir yang meluas melalui bibir ke dasar hidung.
Klas IV: setiap sumbing bilateral pada bibir yang menunjukkan takik tak sempurna atau merupakan sumbing yang sempurna.
Gambaran Klinis Celah Palatum
Menurut sistem Veau, sumbing palatum dapat dibagi dalam 4 tipe klinis, yaitu :
Kelas I  :   Sumbing yang terbatas pada palatum lunak.
Kelas II: Cacat pada palatum keras dan lunak yang hanya terbatas pada palatum sekunder tetapi tidak melampaui foramen insisivum.
Kelas III:  Sumbing pada palatum sekunder dapat komplet atau tidak komplet. Sumbing palatum komplet meliputi palatum lunak dan keras sampai foramen insisivum. Sedangkan sumbing yang tidak komplet meliputi palatum lunak dan palatum keras, tetapi tidak meluas sampai foramen insisivum. Sumbing unilateral yang komplet dan meluas dari uvula sampai foramen insisivum di garis tengah dan proc. Alveolaris unilateral yang juga termasuk kelas III.
Kelas IV :  Sumbing bilateral komplet meliputi palatum lunak dan keras serta proc. Alveolaris pada kedua sisi premaksila, meninggalkan daerah itu bebas dan sering kali bergerak.


2.4 Psikologi anak dalam Perawatan Gigi
2.4.1 Psikologi dan Kebutuhan Anak
a. Kebutuhan Dasar Psikologi
Kebutuhan dasar psikologi merupakan kebutuhan untuk bertahan hidup misalnya makanan, minuman, air, istirahat, sex,  dan sumber penghasilan untuk mengurus anak. Baik manusia maupun hewan memiliki kebutuhan-kebutuhan ini, tapi Maslow mempertimbangkan bahwa mempelajari binatang tidak bisa membuat member pemahaman yang baik terhadap motivasi manusia karena binatang memiliki motivasi yang kecil. Maslow berate bahwa, “ Begitu banyak penemuan datri penelitian terhadap binatang memang tepat untuk binatang tapi tidak untuk manusia. Tidak ada alasan kita meneliti binatang jika kita ingin memahami manusia”.
b. Kebutuhan Rasa Aman
Rasa aman merupakan salah satu kebutuhan dasar psikologis seperti perlindungan dari bahaya, keamanan, perlindungan, stabilitas, struktur dan batas. Kebutuhan ini menjadi langkah yang harus dipenuhi untuk mencapai kebutuhan-kebutuhan lainnya. Sifat dasar dari kebutuhan rasa aman bisa kita pelajari dari bayi dan anak-anak karena mereka membutuhkan rasa aman ini lebih sederhana dan jelas dibandingkan ndengan orang dewasa. Anak kecil lebih sensitif dengan keadaan luar yang mengganggunya seperti suara yang terlalu kerasa atau cahaya yang terlalu menyilaukan. Pada orang dewasa kebutuhan ini memotivasinya untuk mencari kerja atau menabung uang (Paradipta, 2009).
c. Kebutuhan Pengakuan dan Kasih Sayang
Kebutuhan ini berhubungan dengan kebutuhan memiliki hubungan perasaan dengan orang lain. Manusia butuh untuk disuakai, disayangi, direspon, dan diakui. Maslow pun menyebutkan bahwa tidak terpenuhinya kebutuhan ini menyebabkan maladjustment.  Menurut pandangannya cinta dan seks tidak memiliki persamaan dalam psikologi, walaupun dalam kenyataannya perilaku seksual tidak ditentukan oleh kebutuhan seksual saja tetapi juga oleh kasih sayang dan perasaan. Dan kebutuhan akan kasih sayang itu di dalamnya termasuk kebutuhan untuk menyayangi dan disayangi (Paradipta, 2009).
d. Kebutuhan Penghargaan
Penghargaan yang tertinggi yaitu penghargaan terhadap diri sendiri yang dibangun dari pencapaiaan, self-respect, self-sufficiency (berkecukupan), dan kebebasan. Penghargaan terendah datang dari respek orang lain terhadap apa yang kita capai termasuk perhatian status dan apresiasi. kebutuhan akan penghargaan bersifat kontinu berbeda dengan kebutuhan akan kasih sayang yang bersifat insidental. Kebutuhan ini memiliki dua kategori diantaranya:
1. Kebutuhan untuk pencapaian prestasi, kompetensi, kebebasan dan rasa kecukupan.
2. Kebutuhan untuk reputasi dan martabat, yaitu penghargaan dari orang lain meliputi pengakuan, perhatian, dan kedudukan.
e. Kebutuhan Kognitif
Menurut Maslow (1943) “Keinginan untuk tahu dan mengerti adalah conative, yang harus dilakukan dengan usaha-usaha tertentu, dan kebutuhan ini diperlukan layaknya kebutuhan dasar”. Maslow tidak begitu jelas mengapa menempatkan kebtuhan kognitif ini diurutan atas dalam hierarki kebutuhannya, tapi pastinya kebutuhan ini ditempatkan setelah kebutuhan akan kasih sayang dan penghargaan dan sebelum kebutuhan untuk aktualisasi diri.
Pengetahuan menjadi prasyarat untuk mengaktualisasikan diri karena jumlah pengetahuan sangat penting untuk motivasi mengembangkan potensi dan perencanaan hidup. Ketika individu mengetahui dengan pasti petunjuk dimana aktualisasi diri ditemukan, aktualisasi diri membantu memotivasi untiuk mengikuti belajar tambahan. Menurut Maslow, proses pembelajaran dan pemahaman itu tidak memiliki arti apa-apa jika tidak ditanamkan.
f. Kebutuhan Estetika
Kebutuhan estetika meliputi kebutuhan akan keindahan, kesenian, musik, yang merupakan bagian dari aspirasi tertinggi dari individu. Kebutuhan ini akan muncul jika kebutuhan-kebutuhan yang lain sudah terpenuhi. Melalui kebutuhan inilah individu dapat mengembangkan kreativitasnya.
g. Kebutuhan Aktualisasi Diri
Aktualisasi diri adalah realisasi dari keseluruhan potensi yang ada pada manusia. Maslow menyamakan “aktualisasi diri” dengan pertumbuhan motivasi. Maslow berpendapat bahwa manusia dimotivasi untuk menjadi segala sesuatu yang dia mampu. Walaupun kebutuhan lain terpenuhi tapi apabila kebutuhan akan aktualisasi diri tidak terpenuhi, tidak mengembangkan atau tidak mampu menggunakan kemampuan bawaannya secara penuh, maka sindividu akan mengalami kegelisahan, ketidaksenangan, atau frustasi. Maslow mengemukakan bahwa seorang musikus harus membuat musik, seorang pelukis harus melukis. Apabila seorang musikus bekerja sebagai seorang akuntan maka dia akan mengalami kegagalan dalam memenuhi aktualisasi dirinya (Markova,2005) .
2.4.2 Manajemen Perilaku Pasien Anak
Permasalahan manajemen perilaku adalah apa yang dokter gigi amati, sedangkan ketakutan dan kecemasan gigi adalah yang biasa dirasakan pasien dan dua hal tersebut tidak selalu berkorelasi. Beberapa anak hadir dengan perilaku manajemen tanpa ketakutan dan kecemasan, beberapa menangkap ketakutan dan kecemasan, tapi mampu mengatasi situasi, dan
beberapa lagi mengalami ketakutan dan kecemasan serta masalah manajemen perilaku.
Faktor etiologi dari kecemasan dan masalah manajemen perilaku dibagi menjadi tiga kelompok utama :
1. Faktor Pribadi
- Usia
- Ketakutan dan kecemasan
- Temperamen
2. Faktor Eksternal
- Gigi orang tua
- Situasi sosial keluarga
- Latar belakang etnis keluarga
3. Dental Faktor
- Nyeri
- Dental operator
A.    Strategi pencegahan
Bagian ini berkaitan dengan bagaimana mencegah masalah manajemen perilaku serta rasa takut dan kecemasan dengan menggunakan teknik perilaku. Seperti dijelaskan dalam bagian sebelumnya, ada kelompok faktor etiologi, dan salah satu strategi mengatasi perilaku anak adalah dengan komunikasi. Komunikasi yanga baik haruslah :
1.      disesuaikan dengan usia dan kematangan anak;
2.      termasuk mengirim serta menerima pesan;
3.      pesan tidak dikomunikasikan sampai adanya penerimaan;
4.      verbal dan non verbal ( komunikasi non verbal setidaknya sama pentingnya dengan kata - kata yang digunakan untuk berbicara dengan pasien cemas );
5.      menggunakan teknik tell-show-do ( TSD ).


B.     Pengelolahan Anak Berdasarkan Usia
a.       Usia 15 bulan - 2,5 tahun
Pengelolaannya yaitu perlu dilayani sesuai dengan pengertian anak dan anak tidak begitu rewel bila dirawat bersama anak - anak sebaya di klinik. Perlu ditunggu orang yang dikenal atau dipercayai dan memberi rasa tentram serta pelayanan dikerjakan dengan prosedur yang sesingkat - singkatnya.
b.      Usia prasekolah ( 3 – 5 tahun )
Pengelolaannya yaitu perlu ditunggui ibu atau orang yang dikenal, banyak dipuji, banyak diajak bicara, dan diberi pengertian serta perlu kesabaran dokter gigi.
c.       Usia sekolah ( 6 - 7, 8 – 9, dan 10 – 12 tahun )
Pengelolaan pada ketiga tingkatan umur ini hampir sama yaitu anak perlu banyak dipuji, dan diberi penjelasan tentang tujuan perawatan. Anak dibujuk dan bukan diperintahkan serta diberi kesempatan agar anak menunjukkan sikap yang mandiri.

2.4.3 Cara Pendekatan Anak pada Dokter gigi
Pasien anak memerlukan pendekatan yang khusus dan berbeda dengan orang dewasa karena sedang dalam proses perkembangan jiwa dan diperlukan waktu yang cukup lama untuk dapat dirawat dengan baik terutama untuk anak yang kurang kooperatif. Kunci keberhasilan dokter gigi dan perawat gigi dalam menanggulangi pasien anak adalah pada kemampuannya untuk berkomunikasi dengan mereka dan menanamkan kepercayaan diri pada anak tersebut. Cara pendekatan anak pada dokter gigi yaitu :
1.      Komunikasi
Berkomunikasi dengan anak merupakan kunci utama untuk penanggulangan perilaku anak. Kontak mata dengan anak perlu dilakukan disertai dengan sambutan hangat dan sikap bersahabat. Letak keberhasilan dokter gigi dan perawat gigi dalam menanggulangi pasien anak adalah pada kemampuannya untuk berkomunikasi dengan mereka dan menanamkan kepercayaan pada diri anak tersebut. Untuk mengurangi rasa takut perlu dipakai bahasa kedua atau menghaluskan bahasa yang disebut cufemism. Komunikasi yang efektif dengan anak merupakan prinsip utama terhadap teknik penanggulangan tingkah laku anak. Komunikasi dengan anak akan bertambah baik apabila dokter gigi dan perawat gigi mengetahui tingkah laku perkembangan psikologi anak. Komunikasi dengan anak dapat dilakukan dengan 2 cara :
a.       Komunikasi ekplisit ( objektif )
Merupakan komunikasi yang informasinya disampaikan secara verbal. Dalam hal ini, dokter gigi jangan membuat pertanyaan yang memaksa anak untuk memilih jawaban ya atau tidak. Pada waktu diperiksa giginya misalnya “ mau, kan, kamu membuka mulut ”. Pada umumnya anak akan memberi jawaban “ tidak ” dalam usahanya menghindari giginya dirawat. Maka lebih baik anak dianjurkan untuk membuka dengan ucapan “ coba mulutnya dibuka ”.
b.      Komunikasi implisit ( subjektif )
Merupakan informasi yang disampaikan secara non verbal seperti ekspresi wajah, tekanan suara, sentuhan tangan, dan ruang tunggu. Umumnya pada pasien anak - anak banyak yang merasa cemas, bentuk komunikasi non verbal yang dapat dilakukan pada pasien anak - anak adalah bisa dengan menyentuh tangannya dan tersenyum.
Cara Membuka Komunikasi
1.       Abaikan segala gejala yang tidak koperatif yang mula - mula ditunjukkan anak.
2.       Mulai dengan prosedur yang paling mudah dan cepat dikerjakan dengan yang sulit.
3.       Hindarkan selalu hal yang membuat anak takut, misal alat / obat, kata - kata yang menakutkan, dan persiapan yang berlebihan.
2.      Modeling
Modeling adalah teknik yang menggunakan kemampuan anak untuk meniru anak lain dengan cara pengalaman yang sama dan telah berhasil. Metode ini dipakai terhadap anak yang cemas dan takut yang belum pernah dirawat giginya. Sebagai model adalah pasien anak yang berkualitas baik yang sudah terlatih dan berani atau kelompok anak pengalaman dalam perawatan gigi.
Menurut Bandura ( 1969 ), modeling adalah suatu proses sosialisasi yang terjadi baik secara langsung maupun secara tidak langsung dalam interaksinya dalam lingkungan sosial. Bandura mengemukakan 4 komponen dalam proses belajar melalui model :
·       Memperhatikan. Sebelum melakukan anak akan memperhatikan model yang akan ditiru. Keinginan ini timbul karena model memperlihatkan sifat dan kualitas yang baik.
·       Mencekam. Setelah memperhatikan dan mengamati model maka pada saat lain anak akan memperlihatkan tingkah laku yang sama dengan model yang dilihat. Dalam hal ini anak sudah merekam dan menyimpan hal - hal yang dilakukan model.
·       Memproduksi gerak motorik. Untuk menghasilkan sesuai apa yang dilakukan model atau mengulang apa yang dilihatnya terhadap model.
·       Ulangan penguatan dan motivasi. Sehingga anak dapat mengulangi dan mempertahankan tingkah laku model yang dilihatnya. Dokter gigi juga dapat bertindak sebagai model yang menunjukkan sifat tenang, tidak ragu, dan rapi.
3.      Desensitisasi
Suatu cara untuk mengurangi rasa takut atau cemas seorang anak dengan jalan memberikan rangsangan yang membuatnya takut / cemas sedikit demi sedikit rangsangan tersebut diberikan terus, sampai anak tidak takut atau cemas lagi. Merupakan salah satu teknik yang paling sering digunakan oleh psikolog dalam merawat pasien untuk mengatasi rasa takut. Teknik dari desensitisasi terdiri dari 3 tahap, yaitu :
1.                    melatih pasien untuk rileks;
2.     menyusun secara berurutan rangsangan yang menyebabkan pasien merasa takut atau cemas yaitu dari hal yang paling menakutkan sampai hal yang tidak menakutkan;
3.     mulailah memberikan rangsangan secara berurutan pada pasien yang rileks tersebut. Dimulai dengan rangsangan yang menyebabkan rasa takut yang paling ringan dan berlanjut ke rangsangan yang berikutnya. Bila pasien tidak takut lagi pada rangsangan sebelumnya, rangsangan ini ditingkatkan menurut urutan yang telah disusun.
Desensitisasi yang dilakukan di klinik pada anak yang takut atau cemas, caranya dengan memperkenalkan anak pada hal - hal yang menimbulkan rasa takut / cemas. Misalnya ruang tunggu, dokter gigi dan perawat, kursi gigi, dan pengeboran. Yang perlu diperhatikan, anak harus rileks, untuk itu kemungkinan diperlukan beberapa kali kunjungan atau mengulangi rangsangan beberapa kali sampai anak tidak takut.
4.      HOME ( Hand Over Mouth Exercise ) / penahanan dengan tangan pada mulut
Tujuan dari HOME :
a.       untuk mencegah respon menolak terhadap perawatan gigi,
b.      menyadarkan anak bahwa yang mencemaskan anak sebenarnya tidak begitu menakutkan seperti yang dibayangkan,
c.       mendapatkan perhatian anak agar dia mendengar apa yang dikatakan dokter dan menerima perawatan.
Tindakan ini dilakukan dengan syarat sebagai berikut.
a.       Usia anak 3 – 6 tahun.
b.      Anak dalam keadaan sehat.
c.       Anak tidak dibawah pengaruh obat.
d.      Telah dicoba dengan cara lain tetapi tidak berhasil..
e.       Izin orang tua.
Cara melakukan HOME :
a.       orang tua diminta meninggalkan ruangan dan sebelumnya diberitahu mengenai tindakan yang akan dilakukan terhadap anak untuk menghindari salah paham;
b.      anak didudukkan di kursi dan tangan kiri dokter menutup mulut anak, dijaga hidung jangan sampai tertutup;
c.       tangan kanan memegang badan anak, dengan kata - kata lembut anak dibujuk agar berhenti menangis atau berteriak sehingga setelah perawatan anak akan bertemu dengan ibunya kembali;
d.      membisikkan kata - kata lembut dengan instruksi “ tangan harus tetap berada dipangkuan “. Biasanya bila anak mengikuti instruksi yang diberikan pada langkah pertama ini, mereka menjadi lebih cepat bersifat koperatif. jika anak tersebut menangis, ingatkan anak agar tetap meletakkan tangannya dipangkuan;
e.       bila anak berhenti menangis dokter akan melepaskan tangannya, diberi pujian, kemudian dilakukan perawatan;
f.       setelah anak dikuasai biasanya perawatan dapat dilakukan dan setelah selesai kita memberi pujian dan anak dikembalikan ke orang tua.
Teknik ini ditujukan pada waktu tertentu, misalnya bila si anak menjadi tidak koperatif, menangis histeris, bila komunikasi antara dokter gigi dan pasien sudah tidak berguna lagi.
5.      Reinforcement
Reinforcement didefenisikan sebagai motivasi atau hal yang memperkuat pola tingkah laku, sehingga memungkinkan tingkah laku tersebut menjadi panutan dikemudian hari. Pada umumnya anak akan senang jika prestasi yang telah ditunjukkan dihargai dan diberi hadiah. Hal ini dapat meningkatkan keberanian anak dan dipertahankan untuk perawatan dikemudian hari. Ada 2 tipe reinforcement yang dijumpai sebagai penuntun tingkah laku anak yaitu :
Reinforcement positif
Reinforcement dapat diberikan setelah anak menunjukkan tingkah laku yang positif dalam perawatan gigi misalnya :
a.       ungkapan kata yang menyatakan bahwa pasien berperilaku manis hari ini, waktu dirawat ( setiap akhir dari perawatan );
b.      untuk hadiah yang lain diberikan pada akhir perawatan sebagai tanda senang atas tingkah laku yang baik misalnya dengan memberikan notes, gambar temple, dll. Tetapi tidak boleh terlalu sering diberikan hadiah ( akhir dari perawatan ).
Reinforcement negatif
Reinforcement diberikan hanya jika anak menunjukkan tingkah laku yang positif. Dokter gigi menguatkan tingkah laku yang tidak diinginkan dengan menunda perawatan gigi anak karena tingkah lakunya tidak kooperatif sampai anak mempunyai keinginan dirawat. Walaupun anak tidak menunjukkan sikap yang baik tetapi anak menerima hadiah dari dokter gigi dengan harapan meningkatkan hubungan yang positif pada waktu berkunjung berikutnya. Sebaliknya anak merasa dapat bebas dengan taktik tersebut dan cenderung mengulanginya pada kunjungan berikutnya. Dengan reinforcement negative berarti dokter gigi menguatkan tingkah laku yang tidak diinginkan .
6.      Sedasi
Sedasi berarti menghilangkan rasa cemas. Oleh karena itu penggunaan lokal anastesi wajar diperlukan, tetapi biasanya tidak menimbulkan masalah bila pasien sudah diberi penenang. Walaupun demikian, sedasi dengan menggunakan nitrous oxide dapat menyebabkan analgesik terhadap sedasi. Tetapi analgesik tidak selalu diperlukan. Perlu diketahui bahwa pasien yang diberi penenang, sadar dan mempunyai refleks normal seperti refleks batuk. Sedasi dapat diberikan oleh dokter gigi yang hendak melakukan perawatan gigi pada pasien dimana anastesi tidak boleh diberikan. Sedasi dapat diberikan secara oral, intra vena, intra muscular, dan inhalasi.
C.    Triad Of Concern
Dalam penanggulangan tingkah laku anak, ada tiga komponen yang harus dipertimbangkan ( Triad of Concern ) yakni pasien anak, orang tua dan dokter gigi.
Orang Tua
Peranan orang tua merupakan salah satu faktor dalam keberhasilan perawatan pasien anak oleh karena sikap orang tua akan mempengaruhi tingkah laku anak. Pendekatan dengan orang tua dapat dilakukan dengan cara memberikan nasehat ( counseling ) yaitu perawatan gigi yang harus diperhatikan, kapan dimulai dan pengaruh lingkungan dimana hal ini dapat disebarkan melalui berbagai media massa atau secara individu.
Beberapa hal penting dan dianjurkan pada orang tua, yaitu :
1.      agar orang tua tidak menceritakan dengan suara ketakutan di depan si anak oleh karena salah satu penyebab rasa takut adalah bila mendengar pengalaman orang tuanya yang tidak menyenangkan di praktek gigi. Mereka dapat mencegah timbulnya rasa takut untuk mengatakan hal - hal yang menyenangkan dalam praktek dokter gigi dan bagaimana baiknya dokter gigi;
2.      agar orang tua jangan sekalipun menggunakan praktek dokter gigi sebagai ancaman atau hukuman;
3.      agar orang tua memperkenalkan si anak dengan bidang kedokteran gigi sebelum anak sakit gigi. Anak dibawa ke dokter gigi agar diperoleh hubungan yang dekat dengan ruang praktek maupun dengan dokter gigi itu sendiri;
4.      keberanian orang tua pada waktu mengantarkan anak ke praktek dokter gigi dapat menimbulkan rasa berani anak. sebaliknya rasa cemas itu dapat menimbulkan keadaan yang tidak menguntungkan;
5.      lingkungan rumah dan sikap orang tua yang baik akan membentuk temperamen anak yang umumnya merupakan pasien dokter gigi yang baik juga;
6.      agar orang tua tidak memberi sogokan supaya anak mau diajak ke dokter gigi;
7.      orang tua dianjurkan perlunya perawatan gigi yang rutin dan teratur, tidak hanya dalam merawat gigi tetapi juga dalam membentuk anak sebagai pasien yang baik;
8.      agar orang tua jangan merasa malu, cerewet atau bersikap kejam mengatasi rasa takut terhadap perawatan gigi. Hal ini hanya membuat si anak dendam pada dokter gigi dan usaha dokter gigi menjadi lebih sulit;
9.      agar orang tua mencegah kesan yang jelek mengenai perawatan gigi yang datangnya dari luar;
10.  orang tua tidak boleh menjanjikan pada anak apa yang akan dan tidak dilakukan oleh dokter gigi. Dokter gigi tidak boleh dibatasi apa yang akan dilakukannya pada anak tersebut. Orang tua juga tidak boleh menjanjikan pada anaknya bahwa dokter gigi tidak akan menyakitinya. Kebohongan hanya menyebabkan kekecewaan dan rasa tidak percaya diri;
11.  beberapa hari sebelum kunjungan, agar orang tua menyampaikan pada si anak bahwa mereka akan pergi ke dokter gigi;
12.  setelah anak memasuki ruang praktek gigi, orang tua mempercayakan anaknya secara keseluruhan pada dokter giginya.
Dokter Gigi
Beberapa hal yang harus diperhatikan oleh dokter gigi yaitu :
1.      Kepribadian dokter gigi dan perawatnya
Dalam merawat pasien anak, dokter gigi dan perawat gigi harus mempunyai pengetahuan yang cukup tentang psikologi anak agar dapat mengatasi anak tanpa menimbulkan trauma psikologi pada anak tertentu.
2.      Waktu dan lamanya kunjungan
Harus diusahakan untuk tidak membuat si anak di kursi gigi lebih lama dari setengah jam, oleh karena dapat menyebabkan si anak bosan dan menangis. Waktu kunjungan, misalnya pada anak -anak pra sekolah tidak boleh diberikan waktu kunjungan pada waktu - waktu tidurnya karena anak - anak yang dibawa waktu ini biasanya mengantuk, lekas marah, dan susah diatur.
3.      Komunikasi dokter gigi
Seorang dokter gigi harus mempelajari bagaimana komunikasi dengan pasiennya dan mempunyai pengertian yang dalam terhadap pasien dan masalahnya sehingga ia dapat melakukan pada setiap pasiennya diagnosa yang lengkap dan perawatan secara menyeluruh. Pada waktu berkomunikasi dengan anak ada beberapa hal dalam berkomunikasi yang perlu diperhatikan.
o    Mengikutsertakan si anak dalam pembicaraan.
o    Menghindarkan penggunaan kata - kata yang menimbulkan rasa takut.
o    Menghindarkan penggunaan kalimat yang berupa perintah tetapi berupa saran ( anjuran ).
o    Penguasaan diri dan tidak boleh cepat marah dalam menghadapi pasien anak.
o    Kelemah lembutan dalam melakukan perawatan terhadap anak.
o    Pemberian hadiah dan pujian.
4.      Keterampilan dokter gigi
Seorang dokter gigi harus mampu melaksanakan tugasnya dengan cekatan, terampil dan sedikit mungkin menimbulkan rasa sakit. Dalam melakukan perawatan terhadap pasien anak, tenaga asisten atau perawat gigi akan sangat berarti., terutama pada waktu menolong mengontrol anak dan melakukan tindakan operatif. Cara yang sederhana dan mudah umumnya merupakan cara yang cepat dilakukan. Teknik operatif harus dikerjakan dengan lancar.
5.      Susunan ruang praktek gigi
Oleh karena rasa takut anak sewaktu memasuki ruang praktek maka untuk mengurangi rasa takut ini adalah dengan membuat suasana ruang tunggu seperti suasana rumah. Buat ruang tunggunya menyenangkan dan hangat. Tidak diragukan lagi bahwa peralatan dan dekorasi kamar menghasilkan keuntungan psikologis pada anak tersebut dalam sejumlah besar kasus. Kamar praktek dapat dibuat lebih menarik dengan menggantungkan gambar - gambar dinding yang bersifat sugestif atau memberikan kesan santai. Tape recorder dengan kaset - kaset pilihan dapat disediakan untuk memberikan ketenangan pada anak - anak yang penakut.
2.5 Konsep Four Handed Dentistry
Berbagai peralatan kedokteran gigi yang dijual di pasaran pada saat ini, hampir semuanya telah memperhatikan aspek ergonomis ketika didesain oleh pabrik pembuatnya. Namun kelebihan ini akan berkurang nilainya apabila pada saat penempatan peralatan tidak berdasarkan prinsip desain tata letak yang benar. Desain tata letak (lay out design) adalah proses alokasi ruangan, penataan ruangan dan peralatan sedemikian rupa sehingga pergerakan berlangsung seminimal mungkin, seluruh luasan ruangan termanfaatkan dan menciptakan rasa nyaman kepada operator yang bekerja serta pasien yang menerima pelayanan. Desain tata letak memegang peranan penting dalam efektifitas dan efisiensi operasi tempat praktek dokter gigi, oleh karena itu perlu direncanakan secara matang sebelum tempat praktek dibangun dan tidak tertutup kemungkinan untuk direvisi dikemudian hari bila dinilai sudah tidak layak lagi (Finkbeiner, 2001).
Seiring dengan makin kompleksnya pelayanan kedokteran gigi, profesi di bidang ini turut ikut berkembang. Bila dahulu cukup hanya dokter gigi saja yang memberikan pelayanan, kini di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, pelayanan diberikan oleh sebuah tim yang terdiri dari Dentist, Dental Hygienist, Dental Assistant, dan Dental Technician. Dentist adalah dokter gigi yang memberikan pelayanan kedokteran gigi. Dental Hygienist bertugas mengisi Rekam Medis, serta melakukan tindakan Preventive Dentistry seperti membersihkan karang gigi secara mandiri. Dental Assistant bertugas sebagai asisten yang membantu dokter gigi mengambil alat, menyiapkan bahan, mengontrol saliva, membersihkan mulut, serta mengatur cahaya lampu selama suatu prosedur perawatan sedang dilakukan. Dental Technician berkerja di Laboratorium, membuat protesa dan alat bantu yang akan dipasang (Dougherty, 2006).
Di Indonesia kondisinya sedikit berbeda, hanya dikenal 2 profesi kesehatan gigi diluar dokter gigi yaitu Perawat Gigi dan Tekniker Gigi. Perawat Gigi bertugas seperti Dental Assistant dan Dental Hygienist, sedangkan Tekniker Gigi bertugas sama seperti Dental Technician. Pada saat pelayanan kedokteran gigi dilakukan, hanya akan ada 2 orang yang berada di sekitar pasien yaitu Dokter Gigi dan Perawat Gigi. Tugas kedua orang ini berbeda namun saling mendukung, ini kemudian melahirkan istilah Four Handed Dentistry (Dougherty, 2006).
Konsep Four Handed Dentistry telah diadopsi oleh para produser pembuatan dental unit, sehingga saat ini seluruh dental unit yang dibuat selalu dilengkapi dengan sisi Dental Asistant disebelah kiri pasien. Oleh karena itulah konsep Four Handed Dentistry menjadi dasar dalam desain tata letak penempatan alat kedokteran gigi (Dougherty,2006).
2.5.1 Jalur Kerja Dan Pergerakan
Dalam konsep Four Handed Dentistry dikenal konsep pembagian zona kerja disekitar Dental Unit yang disebut Clock Concept. Bila kepala pasien dijadikan pusat dan jam 12 terletak tepat di belakang kepala pasien, maka arah jam 11 sampai jam 2 disebut Static Zone, arah jam 2 sampai jam 4 disebut Assisten’s Zone, arah jam 4 sampai jam 8 disebut Transfer Zone, kemudian dari arah jam 8 sampai jam 11 disebut Operator’s Zone sebagai tempat pergerakan Dokter Gigi (Nusanti, 2000).


Gambar 6. Zone activity for right-handed dentist


·      Static Zone adalah daerah tanpa pergerakan dokter gigi maupun perawat gigi serta tidak terlihat oleh pasien. Zona ini untuk menempatkan meja instrumen bergerak (Mobile Cabinet) yang berisi instrumen tangan serta peralatan yang dapat membuat takut pasien.
·      Assistant’s Zone adalah zona tempat pergerakan perawat gigi. Pada dental unit di sisi ini dilengkapi dengan semprotan air / angin dan penghisap ludah serta light cure unit pada dental unit yang lengkap.
·      Transfer Zone adalah daerah tempat alat dan bahan dipertukarkan antara tangan dokter gigi dan tangan perawat gigi.
·      Operator’s Zone sebagai tempat pergerakan dokter gigi (Nusanti, 2000).
Prinsip utama dalam desain tata letak penempatan alat kedokterangigi adalah prinsip ergonomis, yaitu menyerasikan atau menyeimbangkan antara segala fasilitas yang digunakan baik dalam beraktivitas maupun istirahat dengan kemampuan dan keterbatasan manusia, baik fisik maupun mental sehingga kualitas hidup secara keseluruhan menjadi lebih baik. Konsep Four Handed Dentistry dan ergonomis menjadi dasar dalam desain tata letak penempatan alat kedokteran gigi, semuanya bertujuan agar seluruh luasan ruangan termanfaatkan dengan baik serta menciptakan rasa nyaman kepada operator yang bekerja dan pasien yang menerima pelayanan (Finkbeiner, 2001).

DAFTAR PUSTAKA

Asri, dkk,. 2000. Kelainan Bawaan. Jakarta : Universitas Indonesia
Bahan Kuliah  Ilmu Kedokteran Gigi Anak Dept Pedodonsia. 2011. Fakultas Kedokteran gigi Universitas Sumatera Utara.
Bakar, Abu. 2002. Kedokteran Gigi Klinis Edisi 2. Yogyakarta: KITA Junior
Baresford, Larry.1998. A piece of pain Relief. Chicago.Hospital and Health Network.
Benitez, C.; O’Sullivan, D.; Tinanoff, N. 1994. Effect of Preventive Approach for             Treatment of Nursing Bottle Caries. Journal of Dentistry for Children.
Dougherty, M. 2006. Information for Consideration in an Ergonomic Standard for Dentistry. Feel Papers.
Finkbeiner, B, dan C. Fainkbeiner. 2001. Practice Management for Dental Team. St Louis : Mosby
Matsson, L., 2001, Periodontal Conditions in Children and Adolescent., Munksgaard: Copenhagen
Paradipta, A. 2009. Karies Botol (Baby Bottle Milk Caries). Medan: USU Press.
Sjuhada, 2003. Indonesian E-Dental Information: Perawatan Gigi Anak.    http://www.sjuhada.cbj.net.

Sutisna, 2010. Patologi Kelainan Kongenital pada Anak. Jakarta : Universitas Indonesia.