BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit periodontal
adalah penyakit yang mengenai jaringan pendukung gigi, yaitu gingiva/gusi serta
jaringan periodontal, yaitu jaringan yang menghubungkan antara gigi dan tulang
penyangga gigi yaitu tulang alveolar. Penyakit periodontal merupakan salah satu
penyakit yang sangat meluas dalam kehidupan manusia, sehingga kebanyakan
masyarakat menerima keadaan ini sebagai sesuatu yang tidak terhindari. Namun
studi etiologi, pencegahan dan perawatan penyakit periodontal menunjukkan bahwa
penyakit ini dapat dicegah. Penyakit yang paling sering mengenai jaringan
periodontal adalah gingivitis dan periodontitis.
Gingivitis adalah
peradangan pada gusi yang disebabkan bakteri dengan tanda-tanda klinis
perubahan warna lebih merah dari normal, gusi bengkak dan berdarah pada tekanan
ringan. Penderita biasanya tidak merasa sakit pada gusi. Gingivitis bersifat reversible yaitu jaringan gusi dapat kembali
normal apabila dilakukan pembersihan plak dengan sikat gigi secara teratur. Periodontitis
menunjukkan peradangan yang sudah mengenai jaringan pendukung gigi yang lebih
dalam. Penyakit ini bersifat progresif, biasanya dijumpai antara usia 30-40
tahun dan bersifat irreversible/tidak dapat kembali normal seperti
semula, yaitu apabila tidak dirawat dapat menyebabkan kehilangan gigi dan bila
gigi tersebut sampai hilang/tanggal berarti terjadi kegagalan dalam
mempertahankan keberadaan gigi di dalam rongga mulut seumur hidup.
Porphyromonas Gingivalis merupakan bakteri coccobacillus gram negatif anaerob obligat di rongga
mulut yang dikaitkan dengan kerusakan jaringan periodontal pada manusia. Porphyromonas Gingivalis hampir
selalu ditemukan di daerah subgigiva dan persisten dalam reservoir pada permukaan mukosa seperti pada
lidah dan tonsila, namunPorphyromonas Gingivalis jarang
ditemukan dalam plak manusia yang sehat. Seperti telah disebutkan diatas,
kerusakan jaringan secara langsung dapat diakibatkan oleh infeksi bakteri P.gingivalis melalui produk-produk bakterimaupun
secara tidak langsung.
Menjaga oral hygiene/kebersihan mulut merupakan obat
pencegah yang paling efektif yaitu melalui pembersihan dan eliminasi faktor
lokal seperti plak dengan gosok gigi dan dengan scalling untuk meghilangkan kalkulus/karang
gigi. Kalkulus merupakan deposit keras yang berasal dari plak yang mengalami
kalsifikasi biasanya terdapat di servikal/leher gigi dan dapat menjadi iritan
kronis terhadap gusi sehingga mengakibatkan peradangan. Disamping itu
pencegahan penyakit periodontal dapat dilakukan dengan menghilangkan kebiasaan
buruk sepertibruxism/kerot, bernapas
melalui mulut serta mengkoreksi kondisi gigi yang mengalami trauma oklusal
karena malposisi, yaitu posisi gigi yang salah maupun gigi yang terpendam.
Cara menggosok gigi yang tepat dan benar diperlukan karena sikat gigi yang
salah dengan arah horizontal akan menimbulkan abrasi/gigi terkikis maupun
resesi gingiva/gusi melorot sehingga penyakit-penyakit periondontal akan lebih
mudah terjadi. Gunakan bulu sikat yang halus supaya tidak melukai gusi.
Hendaknya sikat gigi diganti sekurang-kurangnya tiga bulan sekali, dengan
demikian bulu sikat masih tetap efektif dalam membersihkan gigi. Menggunakan dental floss atau benang gigi untuk membersihkan
sela-sela gigi dengan teknik yang benar dan tepat perlu diperhatikan agar tidak
melukai gusi dan membuat radang. Kontrol ke dokter gigi secara teratur adalah
penting untuk mengetahui perubahan pada gigi dan gusi. Apabila kelainan
periodontal telah terjadi, maka terapi dan perawatan diperlukan. Menggunakan
obat kumur antiseptik yang mengandung chlorhexidine 0.20%
minimal selama 1 menit sebanyak 10 cc terbukti efektif dalam meredakan proses
peradangan pada jaringan periodontal. Terapi penyakit periodontal meliputi scalling yaitu melepaskan kalkulus dari tempat
perlekatannya pada gigi. Tindakan ini diperlukan karena kalkulus merupakan
deposit terkalsifikasi yang melekat, keras serta tidak hilang dengan gosok
gigi. Selain itu perlu dilakukan kuretase yaitu tindakan pembersihan periodontal pocket yang
berisi banyak food debrismaupun kuman untuk mencegah
peradangan lebih lanjut.
Apabila terbukti terdapat keterlibatan kuman baik secara klinis maupun
mikrobiologis, maka dokter gigi anda akan memberikan antibiotik yang sesuai
dengan penyebab penyakit periodontal tadi. Penyakit periodontal adalah kelainan
yang berawal dari plak gigi sehingga kunci sukses dalam upaya pencegahan adalah
melakukan kontol plak dan akan lebih baik jika scalling ke dokter gigi minimal 6 bulan sekali.
1.2
Rumusan Masalah
1.
Apa definisi dari jaringan periodontal
dan anatominya?
2.
Apa definisi dan klasifikasi dari
penyakit periodontal?
3.
Bagaimana pemeriksaan pada penyakit
periodontal?
4.
Bagaimana respon imun terhadap penyakit
periodontal?
5.
Bagaimana pencegahan dan prognosis
penyakit periodontal?
6.
Bagaimana rencana perawatan untuk
penyakit periodontal?
1.3
Tujuan
Diharapkan dengan
adanya makalah ini mahasiswa IIK Kediri khususnya Fakultas Kedokteran Gigi
dapat memahami tentang Penyakit Periodontal dan diharapkan mampu menangani
terhadap pasien yang mengalami Penyakit Periodontal.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Jaringan Periodontal
Adalah jaringan
pendukung gigi yang sebenarnya terdiri dari beberapa jaringan, tetapi telah
menjadi salah satu yakni disebut jaringan pendukung gigi atau penyangga gigi
yang terdiri dari ligament periodontal, procesus alveolaris, cementum dan
gingiva (Mahfoed, 2005).
2.1.1
Gingiva
Gingiva adalah bagian
mukosa mulut yang tersusun dari jaringan ikat fibrosa, yang ditutupi epitel dan
menutupi processus alveolar rahang dan mengelilingi leher gigi. Gingiva adalah bahasa yang digunakan
secara umum dalam bidang kedokteran gigi
(Newman,
2012).
A
Gingiva Secara Anatomis
Menurut
Newman,dkk pada tahun 2002, gingival
secara anatomis dibagi atas :
1.
Free gingiva
Yaitu tepi
atau pinggir gingiva yang
mengelilingi gigi. Bagian ini berbatasan dengan attached gingiva atau suatu lekukan dangkal yang disebut free gingival groove. Lebar gingival kurang lebih 1 mm, dapat
dilakukan dengan alat periodontal probe dan permukaan gigi. Bagian ini juga
merupakan salah satu dinding jaringan lunak dari sulcus gingiva.
2. Attached
gingiva
Attached gingiva tidak
terpisah dengan marginal gingiva.
Padat, lenting, (resilient), melekat erat keperiosteal tulang alveolar. Sampai
meluas ke mukosa alveolar yang longgar dengan mudah bergerak dibatasi oleh muko
gingival junction. Attached gingiva melekat erat ke
periosteum tulang alveolar. Lebarnya kurang lebih 1-9 mm. Pada bagian palatal
maksila gingiva ini berlanjut terus
dengan mukosa palatum sedangkan pada bagian lingual mandibula berakhir di
perbatasannya dengan mukosa oral sampai membran mukosa dasar mulut.
3. Interdental
gingiva
Mengisi embrasus gingival, yaitu ruang proximal, di bawah
daerah kontak gigi. Interdental gingiva
pada gigi bagian anterior berbentuk piramida, dan bagian posterior berbentuk
seperti lembah.
Gambar 2.1. Gingiva secara anatomis
B. Gambaran Mikroskopik Gingiva
Gingiva terdiri atas lapisan epitel berupa epitel skuama
berlapis dan jaringan ikat yang disebut lamina propria.
1.
Epitel gingiva
Fungsi
epitel gingiva untuk melindungi
struktur yang berada dibawahnya, serta
memungkinkan terjadinya perubahan selektif dengan lingkungan oral.
Perubahan tersebut dimungkinkan oleh adanya proses proliferasi dan diferensiasi. Epitel gingiva disatukan ke jaringan ikat oleh lamina basal. Lamina basal terdiri atas lamina
lusida dan lamina densa. Hemidesmosom dari sel-sel epitel basal mengikat lamina
lusida. Komposisi utama dari lamina
lusida adalah laminin glikoprotein, sedangkan lamina densa adalah berupa
kolagen tipe IV. Lamina basal
berhubungan dengan fibril-fibril jaringan ikat dengan bantuan fibril-fibril
pen-jangkar (anchoring fibrils).
Terdapat
3 epitel pada gingiva yaitu :
a.
Epitel oral
Yaitu epitel skuama
berlapis yang berkeratin (keratin-ized) atau berparakeratin (parakeratinized)
yang membalut permukaan vestibular dan oral gingiva.
Epitel ini meluas dari batas mukogingival
ke krista tepi gingiva (crest gingival margin), kecuali pada
per-mukaan palatal dimana epitel ini menyatu dengan epitel palatum.
Lamina basal yang
menyatukan epitel gingiva ke jaringan
ikat gingiva bersifat permeabel
terhadap cairan, namun dapat menjadi
penghalang bagi bahan partikel tertentu.
b.
Epitel sulkular
Epitel ini mendindingi
sulkus gingiva dan menghadap ke permukaan gigi tanpa melekat padanya dan
merupakan epitel skuama berlapis yang tipis, tidak berkeratin, tanpa rete peg dan perluasan-nya mulai dari
batas koronal epitel penyatu sam-pai ke krista tepi gingiva
Epitel ini penting
sekali artinya karena bertindak sebagai membran semipermeabel yang dapat
dirembesi oleh produk bakteri masuk ke gingiva,
dan oleh cairan gingiva yang keluar
ke sulkus gingiva.
c.
Epitel penyatu
Membentuk perlekatan
antara gingiva dengan permukaan gigi
berupa epitel skuama berlapis tidak berkeratin. Pada usia muda epitel penyatu
terdiri atas 3 - 4 lapis, namun dengan bertambahnya usia lapisan epitelnya
bertambah menjadi 10 - 20 lapis. Epitel ini melekat ke permukaan gigi dengan
bantuan lamina basal. panjangnya bervariasi antara 0,25 - 1,35 mm merentang
dari dasar sulkus gingiva sampai ± 1,0 mm koronal dari batas semento-enamel
pada gigi yang belum mengalami resesi. Bila gigi telah mengalami resesi, epitel
penyatu berada pada sementum.
Perlekatannya ke permukaan gigi diperkuat pula oleh serat-serat gingiva yang mendukung gingiva diperkuat pula oleh serat-serat gingiva yang mendukung gingiva bebas ke permukaan gigi, oleh
sebab itu, epitel penyatu dan serat-serat gingiva
dianggap sebagai suatu unit fungsional yang dinamakan unit dento-gingival.
2.
Jaringan ikat gingiva
Terdiri atas dua
lapisan:
a.
Lapisan papilari
(papillary layer) yang berada langsung dibawah epitel, yang terdiri atas:
proyeksi papilari (papillary projection)
diselang-selingi oleh rete peg epitel
b.
Lapisan retikular
(reticular layer) yang ber-lanjut ke periosteum tulang alveolar. Substansi
dasar jaringan ikat gingiva mengisi
ruang antara serat-serat dan sel-sel, amorf, dan mengandung banyak air
Jringanj ikat igngiva
juga tersusun atas bgaian seliler dan interseluler.
·
Bagian interseluler
Ø Substansi
dasar
Komposisinya
terdiri atas:
-
proteoglikans (proteoglycans), terutama asam
hialuronat (hyaluronic acid)
-
glikoprotein
(glycoproteins), berupa fibronektin dan laminin
Fibronektin berfungsi
mengikat fibroblas ke serat2 dan komponen matriks interseluler lainnya dan
membantu adhesi dan migrasi sel Laminin berfungsi mengikatkan substansi dasar
ke sel-sel epitel
Ø Serat
– serat gingiva
Serat-serat jaringan
ikat terdiri atas tiga tipe yaitu serat kolagen, serat retikular dan serat
elastik
Fungsinya
1.
Mendukung gingiva bebas sehingga rapat bersandar
ke permukaan gigi.
2.
Menimbulkan kekakuan
pada gingiva bebas sehingga tidak
terkuak menjauhi gigi bila terkena tekanan pengunyahan.
3.
Menyatukan gingiva bebas dengan sementum akar gigi
dan gingiva cekat.
Serat gingiva tersusun dalam beberapa
kelompok:
1)
Kelompok utama, terdiri
atas serat dentogingival, alveologingival, dento-periosteal, sirkular,
dan transeptal.
2)
Kelompok sekunder yang
terdiri atas serat periostogingival,
interpapilari, transgingival,
intersirkular, intergingival, dan
semisirkular.
Gambar 2.2 Epitel & lamina propria
C. Sulcus Gingiva
Sulkus gingiva merupakan suatu celah dangkal disekeliling gigi dengan
dinding sebelah dalam adalah permukaan gigi dan dinding sebelah luar adalah
epitel sebelah dalam dari gingiva
bebas. Epitel perlekatan yang
terletak pada sulcus gingiva berguna
untuk memahami hubungan biologik antara komponen vaskular dan struktur
periodontal. Epitel ini membentuk perlekatan organik pada gigi dan berdampingan
dengan epitel sulcus yang berlanjut ke
tepi gingiva. Berbeda dengan epitel
lainnya, epitel ini mempunyai 2 lamina dasar, satu melekat pada jaringan ikat
dan lainnya pada gigi. Komponen seluler dan humoral dari darah dapat melewati
epitel ini dalam bentuk cairan sulcus
gingiva (Newman, 2012).
Sulkus ini membetuk seperti
huruf V, dan kedalamnya dapat diselipkan alat prob periodontal dalam keadaan
yang sangat normal dan bebas kuman (eksperimental) kedalamannya bisa 0 atau
mendekati 0, namun secara klinis biasanya dijumpai sulkus gingival dengan kedalaman
tertentu. Secara histologis ke dalamannya
adalah 1,5 - 1,8 mm. Ke dalaman
klinis diukur dengan alat prob (dinamakan ke dalaman probing) adalah 2,0-3,0 mm (Newman, 2012).
D. Cairan sulcus gingiva
Cairan sulcus
gingiva (CSG) berasal dari serum darah yang terdapat dalam sulkus gingiva, baik gingiva dalam keadaan sehat mapun meradang. Pada CGS dari gingiva yang meradang jumlah
polimorfonuklear leukosit, makrofag, limfosit, monosit, ion elektrolit, protein
plasma dan endotoksin bakteri bertambah banyak, sedagkan jumlah urea menurun (Newman dan Michael,2012)
Menurut Carranza Jr, cairan sulkus gingiva (CSG) adalah suatu produk
filtrasi fisiologis dari pembuluh darah yang termodifikasi. Menurut Golberg dan Cisamoni CSG adalah eksudat
peradangan dan Alfano menyatakan
bahwa kedua teori tersebut benar. Hipotesa Alfano membuktikan bahwa CSG dapat
berasal dari jaringan gingiva yang
sehat, melalui mekanisme perubahan tekanan osmosis sebab adanya daya
makromolekul.
Grant
berpendapat bila bakteri atau benda asing tertentu masuk ke sulkus gingiva, bakteri atau benda asing
tersebut akan lenyap dari sulkeus gingiva,
bakteri atau benda asing tersebut akan lenyap dari sulkus sebab disemburkan
keluar oleh aliran ciran sulkus gingiva.
Cairan sulkus gingiva juga bisa
digunakan sebagai indikator untuk menilai keadaan jaringanperiodontal secara
objectif sebab aliran CSG sudah lebih banyak sebelum terlihatnya perubahan
klinis radang gingiva bila
dibandingkan dengan keadaan normal (Newman, 2012).
2.1.2 Tulang
Alveolar
Prosesus
alveolaris adalah bagian dari tulang rahang yang menopang gigi-geligi. Prosesus
alveolaris tidak terlihat pada keadaan anodonsia. Tulang dari prosesus
alveolaris tidak berbeda dengan tulang pada bagian tubuh lainnya (Manson,
1993).
Tulang
alveolar terdiri atas tulang spons diantara dua lapis tulang kortikal. Lempeng
kortikal luar adalah lanjutan korteks mandibula atau maksila. Lempeng kortikal
dalam bersebelahan dengan membran periodontal gigi yang disebut lamina dura.
Tulang alveolar mengelilingi akar untuk membentuk sakunya. Pembuluh darah dan
saraf ke gigi menembus tulang alveolar ke foramen apikal untuk memasuki rongga
pulpa. Tulang alveolar cukup labil dan berfungsi sebagai sumber kalsium siap
pakai untuk mempertahankan kadar darah ion ini. Setelah hilangnya gigi permanen
atau setelah periodontitis dapat terjadi resorpsi nyata dari tulang alveolar
(Bloom and Fawcett, 2002).
1.
Stuktur tulang alveolar
Tulang
alveolar tersusun atas alveolar bone
proper dan supporting bone. Alveolar bone proper adalah tulang yang
melapisi soket. Dalam istilah radiologi disebut lamina dura. Supporting bone meliputi compact cortical plates dan spongy bone (Avery et all, 2002).
Gambar 2.3
Tulang Alveolar (Avery et all, 2002).
a.
Alveolar
bone proper
Alveolar bone proper adalah
lapisan tipis tulang yang mengelilingi akar gigi dan memberikan perlekatan pada
pada prinsipal fibers dari ligamen periodontal. Alveolar bone proper membentuk lapisan dalam soket (Bathla, 2012).
b.
Supporting
alveolar bone
Supporting alveolar bone adalah
tulang yang mengelilingi alveolar bone
proper dan memberikan dukungan pada soket. Supporting alveolar bone terdiri dari dua bagian yaitu:
1.
Cortical
plates yang terdiri dari compact bone dan membentuk outer
dan inner plates dari tulang alveolar
2. Spongy bone
yang mengisi area diantara plates dan
alveolar bone proper. Spongy bone juga disebut trabecular bone atau cancellous bone (Bathla, 2012).
Gambar
2.4 Struktur Tulang Alveolar (Bathla, 2012)
2.
Komposisi Tulang
Alveolar
a.
Inorganik: 67% hydroxyapatite
b.
Organik: 33%
1. Kolagen
28% tipe I terutama, tipe III, V, XII dan XIV
2. Protein
non-kolagen 5% yaitu berupa osteonectin, oateopontin, bone sialoprotein, osteocalcin, bone
proteoglycan, biglycan, bone
proteoglycan II decorin, thrombospodin dan bone morphogenetic proteins (BMPs) (Bathla, 2012).
3.
Komponen seluler tulang
alveolar
Menurut
Bathla (2012), komponen seluler dari tulang alveolar antara lain:
a.
Osteoblas
Umumnya
selnya cuboidal atau sedikit
memanjang yang melapisi sebagian besar permukaan tulang
b.
Osteosit
Selama
osteoblas mensekresikan matriks tulang, beberapa dari mereka menjadi
terperangkap dalam lacuna dan disebut osteosit
c.
Osteoklas
Ini
adalah multinucleated sel raksasa dengan ukuran 50 hingga 100µm
d. Osteoprogenitor cells
Sel
ini panjang, populasi stem sel tipis untuk mengahasilkan osteobeas
e. Bone lining cells
f.
Periosteum, terdiri
dari lapisan dalam osteoblas yang dikelilingi oleh osteoprogenitor cells
g.
Endosteum, tersusun
dari lapisan tunggal osteoblas dan sejumlah kecil jaringan ikat.
2.1.3
Ligamen Periodontal
1.
Definisi dan fungsi
ligamen periodontal
Ligamen
adalah suatu ikatan, biasanya menghubungkan dua buah tulang. Akar gigi
berhubungan dengan soketnya pada tulang alveolar melalui struktur jaringan ikat
yang dianggap sebagai ligamen. Ligamen periodontal tidak hanya menghubungkan
gigi ke tulang rahang tetapi juga menopang gigi pada soketnya dan menyerap
beban yang mengenai gigi. Beban selama mastikasi, menelan dan berbicara sangat
besar variasinya, juga frekuensi, durasi dan arahnya. Struktur ligamen biasanya
menyerap beban tersebut secara efektif dan meneruskannya ke tulang pendukung
(Manson, 1993).
Gambar
2.5 Ligamen Periodontal
2.
Struktur ligamen
periodontal
Ketebalan
ligamen bervariasi dari 0,3-0,1 mm. Ligamen periodontal yang terlebar pada mulut soket dan pada apeks gigi dan yang
tersempit adalah pada aksis rotasi gigi yang terletak sedikit apikal dari
pertengahan akar. Pada keadaan sehat, gigi mempunyai rentang gerakan yang
normal. Seperti sebagian rangka lainnya, stes fungsional dibutuhkan untuk
mempertahankan integritas ligamen periodontal, bila stres fungsional besar,
ligamen biasanya juga lebih tebal dan bila gigi tidak berfungsi ligamen akan
menjadi tipis setipis 0,06 mm. Dengan terjadinya proses penuaan, ligamen akan
menjadi lebih tipis (Mahfoed, 2005).
Elemen
terpenting dari ligamen periodontal adalah principal
fibers (serabut-serabut dasar). Menurut Phinney and Halstead (2003), enam
grup dari prinsipal fibers yaitu:
a.
Alveolar crest,
berfungsi untuk menahan gaya rotasi dan tilting
b.
Horizontal, berfungsi
dengan cara yang kebanyakan sama dengan alveolar crest
c.
Oblique, merupakan
fibers grup yang sangat banyak. Fungsinya adalah untuk menahan gaya intrusif
yang mendorong gigi ke dalam
d.
Apikal, berfungsi untuk
menahan gaya yang mencoba untuk menarik
gigi keluar, dan juga gaya rotasi
e.
Interradicular,
berfungsi untuk menahan gaya rotasi dan memegang gigi pada kontak
interproksimal
f.
Interdental
(transeptal), berfungsi untuk menahan gaya rotasi dan memegang gigi di daerah
kontak interproksimal
Gambar
2.6 Prinsipal Fibers dari Ligamen
Periodontal
3.
Komponen ligamen
periodontal
Menurut Willmann
(2007), komponen ligamen periodontal meliputi:
a.
Sel
Sel ligamen periodontal yang utama
adalah fibroblast dengan beberapa sementoblas dan osteoblas
Gambar
2.7 Sel-sel pada Ligamen Periodontal
b.
Matriks ekstraseluler
1)
Matriks ekstraseluler
ligamen periodntal mirip dengan matriks ekstraseluler jaringan ikat lainnya.
2)
Bundel serabut dari
ligamen periodontal adalah jaringan penghubung khusus yang mengelilingi akar
dari gigi dan menghubungkannya dengan tulang alveolar. Serabut ini adalah
komponen terbesar dari ligamen periodontal.
c.
Suplai pembuluh darah
dan saraf
4.
Saraf dan suplai darah
ligamen periodontal
Ligamen
mempunyai anyaman pembuluh darah yang sangat banyak didapat dari arteri apikal
dan pembuluh yang berpenetrasi pada tulang alveolar. Terdapat anastomosis dalam
jumlah besar dengan pembuluh darah gingiva.
Bundel saraf dari trigeminus berjalan
bersama pembuluh darah dari apeks dan melintasi tulang alveolar untuk mensuplai
ligamen dengan reseptor tactile,
tekanan dan rasa sakit. Saraf tampaknya berakhir sebagai ujung saraf bebas atau
struktur berbentuk kumparan yang berhubungan dengan aktifitas proprioseptif
yang terpusat untuk mengontrol sistem mastikasi pada saat menelan, mengunyah
dan berbicara (Manson, 2013).
a.
Saraf
Saraf
ditemukan pada ligamen melewati foramen pada tulang alveolar. Saraf ini
merupakan cabang dari divisi saraf kedua dan ketiga dari saraf kranial kelima
(saraf trigeminus). Saraf ini mengikuti jalur yang sama dengan pembuluh darah
(Chandra, 2004).
b.
Pembuluh darah
Suplai darah utama dari ligamen
periodontal adalah dari arteri alveolaris superior dan inferior. Anastomosis
arterivenous utama terjadi dalam ligamen. Pembuluh darah berasal dari:
1.
Cabang dari pembuluh
darah apikal, yaitu pembuluh darah yang mensuplai pulpa
2.
Cabang dari pembuluh
darah intra-alveolar, berjalan horizontal dan menembus tulang alveolar untuk
masuk ke dalam ligamen periodontal
3.
Cabang dari pembuluh
darah gingiva (Chandra, 2004).
5.
Substansi dasar ligamen
periodontal
Ligamen periodontal
mempunyai 2 grup substansi utama yaitu proteoglycans
dan glycoprotein. Dua grup ini
tersusun atas protein dan polisakarida. Substansi dasar pada ligamen
periodontal adalah 70% berupa air. Fungsi substansi dasar adalah
mentransportasikan makanan ke sel dan membuang produk dari sel ke pembuluh
darah (Chandra, 2004).
6.
Fungsi ligamen
periodontal
Menurut
Willmann (2007), fungsi ligamen periodontal meliputi fungsi suportive, formative, resorptive, sensory and nutritive
a.
Fungsi suportive
Fungsi suportive ligamen periodontal antara
lain
1.
Melekatkan tulang ke
soket gigi
2.
Menangguhkan gigi dalam
soketnya, memisahkannya dari dinding soket, sehingga akar tidak bertabrakan
dengan tulang ketika mastikasi
b.
Fungsi formative
Ligamen periodontal
mengandung sementoblas yang memproduksi sementum sepanjang kehidupan gigi,
semenata osteoblas mempertahankan tulang dari soket gigi
c.
Fungsi resorptive
Dalam merespon tekanan
yang berat, sel dari ligamen periodontal dapat memproduksi resorbsi tulang
dengan cepat dan kadang-kadang meresorpsi sementum
d.
Fungsi sensory
Ligamen periodontal
disuplai dengan serabut saraf yang mengirimkan tekanan taktil dan sensanyi
nyeri
e.
Fungsi nutritive
Ligamen periodontal
disuplai oleh pembuluh darah yang menyediakan nutrien untuk sementum dan tulang
2.1.4 Sementum
a.
Tipe Sementum
1.
Sementum Aseluler
Secara
kronologis sementum aseluler pertama-tama ditimbun pada dentin membentuk
pertemuan sementum-dentin, dan biasanya menutupi sepertiga servikal dan
sepertiga tengah akar. Sementum aseluler
tidak mengandung sel, terbentuk sebelum gigi mencapai oclusal plane (erupsi), ketebalannya sekitar 30-230 µm. Serabut
sharpey membentuk sebagian besar struktur aseluler sementum. Selain itu juga,
mengandung fibril-fibril kolagen yang terkalsifikasi yang tersusun beraturan
atau parallel terhadap permukaan (Mahfoed, 2005).
Gambar 2.9. Sementum aseluler dan seluler
tampak radiologi
|
2.
Sementum Seluler
Sementum seluler biasanya ditumpuk pada sementum aseluler
pada sepertiga apikal akar dan bergantian dengan lapisan sementum aseluler.
Sementum seluler ditumpuk pada kecepatan yang lebih besar daripada sementum
aeluler dan dengan demikian menjebak sementoblas di dalam matriks. Sel-sel yang
terjebak ini disebut sementosit. Sementosit terletak pada kripta sementum dan
dikenal sebagai lacuna Sementum seluler banyak ditemukan di daerah apikal dan
bifurkasi akar gigi. Lebih sedikit terkalsifikasi daripada tipe aseluler,
serabut sharpey porsinya sedikit, dan terpisah dari serabut lain yang tersusun
parallel pada permukaan akar, lebih tebal dari aseluler sementum (Mahfoed, 2005).
b.
Klasifikasi Sementum
Menurut
Schroeder, sementum diklsifikasikan menjadi:
1.
AAC (Acelular
Afibriliar Cementum)
Sumbernya dari
sementoblas, letaknya pada daerah koronal sementum, ketebalannya sekitar 1-15
µm
2.
AEFC (Acelular
Extrinsic Fiber Cementum)
Sumbernya dari
fibroblast dan sementoblas, letaknya pada daerah servikal akar. ketebalannya
sekitar 30-230 µm.
3.
CMSC (Cellular Mixed
Stratified Cementum)
Sumbernya dari
fibroblast dan sementoblas, letaknya pada bagian apikal akar dan daerah
furkasi, ketebalannya 100-1000 µm.
4.
CIFC (Celular Intrinsik
Fiber Cementum)
Sumbernya dari
sementoblas sebagai pengisi kekosongan akibat resorbsi.
5.
Intermediate
Cementum
Letaknya dekat
persimpangan (furkasi) gigi permanen.
c.
Cementoenamel
Junction (CEJ)
Terdapat tiga
tipe, antara lain:
1.
60 % - 65 % kasus sementum tumpang tindih dengan email
2.
30 % - edge to edge
3.
5 % 10 % sementum dan enamel tidak bertemu
2.2
Klasifikasi
Penyakit Periodontal
1.
Penyakit
Gingiva
a.
Dental
Plaque-Induced Gingival Disease
Kondisi ini dapat terjadi
pada jaringan periodontal yang tidak mengalami attachment loss ataupun jaringan periodontal yang mengalami attachment loss. Kondisi ini stabil dan tidak
agresif.
i)
Gingivitis yang hanya berasosiasi
dengan dental plak
(i)
Tanpa kontribusi factor
lokal
(ii)
Dengan kontribusi
factor lokal
ii)
Penyakit gingiva yang
dimodifikasi oleh factor sistemik
(i)
Berhubungan dengan
system endokrin
·
Puberty-associated
gingivitis
·
Menstrual
cycle-associated gingivitis
·
Berhubungan dengan kehamilan
o Gingivitis
o Pyogenik
granuloma
·
Gingivitis yang berhubungan
dengan diabetes melitus
(ii)
Berhubungan dengan diskrasia
darah
·
Leukemia-associated
gingivitis
·
Lainnya
b.
Non-Plaque-Induced Gingival Disease
i)
Penyakit gingiva dengan
penyebab bakteris pesifik
(i) Neisseria gonorrhoeae
(ii) Treponema palladium
(iii) Spesies
Streptococcus
(iv) Lainnya
ii)
Penyakit gingiva dengan
penyebab virus
(i)
Infeksi herpes virus
·
Primary
herpetic gingivostomatitis
·
Reccurent
oral herpes
·
Varicella
Zoster
(ii)
Lainnya
iii)
Penyakit ginviva dengan
penyebab jamur
(i) Infeksi
spesies candida : generalized gingival
candidiasis
(ii) Linear gingival
erythema
(iii) Histoplasmosis
(iv) Lainnya
iv)
Lesi gingiva dengan penyebab
genetic
(i) Hereditary gingival
fibromatosis
(ii)
Lainnya
v)
Manifestasi gingiva
dari penyakit sistemik
(i)
Lesimucocutaneous
·
Lichen planus
·
Pemphigoid
·
Pemphigus vulgaris
·
Erythema multiforme
·
Lupus Erythematous
·
Drug induced
·
Lainnya
(ii)
Reaksialergi
·
Material restorasi
o Merkuri
o Nikel
o Akrilik
o Lainnya
·
Reaksiatributpada :
o Pasta
gigi
o Obatkumur
o Permenkaret
o Makanan
·
Lainnya
vi) Lesi
traumatic
i)
Chemical
injury
ii)
Physical
injury
iii)
Thermal
injury
vii) Reaksibendaasing
viii) Lainnya
yang tidakspesifik
2. Periodontitis Kronis
Karakteristik
yang umum pada pasien dengan periodontitis kronis :
a.
Prevalensi lebih banyak
pada dewasa namun dapat terjadi padaanak-anak
b.
Besa rdestruksi konsisten
dengan factor lokal
c.
Berhubungan dengan variasipola
microbial
d.
Kalkulus subgingiva seringkali
ditemukan
e.
Perjalanan penyakit lambat
sampai sedang, namun ada kemungkinan pada beberapa periode berjalan cepat.
f.
Dapat dimodifikasi oleh
hal seperti
(i)
Penyakit sistemik seperti
HIV dan diabetes mellitus
(ii)
Faktor predisposisi
local dari periodontitis
(iii) Faktor
lingkungan seperti merokok dan stress emosional
Periodontitis
kronis dapat disubklasifikasikan kedalam lokalisata dan generalisata serta dikarakterisasikan
sebagai slight, moderate, dan severe berdasarkan :
a.
Lokalisata : <30% sites yang terlibat
b.
Generalisata : >30% sites yang terlibat
c.
Slight : 1 sampai 2 mm clinical attachment loss
d.
Moderate : 3 sampai 4 mm clinical attachment loss
e.
Severe : ≥5 mm clinical attachment loss
3. Periodontitis Agresif
Karakteristik
umum pada pasien periodontitis agresif :
a.
Secara umum klinis pasien
sehat
b.
Kehilangan perlekatan (attachment loss) dan destruksi tulang secara
cepat
c.
Jumlah deposit mikroba tidak
konsisten dengan keparahan penyakit
d.
Ada factor keturunan dari
individu
Karakteristik
yang umum namun tidak universal
a.
Penyakit biasanya diinfeksi
oleh Actinobacillus actinomycetemcomitans.
b.
Abnormalitas dari fungsi
fagosit
c.
Hiperresponsive
makrofag, peningkatan produksi prostaglandin E2
(PGE2) dan interleukin-1β
d.
Pada beberapa kasus,
progresifitasnya self-arresting.
Periodontitis
agresif dapat diklasifikasikan kedalam lokalisata dan generalisata seperti berikut
:
a.
Lokalisata
i)
Circumpubertal
onset
ii)
Lokalisasi pada molar
pertama atau insisif dengan proksimal attachment
loss pada setidaknya 2 gigi permanen, salah satunya molar pertama.
iii)
Respon antibody kuat terhadapa
gen infeksi
b.
Generalisata
i)
Biasanya mengenai pasien
usia dibawah 30 tahun
ii)
Attachment loss
proksimal generalisata mengenai setidaknya 3 gigi lain selain molar pertama dan
insisif.
iii)
iv)
Pronounced
episodic nature dari destruksi periodontal
v)
Respon antibodi serum
buruk terhadap agen infeksi.
4. Periodontitis
manifestasi penyakit sistemik
Periodontitis
dapat berhubungan dengan manifestasi penyakit sistemik seperti :
a.
Penyakithematologi
i)
Acquired neutropenia
ii)
Leukemias
iii)
Lainnya
b.
Kelainan genetic
i)
Familial
and cyclic neutropenia
ii)
Down
syndrome
iii) Leukocyte adhesion
deficiency syndrome
iv) Papillon-Lefevre
syndrome
v)
Chediak-Higashi
syndrome
vi) Histiocytosis syndromes
vii) Glycogen storage disease
viii)Infantile genetic agranulocytosis
ix)
Cohen
syndromes
x)
Ehlers-Danlos
Syndrome (Type IV dan VIII AD)
xi)
Hypophosphatasia
xii) Lainnya
c.
Lainnya yang
tidakspesifik
5. Necrotizing
periodontal disease
a.
Necrotizing
ulcerative gingivitis
Karakteristik utama
dari NUG adalah etiologinya merupakan bakteri, ada lesi nekrotik, dan factor
predisposisi seperti stress psikologis, merokok, dan immune supresi. Sebagai
tambahan, malnutrisi dapat menjadi factor kontribusi. NUG seringkali terlihat
sebagai lesi akut yang mempunyai respon baik terhadap terapi antimikroba yang
dikombinasikan dengan pembersihan plak dan kalkulus serta peningkatan oral hygiene.
b.
Necrotizing
ulcerative periodontitis
Perbedaan antara NUP
dan NUG terdapat pada adanya clinical attachment
loss dan resorpsi tulang alveolar, karakteristik lainnya sama. NUP dapat
diobservasi pada pasien HIV dan bermanifestasi sebagai ulser asilokal dan
nekrosis jaringan gingiva dengan exposure dan destruksi yang cepat dari tulang
alveolar, perdarahan spontan, dan rasa nyeri yang parah.
6. Periodontal Abses
a.
Abses gingiva
b.
Abses periodontal
c.
Absespericoronal
7. Periodontitis yang
berasosiasi dengan lesi endodontic
a.
Lesi
endodontic-periodontik
b.
Lesi Periodontik
endodontic
c.
Lesi kombinasi
8. Deformitas dapatan atau
deformitas perkembangan
a.
Kondisi local gigi yang
berhubungan dengan factor predisposisi penyakit gingiva atau periodontal yang di
induksi plak.
i)
Faktoranatomigigi
ii)
Pengaplikasianbahanrestorasi
iii)
Frakturakar
iv)
Cervical
root resorptiondancemental tears
b.
Deformitas muko
gingival dan kondisi sekitar gigi
i)
Resesi gingiva atau
jaringan lunak
(i)
Permuakaan fasial atau
lingual
(ii)
Interproksimal
(papilla)
ii)
Lack
of keratinized gingiva
iii)
Penurunan ketinggian
vestibular
iv)
Aberrant
frenum atau posisi otot
v)
Gingival Excess
(i) Pseudopocket
(ii)
Gingival margin yang inkonsisten
(iii) Excessive gingival
display
(iv) Gingival enlargement
(v)
Warna yang abnormal
c.
Deformitas muko
gingival dan kondisi dari linggir edentulous
i)
Defisiensi linggir
secara vertical atau horizontal
ii)
Lack
of gingiva or keratinized tissue
iii)
Gingival
atau soft
tissue enlargement
iv)
Penurunan ketinggian
vestibular
v)
Warna abnormal
d.
Trauma oklusal
i)
Trauma oklusal primer
ii)
Trauma oklusal sekunder
2.3 Pemeriksaan
Periodonsium
Diagnosis
periodontal dapat ditentukan setelah dilakukan analisis secara hati-hati
terhadap riwayat suatu penyakit dan juga dilakukan evaluasi klinis dari gejala
dan penyebab penyakit tersebut dan hasil
dari berbagai tes, contohnya kegoyangan gigi dengan menggunakan probe,
radiografik, tes darah, biopsi. Diagnosis harus terdiri dari evaluasi secara
umum pasien dan juga bagaimana keadaaan rongga mulut pasien. Diagnosis yang dilakukan harus secara
sistematik dan juga terorganisir agar mencapai tujuan yang spesifik atau yang
diharapkan.
A.
Tahap Pertama
1. Penilaian
pasien secara keseluruhan
Penilaian pasien secara keseluruhan yang
meliputi status mental pasien dan juga kondisi emosional, tabiat serta sikap
dan juga umur fisiologi pasien (Manson, 2013).
2. Riwayat
kesehatan
Riwayat kesehatan pasien sangat penting
karena dapat menetukan bahwa pasien tersebut peduli ataupun tidak dengan
penyakitnya, dapat juga digunakan untuk ada tidaknya riwayat penyakit sistemik
yang dapat mempengaruhi ataupun penyebab penyakit periodontal dan juga dapat
digunakan untuk menentukan derajat keparahan suatu penyakit dan kondisinya (Manson,
2013).
Riwayat
kesehatan pasien dapat terdiri dari :
a)
Siapa yang merawat
pasien tersebut sebelumnya, berapa lama, bagaimana terapinya. Nama, alamat,
nomer telepon perawat sebelumnya serta kita harus berdiskusi dengan perawat
tersebut sebelumnya
b)
Detail penyakit pasien
jika pernah dirawat di rumah sakit dan juga operasinya, macam operasinya,
bagaimana anestesinya, pendarahannya atau komplikasi infeksinya .
c)
Obat-obatan apa yang
pernah pasien terima serta dosis dan lamanya penggunaan obat.
d)
Riwayat dari seluruh
penyakitnya seperti penyakit kardiovaskuler, hematologic, endokrin, dan juga
penyakit infeksinya, penyakit seksual, HIV.
e)
Abnormalitas dari
pendarahan, spontan ataupun tidak.
f)
Apakah pasien mempunyai
riwayat alergi bisa dari makanan , minuman, obat-obatan.
g)
Informasi yang didapat
jika pasien telah melewati masa pubertas, untuk perempuan, menopause,
menstruasi, kehamilan.
h)
Riwayat penyakit
keluarga ataupun mempunyai penyakit keturunan seperti diabetes mellitus dan
penyakit pendarahan (Manson, 2013).
3. Riwayat
pengobatan gigi
Banyak pasien yang tidak peduli pada
kondisi pada rongga mulutnya terutama keadaan giginya . Riwayat kesehatan gigi
dapat terdiri dari :
a)
Kunjungan ke dokter
gigi.
b)
Kebersihan rongga
mulut, meyikat gigi, bagaimana cara menyikat gigi yang baik dan benar,
frekuensinya, tipe dari sikat gigi dapat juga dengan menggunakan obat kumur.
c)
Perawatan ortodontik.
d)
Rasa nyeri di gigi atau
di gusi.
e)
Rasa tidak enak dimulut
dan juga terdapat daerah impaksi makanan.
f)
Gusi berdarah.
g)
Kegoyangan gigi.
h)
Kebiasaan pasien.
i)
Riwayat penyakit gigi
sebelumnya meliputi apakah pernah dilakukan operasi atau tidak, berapa lama,
bagaimana terapinya (Manson, 2013).
4.Evaluasi
radiografi
Minimum terdiri dari 14 foto intraoral
dan juga 4 foto bitewing. Foto panoramik
juga dapat digunakan untuk medeteksi lesi kelainan pada gigi, rahang serta
kelainan patologis dan juga fraktur. Gambaran radiografi intra oral yang
digunakan untuk diagnosis periodontal (Manson, 2013).
5. Model cetakan gigi
Dapat digunakan sebagai bantuan visual
dalam berdiskusi dengan pasien antara sebelum dan sesudah perawatan serta dapat
digunakan untuk evaluasi pada saat
kunjungan berikutnya. Model dari cetakan gigi sangat berguna dalam pemeriksaan
kondisi rongga mulut. Model dari cetakan
gigi dapat menunjukkan batas gusi (gingival margins), dan posisi serta
inklinasi dari gigi – geligi, kontak proksimal gigi, dan area impaksi makanan.
Model gigi merupakan suatu rekam medik gigi yang penting sebelum dilakukan
perawatan. Model gigi juga dapat digunakan untuk menjelaskan kepada pasien
rencana perawatan yang akan dilakukan (Manson, 2013).
6. Foto klinis
Foto ini berguna untuk merekam jaringan
sebelum dan setelah perawatan (Manson, 2013).
7. Review
pemeriksaan awal
Jika tidak diperlukan perawatan darurat,
pasien diinstruksikan untuk melakukan kunjungan kedua. Sebelum kunjungan kedua,
pemeriksaan radiografi dan model cetakan
gigi digunakan untuk mengetahui perubahan radiografi untuk kondisi yang tidak
dapat diketahui dari model cetakan gigi. Model cetakan gigi diperiksa untuk
mengetahui adanya keadaan yang abnormal dalam rongga mulut, hubungan crossbite,
atau kondisi lain yang dapat menyebabkan gangguan oklusal atau impaksi makanan.
Pemerikasaan radiografi dan model cetakan gigi sangat membantu dalam melakukan
diagnosis, bagaimana pun, itu adalah pemeriksaan klinis di rongga mulut yang
merupakan dasar untuk diagnosis (Manson, 2013).
B.
Tahap Kedua
I. Pemeriksaan rongga mulut
1. Oral hygiene
Kebersihan rongga mulut dapat meliputi
kebersihan dari debris, plak, materi alba, kebersihan permukaan gigi dari noda.
Larutan disclosing dapat digunakan untuk menentukan adanya plak. Banyaknya plak
tidak dapat dihubungkan dengan keparahan dari suatu penyakit periodontal (Manson,
2013).
2. Bau mulut
Bau mulut yang berasal dari faktor lokal
dari lidah dan juga sulkus gingival dan terdiri dari partikel-partikel makanan
diantara gigi, karies, necrotizing ulcerative gingivitis, perokok. Sedangkan bau
mulut yang berasal dari luar terdiri dari lesi yang mengenai saluran pernafasan
misalnya bronchitis, pneumonia (Manson, 2013).
II. Pemeriksaan gigi
1. Karies
2. Perkembangan
gigi
3. Anomali
bentuk gigi
4. Kegoyangan
gigi
Kegoyangan gigi
terjadi dalam dua tahapan yaitu:
·
Inisial atau
tahap intrasoket, yakni
pergerakan gigi yang
masih dalam batas ligamen
periodontal.
·
Tahapan kedua, terjadi
secara bertahap dan memerlukan deformasi elastik tulang alveolar sebagai respon
terhadap meningkatnya tekanan horizontal.
Menurut Fedi dkk
(2004), kegoyahan gigi dibedakan menjadi :
·
Derajat 1 – kegoyangan
gigi yang sedikit lebih besar dari normal
·
Derajat 2 – kegoyangan
gigi sekitar 1 mm
·
Derajat 3 – kegoyangan
gigi lebih dari 1 mm pada segala arah atau gigi dapat ditekan ke arah apikal.
5. Hipersensitifitas
Gigi
Permukaan akar yang terlihat oleh karena
resesi gusi peka terhadap perubahan suhu atau rangsangan. Pasien sering
mengarahkan operator ke daerah sensitive yang dirasakan pasien. Operator dapat
mengetahui lokasi daerah yang sensitive tersebut dengan menggunakan probe atau
semprotan udara.
6. Hubungan
kontak proksimal
Kontak yang sedikit terbuka dapat
mengakibatkan impaksi dari makanan. Hubungan kontak proksimal dapat diperiksa
dari observasi klinis menggunakan benang gigi.
7. Migrasi
gigi patologis
Migrasi ini dapat disebabkan oleh karena
suatu lesi atau kelainan , gaya yang abnormal yang mengenai gigi serta
kebiasaan buruk pasien, contoh penyakit peridontitis agresif lokalisata.
8. Sensitifitas
terhadap perkusi
Sensitifitas terhadap perkusi dapat
menunjukan adanya inflamasi akut yang mengenai jaringan periodontal.
9. Abrasi
Abrasi adalah keauasan permukaan gigi
karena proses mekanis yang terjadi pada struktur gigi
10. Atrisi
Atrisi adalah hilangnya jaringan gigi
ataupun restorasi karena proses pengunyahan atau karena kontak oklusal atau
proksimal di antara gigi.
11. Erosi
Erosi adalah hilangnya jaringan keras
gigi yang progresif karena proses kimia.
12. Trauma
oklusi
Trauma oklusi dapat disebabkan karena
adanya gaya yang mengenai gigi secara berlebihan sehingga dapat merusak
jaringan periodontal dan juga gaya tersebut tidak disebarkan secara merata
keseluruh permukaan gigi (Manson, 2013).
III. Pemeriksaan peridonsium
Pemeriksaan periodonsium harus
sistematik, dimulai dari regio molar baik
pada maksilla maupun
mandibula kemudian diteruskan
ke seluruh rahang (Manson, 2013).
Hal-hal yang
perlu dilakukan pada tahap ini adalah:
1. Pemeriksaan
plak dan kalkulus
Banyak
metode yang digunakan untuk memeriksa plak dan kalkulus. Kalkulus dan plak
supragingival dapat dideteksi menggunakan probe (Manson, 2013).
2. Gingiva
Pemeriksaan gingiva dapat dilakukan
secara visual dan juga menggunakan alat ataupun secara palpasi untuk medeteksi
kelainan patologis, lokasi serta ada atau tidaknya pus. Gambaran gingiva
meliputi kontur, konsistensi, ukuran, warna, posisi, pendarahan, struktur
permukaan serta rasa sakit (Manson, 2013).
3. Poket
periodontal
Pemeriksaan poket ini meliputi kedalaman
poket serta tipe poket (Infraboni atau supraboni). Mendeteksi adanya poket
dapat dilakukan dengan menggunakan probe, poket tidak dapat dideteksi
menggunakan foto Rontgen. Kedalaman poket dibagi menjadi dua yaitu kedalaman
poket biologi adalah jarak antara gingival margin dengan dasar poket, kedalaman
probe adalah jarak dari instrumen probe berpenetrasi kedalam poket (Manson, 2013).
4. Penentuan
aktivitas penyakit,
Penentuan dari kedalaman poket atau
attcahment levels tidak dapat memberikan informasi bahwa lesi tersebut aktif
ataupun sedang tidak aktif. Sekarang ini tidak ada metode yang benar-benar
mengetahui bahwa lesi tersebut aktif ataupun tidak. Pada lesi yang tidak aktif
akan menunjukan sedikit atau tidak ada pendarahan saat dilakukan probing dan
sedikit jumlah dari cairan gingiva, bakteri flora, dapat dilihat dark-field
mikroskopi, terdiri dari banyaknya sel-sel cocoid. Lesi yang aktif akan
mengeluarkan banyak darah saat dilakukan probing dan banyak mengeluarkan cairan gingival dan exudate, banyak terdapat
spirochaeta dan bakteri motil. Pada pasien dengan penyakit periodontitis
agresif yang cepat atupun tidak,dapat menunjukan banyak perbedaan saat
dilakukan probing. Penentuan aktivitas penyakit secara seksama merupakan
pengaruh langsung dari diagnosis, prognosis dan terapinya. Hasil dari terapi
dapat berubah, tergantung dari keparahan lesi/luka periodontal (Manson, 2013).
5. Jumlah gingiva
cekat
Penentuan jumlah gingiva cekat sangat
penting untuk menentukan adanya hubungan antara dasar poket dengan batas
mukogingival. Lebar dari gingival cekat adalah jarak diantara mukogingival
junction dan proyeksi dari bagian luar permukaan dari dasar sulkus gingiva
dari poket periodontal. Metode lain yang
digunakan adalah menentukan jumlah dari attached gingival mendorong memasukan
berdekatan mukosa koronal dengan instrumen tumpul ataur warnai mukosa dengan
larutan Schiller’s potassium iodide, yang mana berupa noda pada keratin (Manson,
2013).
6. Alveolar
bone loss
Alveolar bone loss atau kehilangan
tulang alveolar dapat diketahui pemeriksaan klinis dan radiografi. Probing
dapat membantu mengetahui tinggi dan bentuk fasial dan lingual tulang yang
diketahui dari pemeriksaan radiografi dan bentuk dari kehilangan tulang daerah
interdental. Probing trasngingival dapat digunakan setelah dilakukan anestesi
pada daerah yang akan dilakukan probing, metode ini sangat akurat untuk
mengevaluasi dan memberikan informasi dari bentuk kehilangan tulang (Manson, 2013).
7. Palpasi
Palpasi bagian dari prosedur diagnosis
yang mencakup pemeriksaan bagian tubuh tertentu dengan menggunakan tangan atau
ujung jari . Palpasi pada mukosa oral dibagian lateral dan apikal daerah
sekitar akar gigi dapat menetukan letak rasa sakit yang pasien rasakan. Infeksi
yang dalam pada jaringan periodontal dan merupakan awal dari terjadinya abses
periodontal dapat di deteksi dengan cara palpasi (Manson, 2013).
8. Supurasi
Supurasi adalah pembentukan pus akibat
dari adanya peradangan. Beberapa studi mengatakan bahwa adanya hubungan antara
supurasi dengan penyakit periodontitis tetapi persentasinya sangat rendah(3%
sampai 5%) (Manson, 2013).
9. Abses
peridontal
Abses periodontal terjadi secara
lokalisata serta terdapat akumulasi pus didalamnya, abses ini dapat terjadi
secara akut atau kronis (Manson, 2013).
2.3.1 Pemeriksaan Tambahan
Penunjang Diagnosis Klinis
1. Status
nutrisi
Nutrisi
pasien ini dapat membantu dalam masa penyembuhan jaringan periodontal secara
baik apabila asupan nutrisinya benar. Pasien yang mempunyai penyakit yang berhubungan
dengan kekurangan nutrisi dapat di konsul terlebih dahulu ke pada ahli nutrisi.
Klinis dari kekurangan nutrisi spesifik dapat berhubungan dengan manifestasi
oral dan dapat menyebabkan kelainan
nutrisi atau gizi (Carranza, 2006)
2. Pasien dengan
diet khusus
Pasien
ini misalnya adalah pasien ynag mempunyai penyakit diabetes mellitus yang mana
pada saat dilakukan perawatan kita harus
hati-hati serta dalam pemberian obatnya dan juga dalam lama perawatannya
kalau perlu sebelum dilakukan perawatan kita harus konsul terlebih dahulu ke
pada dokter yang merawatnya (Carranza, 2006).
3.Tes darah
Tes
ini dapat dilakukan jika pasien mempunyai kelainan pendarahan serta dapat
mengganggu pada saat akan dilakukan perawatan giginya. Analisis dari pulasan
darah, jumlah sel darah merah dan darah putih, perbedaan jumlah sel darah
putih, serta laju endap darah dapat digunakan untuk evaluasi dari adanya
dyscrasias dan infeksi yang menyeluruh. Pemeriksaan waktu pembekuan, waktu
pendarahan, waktu clot retraction, waktu protrombin, tes kapiler, dan sumsum
tulang dapat digunakan juga untuk analisis. Tes tersebut diatas dapat digunakan
untuk mediagnosis adanya kelainan darah yang dapat mempengaruhi penyakit
periodontal (Carranza, 2006).
2.3.2 Skrining Periodontal
Skrining
periodontal dan sistem pencatatan didesain secara mudah dan cepat untuk
pengisian status pasien oleh dokter gigi. Digunakan probe dengan ujungnya
mempunyai ukuran 0,5 mm dan mempunyai kode yang berwarna pada alat tersebut
serta terdapat ukuran mulai dari 3.5
sampai 5.5 mm. rongga mulut pasien dibagi menurut enam segmen yaitu rahang atas
kanan, anterior, dan kiri, rahang bawah kiri, anterior, kanan. Pembagian
kodenya adalah (Simarmata, 2008):
·
Kode 0 adalah gusinya
sehat tidak ada pendarahan saat probing serta tidak ada kalkulus
·
Kode 1 adalah tidak ada
kalkulus tetapi terdapat pendarahan saat probing , pengobatannya dengan
pembuangan plak subgingival dan mejaga kebersihan rongga mulutnya.
·
Kode 2 adalah terjadi
pendarahan saat probing , kalkulus supragingival dan subgingival, pengobatannya
dengan pembuangan kalkulus, koreksi jika ada tambalan serta menjaga kebersihan
rongga mulutnya.
·
Kode 3 adalah jika
probe masuk sebagian terdapat pada dua atau lebih regio maka harus dilakukan
pemeriksaan mulut secara keseluruhan serta pemeriksaan jaringan periodontal.
·
Kode 4 adalah jika
ukuran probe masuk semua maka harus dilakukan pemeriksaan mulut secara
keleseuruhan serta juga pemeriksaan jaringan periodontal.
·
Kode * adalah jika
sudah terjadi kegoyangan gigi, masalah mucogingival, gingival resesi
(Simarmata, 2008).
2.3.3 Indeks Pengukur
Kesehatan Gigi
Untuk mengethui
prevalensi penyakit, keparahan dan hubungannya tergadap faktor-faktor lain
seperti misalnya usia, kebersihan mulut, nutrisi dst., sudah diperkenalkan
berbagai macam indeks khusus dalam upaya untuk memberikan ukuran yang objektif
atau skor bagi tanda-tanda khusus yang teridentifikasi sehingga dapat dilakukan
perbandungan yang dapat diandalkan (Michael dkk., 2002).
Indeks kondisi
gingiva ditentukan berdasarkan warna, perubahan kontur, perdarahan segera pada
saat penyondean, waktu perdarahan, pengukuran eksudat cairan gingiva, jumlah
sel darah putih pada cairan gingiva dan histologi gingiva. Beberapa tes
memerlukan alat khusus, sehingga harus menggunakan laboratorium, dilapangan
hanya dapat dilakukan tes-tes yang sederhana
(Michael dkk., 2002).
Beberapa indeks
yang sering digunakan adalah, indeks inflamasi gingiva (indeks gingiva), indeks
periodontal, indeks kebutuhan perawatan periodontal komunitas yang akan
memberikan skor baik atau buruk terhadapa hasil pemeriksaan (Michael dkk., 2002).
A. Pemeriksaan
Ginggiva Dan Periodontal
a. Indeks Gingiva (GI)
Keparahan
kondisi gingiva dinyatakan dalam skala 0 sampai 3:
0
: gingiva normal
1: inflamasi ringan, sedikit perubahan
warna, sedikit oedema, tidak ada
perdarahan saat penyondean
2: inflamasi sedang, kemerahan oedema
dan mengkilat, perdarahan saat penyondean
3: inflamasi parah,
kemerahan yang nyata dan oedema, ulserasi. Kecenderungan perdarah spontan
Unit gingiva
mesial, bukal, distal, lingual diberi skor secara terpisah. Indeks ini terutama
sangat sensitif pada tahap gingivitis dini. Indek gingiva umumnya reversibel
karena dapat menjadi nol dengan redanya penyakit, namun untuk indeks
periodontal tidak dapat digunakan untuk mengukur penyakit dalam keadaan aktif
(reversibel) (Charles, 2008).
b. Indeks Periodontal (PI)
Semua gigi
diperiksa; skor yang digunakan adalah sebagai berikut:
0: Negatif; tidak ada inflamasi pada
jaringan pendukung maupun gangguan
fungsi karena kerusakan jaringan pendukung.
1: Gingivitis ringan; terlihat daerah
inflamasi ringan pada tepi batas gingiva, tetapi daerah ini tidak sampai
mengelilingi gigi.
2: Gingivitis: inflamasi mengelililngi
gigi, tetapi tidak terlihat adanya kerusakan daerah perlekatan gingiva.
6: Gingivitis denga poket: perlekatan
epitelial rusak dan terlihat adanya ppoket (tidak hanya merupakan pendalaman
leher gingiva karena pembengkakan di daerah gingiva bebas). Tidak terlihat
adanya ganngguan fungsi mastikasi normal; gigi melekat kuat di dalam soketnya
dan tidak bergeser.
8: Kerusakan tahap lanjut disertai
dengan hilangnya fungsi mastikasi; gigi goyang, kadang-kadang bergeser, nyeri
pada perkusi dengan alat logam, dan dapat terdepresi ke dalam soketnya (Wahyukundari, 2008).
c. Indeks Kebutuhan
Perawatan Periodontal Komunitas (CPITN)
Untuk
memberikan pelayanan kesehatan yang adekuat bagi komunitas tertentu, seringkali
perlu ditentukan kebutuhan perawatan. CPITN terbukti merupakan sistem yang
paling sering digunakan untuk tujuan ini dan menggunakan metode berikut:
Sistem pemberian
skor (menggunakan probe)
0 : tidak ada poket atau pendarahan
gingiva pada saat penyondean
1 : perdarahan gingiva pada saat
penyondean
2 : kalkulus supra- sub gingiva
3 : Poket sedalam 3,5-5,5 mm
4 :
poket > 6 mm
a.
Rencana perawatan
Rencana
perawatan ditentukan dengan berlandasakan pada:
0 :
tidak perlu
1 :
Perawatan di rumah
2 dan 3: skeling dan perbaikan
perarawatan gigi di rumah
4 :
memerukan perawatan rumit, (skeling operasi dan perawatan di rumah) (Wahyukundari, 2008).
B. Pemeriksaan
Kebersihan Mulut
Indeks status kebersihan
mulut yang sering digunakan adalah indeks kebersihan mulut dan indeks
kebersihan plak (Charles, 2008).
a. Indeks kebersihan mulut
yang di sederhanakan (OHI-S)
Merupakan
indeks gabungan yang menentukan skor debris dan deposit kalkulus baik untuk semua
atai hanya untuk permukaan gigi yang terpilih saja (simplifed). Debris rongga mulut adalah benda asing yang lunak yang
melekat pada gigi. Debris rongga mulut dan kalkulus dapat memberi skor secara
terpisah. Skor debris rongga mulut
adalah sebagai berikut:
0
: tidak ada debris atau stain
1
: debris lunak yang menutupi tidak lebih dari sepertiga permukaan gigi
2 : debris lunak yang menutupi lebih
dari sepertiga permukaan gigi namun tidak lebih dari dua pertiga permukaan gigi
3
: debris lunak menutupi lebih dari dua pertiga permukaan gigi
Skor kalkulus ditentukan berdasarkan
pada kritera yang sama dengan penambahan bahwa bercak kalkulus subgingiva
diberi skor 2 dan garis kalkulus yang besar secara kontinu diberi skor 3.Skor
debris dan kalkulus harus ditambah dan dibagi dengan jumlah permukaan yang di
periksa untuk menetukan skor kebersihan mulut.
b. Plaque indeks
0
: tidak ada plak
1: selapis tipis plak yang hanya dapat
dilihat dengan bantuan sonde atau larutan disklosing
2 : akumulasi plak yang cukuo banyak yang
dapat dilihat dengan mata telanjang
3 : akumulasi yang tebal dari bahan
lunak yang mengisi celah antara tepi gingiva dan permukaan gigi. Regio
interdental terisi dengan debris
(Charles, 2008).
Indeks ini
sering digunakan bersama dengan indeks gingiva untuk menentukan hubungan sebab
akibat antara plak dan inflamasi gingiva. Variasi dari indeks ini dapat
menunjukkan pengukuran jumlah kalkulus dan fakor-faktor retensi plak sperti
misalnya tepi tumpatan yang belebihan
(Charles, 2008).
2.4 Respon
Imun
a. Fase respon inflamasi akut
Peningkatan permeabilitas pembuluh darah menyebabkan ekstravasasi sel leukosit. Protein serum seperti komplemen, protein
fase akut dan
sistem plasmin akan
semakin meningkatkan
respon inflamasi dan mengaktifkan
sel endotel untuk memproduksi mediator Iebih banyak (Gambar 3) mediator seperti IL-1 akan mengaktifkan sel
makrofag untuk
memproduksi
mediator Iainnya seperti TNFalpha, IL-8, 1L-6, IL-10, IL-12, PGE2, MMP,
interferon-gamma (IFN-gamma), dan
khemokin seperti RANTES, MCP dan MIP. Meningkatnya level IL-8 jugs menyebabkan
aktivasi dan migrasi sel netrofil
ke tempat plak
gigi.
Gambar 2.10 Cementoenamel
Junction (CEJ)
b. Fase respon imun oleh aktivasi sel mononuklear
Setelah fase awal inflamasi terjadi, sel mononuklear seperti makrofag dan sel limfosit
mulai infiltrasi (gambar 4). Sel limfosit T akan
mengeluarkan produk mediator seperti IL-2, IL-
3, IL-4,
IL-5, IL-6, IL-10, IL-13, TNF-alpha, TGF-beta (Transforming growth factor beta), dan
khemokin seperti RANTES, MCP, dan MIP. LPS mampu pula secara !angsung mengaktifkan sel limfosit B untuk memproduksi antibodi dan merangsang sel makrofag mengeluarkan mediator seperti TGF-beta, IL-1, IL-12, dan IL-10 maupun matriks metalloproteinase. Hasil
akhir
dari fase
ini ialah semakin
banyaknya
infiltrasi
sel
makrofag
dan limfosit disertai
semakin tinggi tingkat
kerusakan matriks ekstraselular seperti kolagen. Akibatnya, semakin banyak akumulasi plak gigi, semakin tinggi respon imun
dan semakin besar kerusakan
jaringan. Hal ini dapat dilihat secara klinis dengan semakin dalamnya poket gingiva dan perdarahan spontan.
Gambar 3. Respon lanjut
pada jaringan periodontal
karena
adanya serum protein
dan aktivasi sel makrofag.
Gambar 4. Hilangnya perlekatan lapisan epitel pada permukaan gigi dan
adanya aktivitas sel mononuklear.
c. Mekanisme kerusakan
jaringan pada penyakit periodontal
Mekanisme kerusakan jaringan
pada penyakit periodontal tidak terlepas dan peranan
enzim matriks
metalloproteinase (MMP). Enzim ini juga
disebut matriksin atau
kolagenase (sebutan yang kurang tepat) adalah enzim proteinase yang mampu
merusak matriks ekstraseluler seperti kolagen.
MMP
ini
sebenarnya adalah sekelompok proteinase yang mempunyai fungsi yang hampir sama. Mereka
terdiri dari kelompok kolagen interstisial (contohnya ialah MMP-1, MMP8, dan MMP-13), gelatinase (contohnya MMP-2 dan MMP-9), Stromelisin (contohnya MMP-3, MMP-10, MMP-11),
kelompok yang berikatan dengan
membran (contohnya MMP-14, MMP-15, MMP-16, MMP-17). MMP akan berfungsi
melisis target sesuai dengan nama kelompok MMP. Diketahui pula ada substansia yang disebut
TIMP (Tissue Inhibitor of Metalloproteinase) dan berfungsi sebagai
penghambat kerja TIMP-1,
TIMP-2, TIMP-3 dan TIMP-4.
MMP dan TIMP diproduksi
oleh set makrofag dan
fibroblast gingiva dan letaknya
sangat berhubungan dengan jaringan yang
sedang mengadakan remodeling. Diduga,
produk bakteri seperti LPS akan megaktifkan
sel fagosit untuk memproduksi mediator seperti IL-1. Mediator ini kemudian akan
mengaktifkan sel makrofag dan
fibroblast gingiva untuk memproduksi MMP dan regulatornya yaitu TIMP. MMP ini akan mengawali terjadinya destruksi matriks ekstraseluler gingiva seperti
kolagen dan merangsang terjadinya resorpsi
tulang.
d. Mekanisme kerusakan tulang alveolar
Pada penderita gingivitis, infiltrasi set mononuklear terus bertambah
dan
terjadi kerusakan
jaringan konektif, tetapi belum nampak adanya resorpsi tulang. Pada penderita
periodontitis, infiltrasi sel dan degradasi kolagen bergerak kearah apikal sepanjang akar gigi. Sel osteoblast menghilang tetapi disertai dengan
meningkatnya sel osteoklast yang
meresorpsi tulang. Permukaan sementum
gigi merupakan permukaan
terakhir yang diresorpsi osteoklast. LPS bakteri plak gigi akan merangsang sel seperti makrofag
dan fibroblast untuk memproduksi
mediator seperti
IL-1, PGE-2 dan TNF-alpha (Gambar 5).
Mediator ini menghambat proses diferensiasi osteoblast, menghambat produksi mediator sel osteoblast dan
menghambat produksi matriks
ekstraselulera
dan
proses
kalsifikasi. Akibatnya, jumlah maupun fungsi osteoblast semakin
menurun.Sebaliknya mediator ini justru
meningkatkan diferensiasi osteoklast dan aktivitas osteoklast. Sehingga, penurunan
jumlah
osteoblast justru diikuti dengan peningkatan jumlah dan fungsi osteoklast. Hal ini berakibat derajat kerusakan tulang
tidak dapat
diimbangi oleh proses
remodeling oleh osteoblast (Notkins,2003).
2.5 Pencegahan
Penyakit Periodontal
Pencegahan penyakit periodontal menurut Carranza, 2006. Meliputi
beberapa prosedur yang saling berhubungan satu sama lain yaitu :
1
Kontrol Plak
2
Profilaksis mulut
3
Pencegahan trauma dari
oklusi
4
Pencegahan dengan
tindakan sistemik
5
Pencegahan dengan
prosedur ortodontik
6
Pencegahan dengan
pendidikan kesehatan gigi masyarakat
7
Pencegahan kambuhnya
penyakit
2.6 Prognosis
Prognosis adalah memprediksi atau
meramalkan kemungkinan terjadinya penyakit, lamanya, dan akibat yang
ditimbulkan berdasarkan pada patogenisis penyakit dan adanya faktor resiko
untuk penyakit. ini ditentukan setelah didiagnosis dan sebelum rencana
perawatan ditetapkan. Prognosis berdasarkan informasi spesifik mengenai dan
cara melakukan terapi, tetapi juga dapat dipengaruhi oleh pengalaman para
klinisi sebelumnya (Carranza, 2006).
2.5.1 Klasifikasi
1
Prognosis sangat
bagus (exellent)
Tidak ada kehilangan tulang, kondisi
gingiva sangat bagus, kerja ama pasien bagus, tidak ada faktor sistemik /
lingkungan.
2
Prognosis bagus
Bila ada satu atau lebih keadaan
berikut: sisa tulang penyangga cukup, kemungkinan untuk mengontrol faktor
etiologi dan gigi – geligi dapat dipelihara, kerjasama pasien cukup, tidak ada
faktor sistemik/ingkungan, atau bila ada faktor sistemik dapat dikontrol.
3
Prognosis sedang
(fair prognosis)
Bila ada satu atau lebih keadaan berikut
: sisa tulang penyangga kurang cukup, sebagian gigi goyang, F1 derajat I, dapat dilakukan
pemeliharaan, kerjasama pasien dapat
diterima, ada faktor sistemik/lingkungan ringan.
4
Prognosis jelek
Bila ada satu atau lebih keadaan berikut
: kehilangan tulang sedang sampai lanjut, F1 derajat II dan III, gigi goyang,
sulit melakukan pemeliharaan daerah dan atau kerjasama pasien diragukan.
5
Prognosis
diragukan
Bila ada satu atau lebih keadaan
berikut : kehilangan tulang lanjut, F1
derajat II dan III, gigi goyang, daerah sulit dicapai, ada faktor sistemik/lingkungan.
6
Prognosis tanpa
harapan
Bila ada satu atau lebih keadaan berikut
: kehilangn tulang lanjut, daerah yang
tidak dapat dipelihara, indikasi ekstraksi, adanya faktor sistemik/lingkungan
tidak terkontrol (Carranza, 2006).
2.7 Perawatan
Urutan prosedur berikut ini mengandung prosedur periodontal dan prosedur
diluarbidang periodontal.Kedua hal ini dikelompokkan menjadi
satu daftar untukmenekankan adanya hubunganyangeratdariterapiperiodontaldenganterapi
lainnya yang biasa dikerjakan oleh dokter gigi umum atau spesialis
bagian lain (Evy, 2006).
1.
Fase preliminari
a.
Perawatan disaat kondisi darurat/emergency
•
Dental atau periapikal
•
Periodontal
•
Lainnya
b.
Ekstraksi dari gigi yang tidak bisa diselamatkan lagi dan ketentuan
penggantian jika dibutuhkan (bisa ditunda sampai waktu yang
lebih memungkinkan)
2.
Terapi Fase I (Fase Etiotropik)
a.
Kontrol plak dan edukasi pasien
b.
Kontrol diet (pada pasien yang menderita rampant caries)
c.
Pembersihan kalkulus dan root
planning
d.
Koreksi restorasi dan faktor iritasi prostetik
e.
Ekskavasi jaringan karies dan tumpatan
f.
Terapi antimicrobial
g.
Terapi oklusal
h.
Pergerakan ortodontik minor
i.
Splinting dan protesa
yang bersifat sementara
3.
Evaluasi Respon dari Fase Etiotropik
Pengecekan kembali:
a.
Kedalaman poket dan inflamasi gingiva
b.
Plak dan kalkulus, karies
4.
Terapi Fase II (Fase Bedah)
a.
Bedah periodontal
b.
Perawatan saluran akar
5.
Terapi fase III (fase restoratif)
a.
Restorasi final
b.
Gigi tiruan cekat dan
lepasan
6.
Evalusi respons terhadap prosedur retoratif
a. Pemeriksaan
peridontal
7. Terapi fase IV (fase pemeliharaan / terapi
periodontal suportif)
a.
Kunjungan berkala
b. Plak
dan kalkulus
c.
Kondisi gingiva (saku,
inflamasi)
d.
Oklusi, mobiliti gigi
e.
Perubahan patologis lainnya
Penyebab
utama penyakit periodontal adalah plak sehingga penyakit periodontal sering
juga disebut penyakit plak. Plak gigi adalah suatu lapisan lunak yang terdiri
atas kumpulan mikroorganisme yang berkembang biak dan melekat erat pada
permukaan gigi yang tidak dibersihkan. Diperkirakan bahwa 1mm plak gigi dengan
berat 1mg mengandung 200 juta sel mikroorganisme(Evy,
2006).
Lokasi
dan laju pembentukan plak adalah bervariasi di antara individu. Faktor yang
mempengaruhi laju pembentukan plak adalah oral hygiene, serta faktor-faktor
pejamu seperti diet, dan komposisi serta laju aliran saliva(Evy, 2006).
Selain
plak gigi sebagai penyebab utama penyakit periodontal, ada beberapa faktor yang
menjadi faktor resiko penyakit periodontal. Faktor ini bisa berada di dalam
mulut atau lebih sebagai faktor sistemik terhadap host. Secara umum faktor
resiko penyakit periodontal adalah oral hygiene yang buruk, penyakit sistemik,
umur, jenis kelamin, taraf pendidikan dan penghasilan(Evy, 2006).
Perawatan
periodontitis dapat dibagi menjadi 3 fase, yaitu:
Fase I : fase
terapi inisial, merupakan fase dengan cara menghilangkan beberapa faktor
etiologi yang mungkin terjadi tanpa melakukan tindakan bedah periodontal atau
melakukan perawatan restoratif dan prostetik. Berikut ini adalah beberapa prosedur
yang dilakukan pada fase I
- Memberi
pendidikan pada pasien tentang kontrol plak.
- Scaling
dan root planing
- Perawatan
karies dan lesi endodontik
- Menghilangkan
restorasi gigi yang over kontur dan over hanging
- Penyesuaian
oklusal (occlusal ajustment)
- Splinting
temporer pada gigi yang goyah
- Perawatan
ortodontik
- Analisis
diet dan evaluasinya
- Reevaluasi
status periodontal setelah perawatan tersebut diatas (Evy, 2006).
Fase
II : fase terapi korektif, termasuk koreksi terhadap deformitas anatomikal
seperti poket periodontal, kehilangan gigi dan disharmoni oklusi yang
berkembang sebagai suatu hasil dari penyakit sebelumnya dan menjadi faktor
predisposisi atau rekurensi dari penyakit periodontal. Berikut ini adalah
bebertapa prosedur yang dilakukan
pada fase ini:
- Bedah
periodontal, untuk mengeliminasi poket dengan cara antara lain: kuretase
gingiva, gingivektomi, prosedur bedah flap periodontal, rekonturing tulang
(bedah tulang) dan prosedur regenerasi periodontal (bone and tissue graft)
- Penyesuaian
oklusi
- Pembuatan
restorasi tetap dan alat prostetik yang ideal untuk gigi yang hilang (Evy, 2006).
Fase
III: fase terapi pemeliharaan, dilakukan untuk mencegah terjadinya kekambuhan
pada penyakit periodontal. Berikut ini adalah beberapa prosedur yang dilakukan
pada fase ini:
- Riwayat
medis dan riwayat gigi pasien
- Reevalusi
kesehatan periodontal setiap 6 bulan dengan mencatat scor plak, ada
tidaknya inflamasi gingiva, kedalaman poket dan mobilitas gigi
- Melekukan
radiografi untuk mengetahui perkembangan periodontal dan tulang alveolar
tiap 3 atau 4 tahun sekali
- Scalling
dan polishing tiap 6 bulan sekali, tergantung dari evektivitas kontrol
plak pasien dan pada kecenderungan pembentukan kalkulus
- Aplikasi
tablet fluoride secara topikal untuk mencegah karies (Evy, 2006).
Terapi
Periodontitis:
Pencegahan
penyakit periodontal antara lain dengan cara :
1.
Menyikat gigi setiap
habis makan dengan pasta gigi yang mengandung fluoride
2.
Membersihkan sela-sela
antara gigi dengan dental floss, dental floss ini gunanya untuk mengangkat sisa
makanan yang terdapat di leher gigi dan di bawah gusi
3.
Saat ini sudah banyak
di produksi "dental water jet" yang terbukti lebih efektif
menghilangkan perdarahan gusi di bandingkandental floss
4.
Makanan bergizi yang
seimbang
5.
Mengunjungi dokter gigi
secara teratur untuk dilakukan
6.
pemeriksaan rutin dan
cleaning (Evy,2006).
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Pembahasan
Pemeriksaan
subjektif berkaitan dengan Identitas pasien /data demografis misalnya: nama, tempat tanggal lahir,
alamat tinggal, golongan darah dan lain-lain. Keluhan utama berkaitan dengan apa yang dikeluhkan oleh
pasien, dan alasan pasien datang ke dokter gigi. Diperlukan pula mengembangkan akar
masalah yang ada dalam keluhan utama. Yaitu dengan mengidentifikasi keluhan
utama. Yaitu kapan rasa sakit, rasa tidak nyaman itu pertama kali muncul,
adakah faktor pemicu dan lain-lain. Riwayat medik perlu ditanyakan karena akan berkaitan dengan diagnosis,
treatment, dan prognosis. Beberapa yang penting dimasukkan adalah: gejala umum,
perawatan medis yang pernah dilakukan, alergi makanan dan obat, penyakit yang
pernah diderita sebelumnya dan lain-lain.
Anamnesis yaitu pemeriksaan yang dilakukan dengan
tanya jawab. Cara ini umumnya dilakukan untuk mencari riwayat penyakit dan data
pribadi pasien dan keluarga (Carr and McGivney, 2005). Beberapa hal yang
dilakukan dalam anamnesa antara lain:
1) Data pribadi
(nama,umur, jenis kelamin, pekerjaan, dll)
2) Data
kesehatan umum
3) Penyakit
sistemik, misalnya hipertensi, diabetes mellitus
4) Obat yang
digunakan
5) Kebiasaan
pasien untuk mengontrol kesehatannya
6) Data jenis
kesehatan mulut
7) Jenis
penyakit yang sedang diderita
8) Kebiasaan
jelek yang dimiliki misalnya mengunyah pada satu sisi rahang atau bruksism
9) Apakah
pernah memakai gigi tiruan, jika pernah keluhan apa yang dialami
10) Frekuensi
kunjungan ke dokter gigi
11) Perawatan
yang ada atau sedang diterima
Pemeriksaaan ekstraoral dapat dilakukan dengan melihat penampakan secara umum dari
pasien, pembengkakan di muka dan leher, pola skeletal, kompetensi bibir,
temporomandibular joint, serta melakukan palpasi limfonodi, TMJ dan otot-otot
mastikasi. Sedangkan pemeriksaaan intraoral dapat dilakukan dengan Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Test Kegoyangan.
Derajat kegoyangan dibagi 4 (Bence,
1990) :
1:
Goyangan tidak dari 1 mm, dengan jari tangan terasa goyang tetapi dengan mata
tidak terlihat
2 : Goyangan sekitar 1 mm, terasa goyang
dan terlihat mati
3 : Goyangan lebih dari 1mm, dapat
digoyangkan ke arah horizontal
4 : Dapat digoyang arah horinzontal dan
vertikal
Test
kegoyanngan dapat diperkuat dengan rontgen untuk melihat adanya resorbsi tulang
alveolar. Test kegoyangan mempunyai fungsi untuk mengetahui derajat kerusakan
jaringan periodontal dengan cara gigi dipegang dengan telunjuk dan ibu jari
kemudian digerakkan atau dengan pinset (Bence, 1990).
Menurut Carr and McGivney ( 2005), pemeriksaan penunjang yang dilakukan, antara
lain:
1. Pemeriksaan radiograf
Berfungsi sebagai informasi tambahan bagi pemeriksaan
klinis, dapat diketahui adanya :
1)
Kualitas tulang pendukung dari gigi penyangga
2)
Gigi yang terpendam, sisa akar
3)
Kista
4)
Kelainan periapikal
5)
Resorbsi tulang
6)
Sklerosis
2. Pemeriksaan laboratorium
1)
Penyakit tulang
Tingkat
kalsium dan fosfor dalam serum darah dan urin, dan serum enzim dan alkalin
fosfat melibatkan penyakit tulang.
2)
Hematology
Pemeriksaan ini berfungsi untuk
-
Kapasitas daya nagkut oksigen
-
Identifikasi elemen seluler
-
Analisis mekanisme pembekuan darah
3)
Tes patch (kulit)
Biasanya
digunakan untuk mengetahui atau membuktikan adanya alergi dalam pemakaian basis
material. Kontak lokal dermatitis biasanya terjadi antara 24-48 jam setelah
aplikasi material.
Permulaan terjadinya
kerusakan biasanya timbul pada saat plak bakterial terbentuk pada mahkota gigi,
meluas disekitarnya dan menerobos sulkus gingiva yang nantinya akan merusak
gingiva disekitarnya. Plak menghasilkan sejumlah zat yang secara langsung atau
tidak langsung terlibat dalam perkembangan penyakit periodontal. Peradangan
pada gingiva dan perkembangannya pada bagian tepi permukaan gigi terjadi ketika
koloni mikroorganisme berkembang.
Respon jaringan terhadap
bakteri, rangsangan kimia serta fisik dapat diperberat oleh keadaan sistemik.
Untuk metabolisme jaringan dibutuhkan material-material seperti hormon,
vitamin, nutrisi dan oksigen. Bila keseimbangan material ini terganggu dapat
mengakibatkan gangguan lokal yang berat. Gangguan keseimbangan tersebut dapat
berupa kurangnya materi yang dibutuhkan oleh sel-sel untuk penyembuhan,
sehingga iritasi lokal yang seharusnya dapat ditahan atau hanya menyebabkan
inflamasi ringan saja, dengan adanya gangguan keseimbangan tersebut maka dapat
memperberat atau menyebabkan kerusakan jaringan periodontal.
Penyakit periodontal adalah
suatu inflamasi kronis pada jaringan pendukung gigi (periodontium). Penyakit
periodontal dapat hanya mengenai gingiva (gingivitis) atau dapat menyerang
struktur yang lebih dalam (periodontitis). Gambaran klinis yang membedakan
antara gingivitis dan periodontitis adalah ada tidaknya kerusakan jaringan
periodontal destruktif umumnya dihubungkan dengan keberadaan dan atau
meningkatnya jumlah bakteri patogen spesifik.
Pencegahan penyakit
periodontal merupakan kerja sama yang dilakukan oleh dokter gigi, pasien dan
personal pendukung. Pencegahan dilakukan dengan memelihara gigi-gigi dan
mencegah serangan serta kambuhnya penyakit. Pencegahan dimulai pada jaringan
periodontal yang sehat yang bertujuan untuk memelihara dan mempertahankan
kesehatan jaringan periodontal dengan mempergunakan teknik sederhana dan dapat
dipakai di seluruh dunia
Umumnya penyakit periodontal
dan kehilangan gigi dapat dicegah karena penyakit ini disebabkan faktor-faktor
lokal yang dapat ditemukan, dikoreksi dan dikontrol. Sasaran yang ingin dicapai
adalah mengontrol penyakit gigi untuk mencegah perawatan yang lebih parah.
Pencegahan penyakit periodontal meliputi beberapa prosedur yang saling
berhubungan satu sama lain yaitu : kontrol plak, profilaksis mulut, pencegahan
trauma dari oklusi, pencegahan dengan tindakan sistemik, pencegahan dengan
prosedur ortodontik, pencegahan dengan pendidikan kesehatan gigi masyarakat,
pencegahan kambuhnya penyakit.
PENUTUP
5.1
Kesimpulan
Periodontal secara harfiah berarti
“sekitar gigi”, penyakit periodontal mengacu pada infeksi bakteri kronis pada
gusi dan tulang pendukung gigi. Hal ini dapat mempengaruhi satu atau beberapa
gigi dan jika tidak diobati, dapat menyebabkan kehilangan gigi (decay). Bentuk
yang paling umum dari penyakit periodontal termasuk gingivitis dan
periodontitis. Pada tahap awal , hanya gusi yang terinfeksi (gingivitis).
Kemudian, menyebar ke tulang sekitar gigi dan jaringan pendukung lainnya.
Akhirnya gigi menjadi longgar dan rontok. Penyakit periodontal dapat terjadi
pada segala usia.
5.2 Saran
Diharapkan
mahasiswa FKG IIK untuk mampu memahami Diagnosa, pemeriksaaan pendahuluan,
rencana perawatan dan akibat dari serta macam kelainan dan etiologi penyakit
periodontal sehingga dapa diterapkan di masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Bathla, Shalu. 2012. Periodontics Revisited. JP Medical Ltd.
Carranza
FA, 2006. Newman
MG, Takei HH, &Klokkevold PR: Clinical Periodontology, 101" ed.,
W.B. Saunders Company, Philadelphia.
Chandra. 2004. Textbook of Dental and Oral Histology and Embryology. Jaypee
Brothers Publishers.
Departemen
Periodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga
Evy Indriani V., drg, Sp.BM.
2006. Penyakit Periodontal. Bedah Mulut dan Maxillofacial.
Machfoedz, I & Zein, A.Y. (2005). Menjaga
Kesehatan Gigi dan Mulut Anak-anak dan Ibu
Hamil. Yogakarta: Tramaya
Manson, J. D. dan B. M. Eley. 2013. Buku Ajar Periodonti. Jakarta: Hipokrate
Michael GN., Henry HT.,Fermin AC. 2002. Chronic Periodontitis. Carranza's clinical
periodontology-9th ed. W.B. Saunders Company: Philadelphia.
Newman, Michael G. et al.
2012. Carranza’s Clinical
Periodontology 11th ed.
Missouri: Elsevier Inc. Scaling dan Pemberian
Tetrasiklin pada Penderita Periodontitis Kronis. Surabaya-Indonesia.
Nisengard, R.C., Newman, M.G., dan Sanz,
M. 2006. The host respon: basic consept. Dalam Clinical Periodontology (Carranza,
F.A. dan Newman. M.G. eds.). Ed. Ke-8. Saunders,Philadelphia. h. 111-20.
Notkins, A.L. 2003. Immunological
defence and immunological injury in Herpes simplex virus infection. Dalam Comparative
Immunology of the Oral Cavity (Mergenhagen, S.E. dan Scherp, H.W. eds.).
U.S. Department of Health, Education, and Welfare, Bethesda.h. 192-203.
Oppenheim J.J. dan Horton, J.E. 2008.
Role of cellular immunity in oral disease. Dalam Comparative Immunology of
the Oral Cavity (Mergenhagen, S.E. dan Scherp, H.W. eds.). U.S. Department
of Health, Education, and Welfare, Bethesda. h. 221-36.
Wahyukundari,
M.H. 2008. Perbedaan Kadar Matix Metalloproteinase-8 Setelah
sip
BalasHapusada sumber tentang fakto yang mempengaruhi kesehatan gigi dan mulut kah ?
BalasHapus