RESTORASI SEMEN IONOMER KACA
DISUSUN OLEH :
FITRI WIDIYA HADIATI
10612032
FAKULTAS
KEDOKTERAN GIGI
INSTITUT
ILMU KESEHATAN
BHAKTI WIYATA KEDIRI
2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Semen ionomer kaca pertama diperkenalkan oleh
Wilson dan Kent pada tahun 1971, yang merupakan
gabungan dari semen silikat dan semen polikarboksilat dengan tujuan
untuk mendapatkan sifat translusen, pelepasan flour dari semen silikat dan
kemampuan untuk melekat secara kimia pada struktur gigi dari semen
polikarboksilat. Semen ionomer kaca ialah bahan restorasi yang paling akhir
berkembang dan mempunyai sifat perlekatan yang baik. Sifat utama semen ionomer
kaca adalah kemampuan utama untuk melekat pada email dan dentin tanpa ada
penyusutan atau panas yang bermakna, mempunyai sifat biokompatibilitas dengan
jaringan periodontal dan pulpa, ada pelepasan flour yang berfungsi sebagai
antimikroba dan kariostatik, kontraksi volume pada pengerasan sedikit,
koefesien ekspansi termal sama dengan struktur gigi (Noort, 2003).
Meskipun
semen restorasi digunakan untuk
restorasi sementara maupun jangka panjang, juga diperlukan untuk aplikasi lain
misalnya sebelum penempatan restorasi, pulpa dapat terganggu atau terluka oleh
berbagai sebab, misalnya karies atau preparasi kavitas. Untuk melindungi pulpa
terhadap trauma lebih lanjut, seringkali ditempatkan alas penahan panas di
bawah tambalan logam,dan bahan-bahan penutup pulpa serta pelapik kavitas pada
permaukaan kavitas. Semen ionomer
kaca diindikasikan untuk kavitas kelas III dan kelas V yang tidak terlalu
membutukan estetik yang tinggi (Annusavice, 2004).
Ada dua sifat utama Semen Ionomer Kaca yang menjadikan
bahan ini diterima sebagai salah satu bahan kedokteran gigi yaitu karena
kemampuannya melekat pada enamel dan dentin dank arena kemampuannya dalam
melepaskan fluoride. Salah satu
karakteristik dari Semen Ionomer Kaca adalah kemampuannya untuk berikatan
secara kimiawi dengan jaringan mineralisasi melalui mekanisme pertukaran ion.
Mekanisme perlekatan dengan struktur gigi terjadi oleh karena adanya peristiwa
difusi dan absorbs yang dimulai ketika bahan berkontak dengan jaringan gigi.
Beberapa penelitian telah membuktikan sifat antikariogenik Semen Ionomer Kaca
dalam melawan kariogenik. Penelitian yang dilakukan oleh Forss membuktikan
bahwa ternyata tidak hanya fluoride yang dilepas tetapi juga aluminium, sodium,
kalsium dan strontium (Batubara, 2011)
1.2
Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian, sifat dan komposisi Semen Ionomer
Kaca?
2. Apa saja tipe-tipe dan klasifikasi dari Semen Ionomer
Kaca?
3. Apa saja kelebihan dan kekurangan dari Semen Ionomer
Kaca?
4. Apa saja indikasi dan kontraindikasi dari Semen
Ionomer Kaca?
5. Bagaimana teknik dan desain preparasi dari Semen
Ionomer Kaca?
6. Bagaimana cara manipulasi dan penumpatan dari Semen
Ionomer Kaca?
7. Bagaimana reaksi pengerasan dari Semen Ionomer Kaca?
8.
Apa saja bahan
pelindung Semen Ionomer Kaca?
1.3 Tujuan
Diharapkan
dengan adanya makalah ini mahasiswa IIK Kediri khususnya Fakultas Kedokteran
Gigi dapat memahami tentang Semen Ionomer Kaca dan diharapkan mampu
mengaplikasikannya dengan baik dan benar.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Defenisi Semen Ionomer Kaca (SIK)
Semen
ionomer kaca adalah bahan restorasi yang paling akhir berkembang dan mempunyai
sifat perlekatan yang baik. Semen ini melekat pada enamel dan dentin melalui
ikatan kimia. Kekurangan SIK jika dibandingkan dengan bahan tumpatan lain
adalah kurang estestik, sulit dipolish, dan mempunyai sifat brittle (Robert, 2002).
Semen
ionomer kaca terdiri dari campuran bubuk dan cairan yang kemudian dicampur
dengan air. Bubuk semen ionomer kaca adalah kaca aluminosilikat dan cairannya
adalah larutan dari asam poliakrilik.
Beberapa sifat yang dimiliki semen ionomer kaca adalah
bersifat biokompatibilitas terhadap jaringan gigi, sifat perlekatan baik
secara kimia terhadap dentin dan enamel, serta mempunyai beberapa sifat fisis
(Robert, 2002).
Gambar 2.1
Contoh produk Semen Ionomer Kaca
Semen
ionomer kaca melepaskan ion fluor dalam
jangka waktu yang cukup lama sehingga dapat menghilangkan sensitivitas
dan mencegah terjadinya karies sekunder. Kemampuan dalam melepaskan ion fluor
terhadap compressive strength dari bahan restorasi Semen ionomer kaca,
mengakibatkan korelasi negatif antara pelepasan ion fluoride dengan compressive strength. Bahan
material yang memiliki tingkat pelepasan ion fluoride yang lebih tinggi,
secara umum mempunyai kekuatan yang lebih rendah dari material yang memiliki
tingkat pelepasan ion fluoride yang rendah (Robert,
2002).
Semen
ionomer kaca sering disebut dengan ASPA (Alumine Silicate and polyacrylic
acid ). Reaksi yang terbentuk
dari Semen ionomer kaca adalah reaksi antara alumina silikat kaca dalam
bentuk powder dengan asam poliakrilik sebagai liquid. Selain sebagai
bahan restorasi, Semen ionomer kaca dapat digunakansebagai bahan perekat, bahan
pengisi untuk restorasi gigi anterior dan posterior, pelapiskavitas, penutup
pit dan fisur, bonding agent pada
resin komposit, serta sebagai semen adhesif pada perawatan ortodontik.
Ukuran partikel gelas Semen ionomer kaca bervariasi, yaitu sekitar 50 µm
sebagai bahan restorasi dan sekitar 20 µm sebagai bahan luting (Robert, 2002).
2.2
Komposisi Semen Ionomer Kaca
Semen ionomer kaca terdiri dari bubuk dan cairan yang
dapat mengeras setelah dilakukan manipulasi.
a. Komposisi Bubuk
Bubuk Semen Ionomer Kaca adalah kaca
alumina-silikat. Walaupun memiliki karakteristik yang sama dengan silikat
tetapi perbandingan alumina-silikat lebih tinggi pada semen silikat (Anusavice,
2003).
b. Komposisi Cairan
Cairan yang digunakan semen Ionomer
Kaca adalah larutan dari asam poliakrilatdalam konsentrasi kira-kira 50%.
Cairan ini cukup kental cenderung membentuk gel setelah beberapa waktu. Pada
sebagian besar semen, cairan asam poliakrilat adalah dalam bentuk kopolimer dengan
asamitikonik, maleic atau asam trikarbalik. Asam-asam ini cenderung menambah
resktifitas dari cairan, mengurangi kekentalan dan mengurangi kecenderungan
membentuk gel (Anusavice, 2003).
Asam tartarik juga terdapat dalam
cairan yang memperbaiki karakteristik manipulasi dan meningkatkan waktu kerja,
tetapi memperpendek pengerasan. Terlihat peningkatan yang berkesinambungan
secara perlahan pada kekentalan semen yang tidak mengendung asam tartaric.
Kekentalan semen yang mengandung asam tartaric tidak menunjukkan kenaikan
kekentalan (Anusavice, 2003).
Ketika bubuk dan cairan semen
ionomer kaca dicampurkan, cairan asam akan memasuki permukaan partikel kaca
kemudian bereaksi dengan membentuk lapisan semen tipis yang akan mengikuti
inti. Selain cairan asam, kalsium, aluminium, sodium sebagai ion-ion fluoride
pada bubuk semen ionomer kaca akan memasuki partikel kaca yang akan membentuk
ion kalsium (Ca2+) kemudian ion aluminium (Al3+) dan garam fluor yang dianggap
dapat mencegah timbulnya karies sekunder. Selanjutnya partikel-partikel kaca
lapisan luar membentuk lapisan (Anusavice, 2003).
2.3 Sifat semen ionomer
Kaca
a. Sifat Fisis
1) anti karies ion fluor yang dilepaskan terus menerus
membuat gigi lebih tahan terhadap karies.
2) Termal ekspansi sesuai dengan dentin dan enamel
3) Tahan terhadap abrasi, ini penting khususnya pada
penggunaan dalam restorasi dari groove (Power, 2008).
b.
Sifat Mekanis
1) Compressive strength: 150 Mpa, lebih rendah dari
silikat
2) Tensile strength : 6,6 Mpa, lebih tinggi dari
silikat
3) Hardness : 4,9 KHN, lebih lunak dari silikat
4) Frakture toughness : beban yang kuat dapat terjadi
fraktur (Power, 2008).
c. Sifat Kimia
semen ionomer kaca melekat dengan
baik ke enamel dan dentin, perlekatan ini berupa ikatan kimia antara ion
kalsium dari jaringan gigi dan ion COOH dari semen ionomer kaca. Ikatan dengan
enamel dua kali lebih besar daripada ikatannya dengan dentin. Dengan sifat ini
maka kebocoran tepi tambalan dapat dikurangi. Semen ionomer kaca tahan terhadap
suasana asam, oleh karena adanya ikatan silang diantara rantai-rantai semen
ionomer kaca. Ikatan ini terjadi karena adanya polyanion dengan berat molekul
yang tinggi ( Anusavice, 2004).
2.4 Klasifikasi Semen Ionomer Kaca
2.4.1 Klasifikasi
Semen Ionomer Kaca Berdasarkan Bahan Pengisi
a. Semen Ionomer Kaca Konvensional
Semen
ionomer kaca secara luas digunakan untuk kavitas Klas V, hasil klinis dari
prosedur ini baik meskipun penelitian in vitro berpendapat bahwa semen
ionomer kaca modifikasi resin dengan ketahanan fraktur yang lebih tinggi
dan peningkatan kekuatan perlekatan memberikan hasil yang jauh lebih baik.
Beberapa penelitian berpendapat bahwa versi capsulated lebih menguntungkan
karena pencampuran oleh mesin sehingga memberikan sifat merekatkan yanglebih
baik. Penggunaan semen ionomer kaca telah meluas antara lain sebagai bahan
perekat, pelapik dan bahan restoratif untuk restorasi konservatif Klas I
danKlas II karena sifatnya yang berikatan secara kimia pada struktur gigi
danmelepaskan fluorida. Selain itu respon pasien juga baik karena teknik penempatan bahan
yang konservatif dimana hanya memerlukan sedikit pengeboran
sehingga pasien tidak merasakan sakit dan tidak memerlukan anastesi lokal.
Meskipun demikian SIK tidak dianjurkan untuk restorasi Klas II dan klas IV
karena sampaisaat ini formulanya masih kurang kuat dan lebih peka terhadap
keausan penggunaan jika dibandingkan
dengan komposit (McCabe, 2008).
GIC
konvensional pertama kali diperkenalkan pada tahun 1972 oleh Wilson dan Kent.
Berasal dari asam polyalkenoat cair seperti asam polyacrilic dan komponen kaca
yang biasanya adalah fluoroaluminosilikat. Saat bubuk dan cairandi campur
terjadi reaksi asam basa kemudian asam polyalkenoat mengalami percepatan
hingga terjadi pengentalan sampai semen mengeras. Ini dapat dijadikan sebagai bubuk kaca yang melepaskan ion
dan larut dengan campuranyang mengandung asam polyacrilic cair dengan
dikeringkan melalui pembekuan untuk dicampur dengan air murni. Pabrik juga
dapat menanbahkan sedikit asam tartaric pada air yang dapat memperkirakan
reaksi pengerasan yang lebih tepat (Gladwin, 2009).
b. Semen Ionomer Hybrid
Komponen bubuk terdiri dari partikel kaca ion-leachable
fluoroaluminosilicatedan
inisiator untuk light curing atau
chemical curing. Komponen cairan
biasanyaterdiri dari air dan asam polyacrylic atau asam
polyacrilyc yang dimodifikasidengan monomer methacrylate hydroxyethyl
methacrylate. Komponen yang duaterakhir bertanggung jawab untuk polimerisasi.
Reaksi pengerasan awal dari bahan ini terjadi melalui polimerisasi dari
gugus methacrylate. Reaksi asam basayang lambat pada akhirnya akan bertanggung
jawab pada proses pematangan yangunik dan kekuatan akhir. Kandungan air secara
keseluruhan lebih sedikit untuk tipe
ini untuk menampung bahan yang berpolimerisasi (Gladwin,
2009).
Perbedaan yang paling nyata adalah
berkurangnya translusensi dari bahan ini karena adanya perbedaan yang besar
pada indeks pembiasan antara bubuk dengan matrix resin
yang mengeras. Tes in vitro dari semen ionomer hibrid melepaskanflorida dalam
jumlah yang sebanding dengan yang di lepaskan semen ionomer kaca
konvensional. Kekuatan tarik dari ionomer kaca hibrid lebih tinggi dariionomer
kaca konvensional. Peningkatan ini di akibatkan oleh moduluselastisitasnya yang
lebih rendah dan deformasi plastis yang lebih banyak yangdapat di tahan sebelum
terjadinya fraktur. Sifat-sifat yang lain sulit untuk dibandingkan karena formulasi bahan dan cara
pengetesan (Lippincot, 2007).
Mekanisme pengikatan terhadap
struktur gigi dari semen ini sama denganionomer kaca konvensional. Aktifitas
ionik yang lebih sedikit diharapkan karenaadanya pengurangan dari asam
karboksilat dari cairan ionomer kaca denganmodifikasi resin; namun bagaimanapun
kekuatan ikat pada struktur gigi bisa lebihtinggi dari semen ionomer kaca
konvensional. Bila dibandingkan dengan ionomer kaca konvensional maka
ionomer kaca dengan modifikasi resin memperlihatkankekuatan ikat yang lebih
tinggi kepada komposit berbasis resin. Ini sepertinya dikontrol oleh gugus
fungsi non polimerisasi residu didalam semen ionomer kacakonvensional. Akibat
polimerisasi, bahan ini seharusnya memilki derajat penyusutan yang lebih besar ketika mengeras. Lebih
sedikitnya kandungan air danasam
karboksilat juga mengurangi kemampuan semen untuk membasahi substratgigi, yang
dimana akan meningkatkan kebocoran micro dibandingkan semenionomer kaca konvensional (Anusavice, 2004.)
Biokompatibilitas dari ionomer kaca
hibrid dapat dibandingkan dengan ionomer kaca konvensional. Tindakan pencegahan
yang sama harus dilakukan,seperti penggunaan kalsium hoidroksida untuk preparasi
yang dalam. Peningkatan suhu sementara yang berhubungan dengan proses
polimerisasi juga menjadi pertimbangan (Gladwin,
2009).
Karakteristik dari penanganan
ionomer kaca hibrid telah diatur sehingga dapat digunakan sebagai liners atau
bases. Kekuatan tekan dan tarik dari liners lebih rendah dari pada semen
restorasi yang lain. Kegunaan yang paling utama dari liners ionomer kaca adalah
untuk bertindak sebagai bahan pengikat lanjut antara gigi dan restorasi
komposit. Karena adanya adhesi pada dentin, maka kemungkinan dari formasi celah
pada tepi ginggival yang terletak pada dentin,sementum atau keduanya disebabkan
oleh penyusutan polimerisasi dari
resin (Lippincot, 2007).
Keuntungan
dari ionomer kaca di atas resin bonding agent yang menjamin ikatan adhesive, mengurangi sensitivitas tekhnik dan
membentuk mekanisme anti kariogenik melalui pelepasan florida. Ketika digunakan
pada keadaan ini, prosedur yang lebih di anjurkan adalah tekhik sandwich.
Tekhnik ini memberikan keuntungan berupa kualitas yang diinginkan dari ionomer
kaca yang memberikanestetika dari restorasi komposit. Tekhnik sandwich di
rekomendasikan untuk restorasi komposit kelas 2 dan 5 ketika pasien
individual memiliki resiko karies yang tinggi. Hal tersebut berlaku untuk
formulasi semen ionomer kaca konvensional
dan semen ionomer kaca hibrid like-curable (Lippincot, 2007).
c. Semen Ionomer Tri-cure
Terdiri dari partikel kaca
silicate, sodium florida dan monomer yang dimodifikasi
polyacid tanpa air. Bahan ini sangat sensitif terhadap cairan,
sehingga biasanya disimpan didalam kantong anti air. Pengerasan di awali
oleh foto polimerisasi dari monomer asam yang menghasil bahan yang kaku. Selama
restorasi digunakan bahan yang telah di pasang menyerap air di dalam saliva dan
menambah reaksi asam basa antara gugus fungsi asam dengan matrix dan partikel
kaca silicate. Reaksi asam basa yang di induce memungkinkan pelepasan
floridakarena tidak adanya air dalam formulasi, pengadukan semen tidak
self-adhesiveseperti semen ionomer kaca konvensional dan hibrid. Sehingga dentin-bondingagent yang terpisah
di perlukan untuk kompomer yang digunakan sebagai bahan restorasi (Gladwin, 2009).
Akhir-akhir ini, beberapa
bahan dengan 2 komponen, yang terdiri dari bubuk dan cairan
atu yang terdiri dari 2 pasta telah dipasarkan sebagai kompomer
untuk penerapan luting(luting application). Bubuknya memiliki
komposisi srontium aluminum fluorosilicate, metalik oksida, inisitor dengan
aktivasi kimia atau cahaya. Cairanya terdiri dari monomer asam karboksilat atau
methacrylate yang bisa berpolimerisasi, monomer multifungsional acrylate,
dan air. Sedangkan yang berbentuk pasta memilki bahan yang sama disesuaikan
dengan bubuk dan cairan.Karena adanya air di dalam cairan , maka bahan ini
bersifat self-adhesive danreaksi asam basa dimulai pada saat pengadukan
(Lippincot, 2007).
Kekuatan ikat dari kompomer terhadap
struktur gigi memiliki rentang yangsama
dengan semen ionomer kaca karena penggunaan dentin-bonding agent. Meskipun
kompomer satu pasta terutama di terapkan untuk restorasi pada area dengan
tegangan rendah, data klinis saat ini dibatasi mengingat penggunaan kompomer
untuk restorasi kavitas kelas 3 dan 5 sebagai alternative ionomer kaca atau komposit resin (Lippincot, 2007).
d. Semen Ionomer Kaca yang diperkuat dengan
Metal
Semen
glass ionomer kurang kuat, dikarenakan tidak dapat menahan gayamastikasi yang
besar. Semen ini juga tidak tahan terhadap keausan penggunaan dibandingkan
bahan restorasi estetik lainnya, seperti komposit dan keramik. Ada 2 metode
modifikasi yang telah dilakukan, metode I adalah mencampur bubuk logam
campur amalgam yang berpartikel sferis dengan bubuk glass ionomer tipe II. Semen ini disebut gabungan logam campur perak. Metode II adalah
mencampur bubuk kaca dengan partikel perak dengan menggunakan pemenasanyang tinggi. Semen ini disebut sebagai
cermet. Mikrograf skening electron dari bubuk cermet menunjukan
partikel-partikel bubuk perak melekat ke permukaan dari partikel-partikel bubuk semen. Jumlah dari fluoride yang
dilepaskan dari kedua sistem modifikasi logam ini cukup besar. Namun, fluoride
yang dilepaskan dari semen cermet lebih sedikit daripada yang dilepaskan dari
semen ionomer kaca tipe II. Hal ini dikarenakan sebagian partikel kaca, yang
mengandung fluoride telah dilapisi logam. Pada awalnya semen gabungan melepas
lebih banyak fluoride daripada semen tipe II. Tetapi besarnya pelepasan ini
menurun dengan berjalannya waktu. Karena partikel-partikel logam pengisi
tidak terikat pada matriks semen, sehingga permukaan antar semen menjadi
berjalan untuk pertukaran cairan. Ini sangatmeningkatkan daerah permukaan yang
tersedia untuk pelepasan fluoride (Anusavice, 2004).
Dengan meningkatnya daya tahan
terhadap keausan dan potensi anti-kariesnya, semen-semen dengan modifikasi logam ini
telah dianjurkan untuk penggunaan yang terbatas sebagai alternative
dari amalgam atau komposit untuk restorasi gigi posterior. Meskipun
demikian, bahan-bahan ini masihdiklasifikasikan sebagai bahan yang rapuh.
Karena alas an inilah penggunaan bahan tersebut umumnya terbatas pada restorasi konservatif dan umumnya
kelas I (Lippincot, 2007).
Semen-semen
ini mengeras dengan cepat sehingga dapat menerima tindakan penyelesaian
dalam waktu yang relative singkat. Bersamaan dengan potensi adhesi dan daya
tahannya terhadap karies, sifat-sifat menjadikan semen tersebut digunakan untuk
membangun badan inti untuk gigi yang akan diperbaiki dengan mahkota cor penuh.
Namun, karena rendahnya kekuatan terhadap fraktur dan sifatnya yang rapuh,
sebaiknya dilakukan pendekatan yang konservatif. Bahan ini sebaiknya tidak
digunakan jika bagian yang akan menggunakan semen adalah lebih besar 40% dari
keseluruhan. Untuk kasus seperti ini sebaiknya digunakan pasak atau retensi bentuk lainnya (Gladwin, 2009).
2.4.2 Klasifikasi Semen Ionomer Kaca Berdasarkan
Kegunaannya
a. Type I – Luting cements
SIK
tipe luting semen sangat baik untuk sementasi permanen mahkota, jembatan,veneer
dan lainnya. Dapat digunakan sebagai liner komposit. Secara kimiawi berikatan
dengan dentin enamel, logam mulia dan porselen. Memiliki translusensiyang baik
dan warna yang baik, dengan kekuatan tekan tinggi. SIK yang diberikanpada dasar
kavitas akan menghasilkan ion fluorida serta berkurangnya sensitifitasgigi,
perlindungan pulpa dan isolasi. Hal ini mengurangi timbulnya kebocoranmikro
( micro-leakage) ketika digunakan sebagai semen inlay komposit atau onlay
(Craig, 2004).
b. Type II – Restorasi
Karena
sifat perekatnya, kerapuhan dan estetika yang cukup memuaskan, SIK juga
digunakan untuk mengembalikan struktur gigi yang hilang seperti abrasi
servikal. Abrasi awalnya diakibatkan dari iritasi kronis seperti kebiasaan
menyikat gigi yang terlalu keras (Craig, 2004).
c. Type III – Liners and Bases
Pada
teknik sandwich, SIK dilibatkan sebagai pengganti dentine, dan komposit sebagai
pengganti enamel. Bahan-bahan lining dipersiapkan dengan cepat untuk kemudian menjadi reseptor bonding pada
resin komposit (kelebihan air pada matriks SIK dibersihkan agar dapat
memberikan kekasaran mikroskopis yang nantinya akan ditempatkan oleh resin
sebagi pengganti enamel (Anusavice, 2009).
d. Type IV – Fissure Sealants
Tipe
IV SIK dapat digunakan juga sebagai fissure sealant. Pencampuran bahan dengan
konsistensi cair, memungkinkan bahan mengalir ke lubang dan celah gigi
posterior yang sempit (Powers, 2008).
e. Type V - Orthodontic
Cements
Pada
saat ini, braket ortodonti paling banyak menggunakan bahan resin komposit.
Namun SIK juga memiliki kelebihan tertentu. SIK memiliki ikatan langsung
ke jaringan gigi oleh interaksi ion Polyacrylate dan kristal
hidroksiapatit, dengan demikian dapat menghindari etsa asam. Selain itu, SIK
memiliki efek antikariogenik karena kemampuannya melepas fluor. Bukti dari
tinjauan sistematis uji klinis menunjukkan tidak adanya perbedaan dalam tingkat
kegagalan braket Ortodonti antara resin modifikasi SIK dan resin adhesif
(Powers, 2008).
f. Type VI – Core build up
Beberapa dokter gigi menggunakan SIK
sebagai inti (core), mengingat kemudahanSIK dalam jelas penempatan, adhesi,
fluor yang dihasilkan, dan baik dalam koefisienekspansi termal. Logam yang
mengandung SIK (misalnya cermet, Ketac perak, EspeGMbH, Germanyn) atau campuran
SIK dan amalgam telah populer. Saat ini, banyak SIK konvensional yang
radiopaque lebih mudah untuk menangani daripada logamyang mengandung bahan-bahan lain. Namun demikian, banyak yang
menganggapSIK tidak cukup kuat untuk menopang inti (core). Maka
direkomendasikan bahwagigi harus memiliki minimal dua dinding utuh jika
menggunakan SIK (Powers, 2008).
g. Type VII - Fluoride releasing
Banyak
laboratorium percobaan telah mempelajari fluorida yang dihasilkan SIK
dibandingkan dengan bahan lainnya. Namun, tidak ada review sistematis dengan
atau tanpa meta-analisis yang telah dilakukan. Hasil dari satu percobaan,
dengan salah satu tindak lanjut periode terpanjang, menemukan bahwa SIK
konvensional menghasilkan fluorida lima kali lebih banyak daripada kompomer dan
21 kali lebih banyak dari resin komposit dalam waktu 12 bulan. Jumlah fluorida
yang dihasilkan, selama 24 jam periode satu tahun setelah pengobatan,
adalah lima sampai enam kali lebih tinggidari kompomer atau komposit yang
mengandung fluor (Craig, 2004).
h. Type VIII - ART (atraumatic
restorative technique)
ART adalah metode manajemen
karies yang dikembangkan untuk digunakan dinegara-negara
dimana tenaga terampil gigi dan fasilitas terbatas namun kebutuhan penduduk
tinggi. Hal ini diakui oleh organisasi kesehatan dunia. Teknik menggunakan
alat-alat tangan sederhana (seperti pahat dan excavator) untuk menerobos
enamel dan menghapus karies sebanyak mungkin. Ketika karies dibersihkan,rongga
yang tersisa direstorasi dengan menggunakan SIK viskositas tinggi. SIK
memberikan kekuatan beban fungsional (Craig, 2004).
i. Type IX - Deciduous teeth restoration
Restorasi gigi susu berbeda dari
restorasi di gigi permanen karena kekuatan kunyahdan usia gigi. Pada awal tahun
1977, disarankan bahwa semen ionomer kaca dapat memberikan keuntungan
restoratif bahan dalam gigi susu karena kemampuan SIK untuk melepaskan fluor
dan untuk menggantikan jaringan keras gigi, serta memerlukan waktu yang cepat
dalam mengisi kavitas. Hal ini dapat dijadikan keuntungan dalam merawat gigi
pada anak-anak. Namun, masih diperlukan tinjauanklinis lebih lanjut (Craig,
2004)
2.5 Kelebihan
dan Kekurangan Semen Ionomer Kaca
Sebelum mengaplikasikan bahan GIC seorang operator harus mengetahui
kekurangan dan kelebihan dari bahan yang akan digunakan agar nantinya dapat
dipertimbangkan bahan yang cocok untuk diaplikasikan pada kavitas. Adapun
kelebihan dan kekurangan dari bahan restorasi GIC adalah sebagai berikut :
kelebihan:
1) Potensi
antikariogenik
2)
Translusen
3)
Biokompatibel
4)
Melekat secara kimia dengan struktur
gigi
5)
Sifat fisik yang stabil
6) Mudah
dimanipulasi (Craig, 2004).
Kekurangan :
1) Water in and water out
2)
Compressive
strenght kurang baik
3)
Resistensi terhadap abrasi menurun
4)
Estetik kurang baik
5) Warna
tambalan lebih opaque, sehingga dapat dibedakan secara jelas antara tambalan
dengan gigi asli (Craig, 2004)
2.6 Indikasi dan kontraindikasi
Setiap
bahan semen memiliki kelebihan dan kekurangan masing0-masing yang nantinya dari
semua itu dapat dindikasikan untuk kavitas seperti apa bahan tersebut. Untuk
Glas ionomer cement (GIC) sendiri memiliki indikasi dan kontraindikasi sebagai
berikut :
Indikasi
:
1)
Restorasi
pada lesi erosi/abrasi tanpa preparasi kavitas
2)
Penumpatan
pit dan fisura oklusal
3)
Restorasi
gigi sulung
4)
Restorasi
lesi karies kl. V
5)
Restorasi
lesi karies kl. III lebih diutamakan yang pembukaannya arah lingual
6)
Reparasi
kerusakan tepi restorasi mahkota (Craig, 2004).
Kontraindikasi
:
1)
Kavitas-kavitas
yang ketebalannya kurang
2)
Kavitas-kavitas
yang terletak pada daerah yang menerima tekanan tinggi
3)
Lesi
karies kelas IV atau fraktur insisal
4)
Lesi
yang melibatkan area luas pada email labial yang mengutamakan faktor estetika (Craig,
2004).
2.7 Prinsip preparasi gigi pada GIC
Adapun prinsip
dari preparasi gigi pada GIC meliputi 7 prinsip yaitu :
•
Outline Form
•
Resistance Form
•
Retention Form
•
Removal of
caries
•
Finishing of the
enamel wall
•
Convinience Form
•
Cavity toilet
Pada
kasus tertentu pada karies, yang mengakibatakn kerusakan hingga mengenai pulpa,
sebaiknya langkah pertama hingga ke lima di letakkan pada langkah ke dua.
Apabila terjadi keadaan seperti ini, sangat penting untuk meletakan base yang
sesuai takaran ke dalam kavitas yang sudah di preparasi preparasi.
1. Outline
form
Yaitu garis terluar dari hasil preparasi kavitas yang
terdapat di permukaan gigi. Untuk kelas III mengambil jaringan karies yang
disertai pembuatan dovetail dengan cara mengambil sedikit jaringan sehat
sekitarnya. Untuk kelas V sendiri mengambil jaringan karies disertai
pengambilan sedikit jaringan sehat biasanya berbentuk seperti ginjal.
2. Resistance form
adalah bentuk dan penempatan dinding kavitas pada kedudukan yang tepat sehingga
rstorasi dan jaringan gigi yang masih sehat dan berfungsi sebagai tempat
penahan dapat bekerja sama dalam menahan tekanan tanpa menimbulkan fraktur.
3. Retention form
adalah bentuk dari preparasi kavitas yang tahan terhadap pergeseran atau
hilangnya restorasi dari gaya dorong dan daya angkat. Kebutuhan retensi
berhubungan dengan jenis material restorasi yang digunakan, prinsip dari retention
form bermacam-macam tergantung dari bahan material yang digunakan. Restorasi
Glass Ionomer Cement (GIC) melekat di dalam gigi oleh ikatan kimiawi
yang timbul antara material dan gigi yang dikondisikan.
4. Removal of
caries merupakan Pembuangan
jaringan karies dentin dan debris-debris pada dinding kavitas . Karies tidak
boleh ditinggalkan didalam kavitas. Sebeb jika terjadi kebocoran bakteri yang
tinggal didalam kavitas akan terjadi aktif dan dapat menimbulkan gejala sakit
dan masalah endodontik
5.
Finishing of the enamel wall merupakan Suatu tindakan yang dilakukan untuk membentuk
dinding enamel margin yang halus dan rata agar mendapatkan kontak marginal
serta adaptasi tumpatan yang baik. Penghalusan dinding dan dasar kavitas
menggunakan fine finishing bur sampai halus dan rata. Pada
kunjungan berikutnya penghalusan akhir bisa dilakukan dengan menggunakan bur
batu putih (white stone), bur tungsten carbide dan karet abrasif dengan
kecepatan rendah.
6.
Convenience form dilakukan dengan
cara membentuk kavitas sedemikian rupa untuk mempermudah pengerjaan kavitas dan
memasukkan bahan tumpatan ke \dalam kavitas. Convenience form dapat diperoleh
dengan cara :
– Memperluas preparasi kavitas
– Pemilihan alat yg dapat memudahkan pekerjaan
– Pemasangan separator mekanis untuk retraksi gingiva.
7.
Toilet of the cavity merupakan
tindakan terakhir dari prinsip preparasi kavitas yang bertujuan untuk
membersihkan kavitas dari debris. Kavitas dibersihkan dengan air hangat,
menggunakan cleanser cavity atau aquadest.
2.8
Manipulasi Semen Ionomer Kaca
Untuk
mencapai restorasi yang tahan lama dan prostesis yang tetap kuat,
kondisi-kondisi untuk SIK berikut harus dipenuhi: (1) permukaan gigi yang
disiapkan harus bersih dan kering, (2) konsistensi campuran semen harus
memungkinkan untuk dapat melapisi seluruh
permukaan yang bergelombang dan dudukan prostesis, (3) semen yang berlebih
harus dikeluarkan pada waktu yang tepat, (4) permukaan harus selesai
tanpa pengeringan yang berlebihan, dan (5) perlindungan permukaan restorasi
harus dipastikan untuk mencegah retak atau disolusi. Kondisi-kondisi ini
serupa untuk aplikasi luting, tetapi tidak dibutuhkan finishing permukaan
(Anusavice, 2009).
Semen
Ionomer Kaca merupakan sistem bubuk-cairan yang dikemas di dalam botol
atau kapsul. Botol bubuk harus disentak dengan lembut sebelum pengeluaran.
Bubuk dan cairan dikeluarkan pada paper pad atau glass slab. Bubuk dibagi menjadi dua bagian yang sama.
Bagian pertama dari bubuk dicampur dengan spatula kaku ke dalam cairan sebelum
bagian berikutnya ditambahkan. Waktu pencampuran antara 30 hingga 60 detik,
tergantung pada produk. Semen digunakan segera karena working time setelah
pencampuran sekitar 2 menit pada 22oC. Pendinginan mixing slab memperlambat
setting reaction dan memberikan tambahan
working time. Semen tidak boleh digunakan dalam bentuk ”kulit” pada permukaan
atau ketika konsistensi terasa menjadi lebih tebal. Hindari kontak dengan air
selama aplikasi ruangan harus diisolasi sepenuhnya. Semen set di dalam
mulut sekitar 7 menit dari awal pencampuran (Powers, 2008).
2.9 Reaksi Pengerasan Semen Ionomer
Kaca
Reaksi
pengerasan dimulai saat cairan asam polielektrolit berkontak dengan permukaan
kaca aluminosilikat yang kelak akan menghasilkan pelepasan sejumlah ion.
Gambar 2.2. Reaksi pengerasan pada SIK.
(Sumber:
Craig’s Restorative Dental Materials)
SIK
mengalami 3 fase reaksi pengerasan yang berbeda dan saling overlapping. Fase
pertama adalah fase pelepasan ion yang diawali reaksi ionisasiradikal karboksil
(COOH) yang terdapat dalam rantai asam (asam poliakrilat)menjadi ion COO- (ion
karboksilat) dan ion H+. Ion H+ bereaksi pertama kalipada permukaan partikel
kaca menyebabkan terlepasnya ion-ion seperti Ca2+ dan Na+ ke dalam cairan.
Kemudian ion H+ tersebut berpenetrasi kembali hinggamencapai struktur yang
kurang terorganisasi menyebabkan terlepasnya ion Al3+. Saat fase ini,
dilepaskan panas dengan suhu berkisar antara 3oC sampai 7oC. Semakin besar
rasio bubuk dan cairan SIK maka panas yang dilepaskan akan semakin besar
(Craig, 2004).
Selama tahap awal tersebut terjadi, SIK berikatan
dengan struktur gigi. Secarafisik SIK terlihat berkilau. Penempatan pada
struktur gigi harus dilakukan padafase ini karena matriks poliasam bebas yang
dibutuhkan untuk perlekatan ke gigitersedia dalam jumlah yang maksimum. Pada
tahap akhir dari fase pelepasan ionini, yang ditandai dengan hilangnya tampilan
berkilau SIK, matriks poliasambebas bereaksi dengan kaca sehingga kurang mampu
berikatan dengan strukturgigi atau struktur lainnya (Craig,
2004).
Fase kedua
dari reaksi pengerasan SIK adalah fase hidrogel. Fase hidrogel terjadi 5 sampai
10 menit setelah pencampuran dilakukan. Selama fase ini, ion-ionkalsium yang
dilepas dari permukaan kaca akan bereaksi dengan rantai poliasam polianionik
yang bermuatan negatif untuk membentuk ikatan silang ionik. Pada fase hidrogel
ini mobilitas rantai polimer berkurang sehingga menyebabkan terbentuknya gelasi
awal matriks ionomer. Selama fase
hidrogel berlangsung,permukaan SIK harus dilindungi dari lingkungan yang lembab
dan kering karena ion kalsium yang bereaksi
dengan rantai poliasam polianionik mudah larutdalam air. Jika SIK tidak
dilindungi, maka ikatan silang ionik yang mudah laruttersebut akan melemahkan
SIK secara keseluruhan dan terjadi penurunan derajat translusensi sehingga
turut mempengaruhi estetika (Craig, 2004).
Pada fase hidrogel ini, SIK memiliki
bentuk yang keras dan opak. Opaksitastersebut disebabkan adanya perbedaan yang
besar pada indeks refraksi antarafiller kaca dan matriks. Opaksitas SIK ini
sifatnya sementara dan akanmenghilang selama reaksi pengerasan akhir terjadi. Fase
terakhir adalah gel poligaram, yang terjadi ketika SIK mencapai pengerasan
akhir, dapat berlanjut selama beberapa bulan. Matriks yang terbentuk akan
menjadi mature ketika ion-ion aluminium, yang pelepasannya dari permukaan kaca
lebih lambat, terikat ke dalam campuran semen membantu membentuk hidrogel
poligaram yang menyebabkan semen menjadi lebih kaku (Anusavice, 2009).
Fase
gel poligaram ini menyebabkan SIK terlihat lebih menyerupai gigi, disebabkan
indeks refraksi gel silika yang mengelilingi filler kaca hampir sama dengan
matriks. Hal tersebut menyebabkan berkurangnya penyebaran cahaya dan opaksitas.
Jika SIK masih terlihat opak, maka hal tersebut mengindikasikan bahwa gel
poligaram tidak terbentuk disebabkan karena adanya kontaminasi air. SIK yang telah mengeras secara sempurna terdiri atas
tiga komponen, yaitukaca pengisi, gel silika, dan matriks poliasam (Anusavice,
2009).
2.10 Tehnik
preparasi kelas III
•
Tentukan batas garis
luar kavitas
•
Untuk mendapat akses ke
dentin yang terkena karies. Jika gigi tetengga masih ada maka dilakukan dengan
bur tungsten carbide atau bur intan dengan kecepatan tinggi melalui ridge tepi
emaildan aspek palatal
•
Dinding labial
sebaiknya dipertahankan
•
Perluasan dinding email
dipermukaan palatal kearah palatal, insissal maupun gingival dilakukan dengan
bur bulat kecil
•
Retensi (groove
stabilitasi) dibuat dengan bur bulat
2.11 Tehnik
Preparasi kelas V
Bentuk
ragangan restorasi klas V tidaklah seragam, tetapi bervariasi tergantung karies
atau tingkat dekalsifikasi yang terjadi. Outline form berbentuk ginjal pada
bagian bukal 1/3 serviko servikal. Kedalaman preparasi kurang lebih 3 mm (sampai
mengenai dentin).
Bila jaringan yang rusak telah disingkirkan dan
tepinya berada pada email yang baik, ragangan biasanya persegi panjang dengan
sudut membulat, ovoid atau berbentuk ginjal.
Retensi dibuat pada oklusal, dan dinding gingival di pertautan
dengan dinding aksial. Tidak boleh ada undercut pada dinding mesial dan distal.
Kedalaman retensi dibentuk menggunakan diameter bur, dan tidak melebihi
diameter bur bahkan dalam beberapa hal malah bisa kurang
Gambar 2.5 Sebuah kelas V rongga di tengah gigi seri atas
kanan.
2.12 Cara penumpatan
1. Tahapan
Isolasi. Isolasi daerah kerja merupakan suatu keharusan. Gigi yang dibasahi
saliva dan lidah akan menggangu penglihatan. Beberapa metode tepat digunakan
untuk mengisolasi daerah kerja yaitu saliva
ejector, gulungan kapas atau cotton
roll,dan isolator karet atau rubbedam(Baum,
1997).
a. Saliva Ejector
Alat ini mempuyai diameter 4 mm.
Digunakan untuk menghisap saliva yang tertumpuk didalam mulut. Penggunaan saliva ejector adalah ujungnya dari
diletakkan didasar mulut.
Gambar
2.7 Saliva ejector
Gambar
2.8 Penggunaan Saliva
ejector
b. Gulungan
Kapas atau Cotton Roll
Gulungan Kapas atau Cotton Roll Digunakan kedokteran gigi memiliki beberpa ukuran
panjang dan besar. Namun yang sering digunakan adalah cotton roll nomor 2 dengan panjang
inchi dan diameter
inchi. Cotton
roll dapat menyerap saliva cukup efektif sehingga menghasilkan isolasi
jangka pendek pada rongga mulut. Biasanya cotton
roll harus sering diganti karena akan sering terbashi oleh saliva. Penggunaan
cotton roll bersama saliva ejector efektif dalam
meminimalkan aliran saliva (Roberson dkk, 2002)
c. Isolator
karetatauRubber Dam
Dari semua metode isolasi daerah kerja
tidak ada yang seefektif dari rubber dam.
Lembaran karet inidengangigi-gigi yang menonjol melalui lubang pada lembaran
itu memberikan isolasi yang positif dan jangka panjang pada gigi yang perlu
dirawat. Penggunaan dari rubber dam merupakan
keharusan untuk prosedur operatif. Rubber
dam terdiridari 2 bagian yaitu isolator karet dan klem.
Gambar
2.9 Rubber
Dam
d. Pembersihan
Gigi
Gigi dibersihkan dengan rubber cups dan
pumice yang dicampur dengan air. Bila ada karang gigi dibersihkan terlebih
dahulu.
e. Tahap
preparasi
Gigi fraktur Karena trauma dibuat bavel
pada seluruh tepi enamel selebar 2-3 mm dari tepi kavitas dengan diamond fissure bur dengan sudut 450Gigi dengan karies
dibersihkan dengan diamond fissure bur atau
excavator, kemudin dibuat bevel
seperti di atas.
Tahap pertama adalah memperoleh akses ke
dentin yang terkena karies. Untuk kasus kelas III akses diperoleh dari
pembuangan ridge palatal karena ridge ini tidak didukung oleh dentin yang
sehat. Dinding labial sedapat mungkin
dipertahankan mengingat sampai saat ini tak satupun warna bahan
restorasi yang sama persis dengan warna
gigi. Akses dari palatal memang lebih menyusahkan operator namun akses dari
labial jarang sekali dilakukan karena akan menghasilkan estetika yang tidak
begitu baik. Akses langsung bisa dilakukan jika gigi tetangganya tidak ada.
Setelah akses tahap
selanjutnya adalah pembuatan ragangan kavitas atau outlinef orm.Ragangan pada kasus ini hanya dibuat berdasarkan
perluasan kariesnya yang mengenai email dan dentin. Semua email dan dentin yang
sebenarnya tidak terserang karies tetapi kelihatannya sudah lemah harus
dihilangkan.
Perluasan kavitas ini
sebagai langkah dari pencegahan atau extension
for prevention. Untuk kelas III pada
tahap resisten yaitu pembuatanbevel tidak
perlu dilakukan karena menghindari jaringan yang terbuang dan menghindari
kontakdengan gigi tetap pada tetangga. Bentuk kavitas biasanya telah
menyediakan retensi yang cukup tanpa membuat alur retensi khusus. Bentuk retensi pada setiap kasus berbeda
tergantung pada besar kavitasnya apakah kecil atau besar Retensi pada kelas III
adalah undercut. Undercut dibuat di
dnding gingival aproksimal dan undercut pendek
berupa pit di dinding insisal. Pada restorasi plastiskommposit proses
pengetsaan juga merupakan suatu retensi mekanis. Setelah preparasi selesai dilakukan tahap
selanjutnya perlu dilakukan pengecekan tepi kavitas agar tidak ada email dan
dentin karies yang tersisa sehingga tidak menyebabkan karies sekunder.
Selanjutnya adalah pembersihan kavitas, semua debris dan sisa preparasi
diirigasi dengan aquade ststeril dan kemudian dikeringkan. Terakhir kavitas
perlu diperiksa lagi dari berbagai aspek sebelum dilakukan penumpatan.
2.
Tahap Persiapan Bahan
Rasio powder dan liquid yang dianjurkan oleh pabrik. Dilakukan
pada paper pad, Powder & Liquid terpisah. Serbuk dibagi menjadi 2 bagian, I
bagian dicampur sampai konsistensi milky, sisanya di mixing dan dilakukan wkt
total 45-60 detik (tgt pabrik)
a.
Mixing
•
dicampur dengan
cepat dengan cara melipat. Pengadukan harus selesai dalam waktu
40 detik.
•
Cairan tidak
boleh dikeluarkan sampai tepat sebelum waktu pengadukan dilaksanakan (terjadi
penguapan air penaikan viskositas).
•
Konsistensi
adonan :
b.
Penempatan bahan ke dalam kavitas
•
Adukan semen
segera ditempatkan dengan alat plastis filling dan syringe insulin ke dalam
kavitas gigi
•
Selanjutnya
dipasang sebuah matriks yang sudah dibentuk terlebih dahulu (untuk memberi
kontur)
.
c.
Penyelesaian permukaan dari semen yang telah mengeras
•
Prosedur
penyelesaian
lanjutan, dianjurkan waktu penyelesaian selama 10
menit
•
untuk mengurangi resiko rusaknya permukaan
atau warna restorasi menjadi agak kurang
d.
Prosedur pasca restorasi
•
Tambalan harus
dilapisi lagi dengan bahan pelindung karena tepi semen yang terbuka akibat baru
dirapikan masih peka terhadap lingkungan Oleh karena itu, restorasi GIC
dilindungi dengan lapisan varnish atau resin.
2.13 Bahan
Pelindung GIC
Keluar masuknya air
dari SIK dalam 24 jam pertama akan menurunkan sifat fisik dan estetik, sehingga
diperlukan lapisan pelindung yang kedap air. Beberapa lapisan pelindung yang
saat digunakan adalah varnis dan bonding.
Varnis
merupakan larutan resin, shellac, copal, sandarac, dan medikamen lain dalam
pelarut yang mudah menguap seperti eter atau alkohol. Pada penguapannya, varnis
membentuk lapisan tipis yang lengket atau film yang merupakan barier terhadap
efek berbahaya dari cairan atau bahan pengiritasi. Varnis yang diaplikasikan di
atas permukaan SIK bertujuan untuk mencegah kontaminasi air dan saliva selama
24 jam pertama setelah penempatan tumpatan SIK di dalam kavitas.15 Selain itu,
varnis juga digunakan untuk melindungi SIK yang belum mengeras secara sempurna
dari pengeringan akibat perubahan mekanisme hilangnya air. Komposisi yang
terdapat di dalam varnis yang digunakan sebagai bahan pelindung SIK di bawah
ini:
a. Komposisi
% komponen kimia berdasarkan berat
b. Asetat
isopropyl 60-70%
c. Aseton
14%
d. Kopolimer
kloride vinil dan asetat vinil 14%
Komposisi maniulasirasio bubuk dan cairan
|
Aplikasi pelindung setelah 5 menit
pengaplikasian SIK
|
SIK
|
Desikasi absorpsi
|
KEKERASAN
|
Keterangan:
Walaupun komposisi, manipulasi, dan rasio bubuk serta cairan pada SIK telah
diperhitungkan dengan cermat, namun bahan tambal SIK ini tetap rentan terhadap
absorpsi dan desikasi terhadap air pada tahap awal setelah dilakukan
pengadukan, sehingga diperlukan aplikasi pelindung SIK yang kedap air seperti
varnis dan bonding agent pada 5 menit pertama setelah manipulasi SIK. Dengan
aplikasi pelindung SIK ini maka penurunan sifat fisik, seperti kekerasan dapat
dicegah.
Annusavice, Kenneth J. 2003. Phillip’s
Science of Dental Materials 11th Edition. Saunders Company, Pennsylvania.
Baum, 1997. Buku ajar ilmu
konservasi gigi. Ed. 3. Jakarta : EGC.
Batubara, F. 2011. Klasifikasi dan Evaluasi Klinis
GIC. Medan : USU.
Craig,
Robert G., Powers, John M., Wataha, John C. 2004. Dental
Materials Properties and Manipulation 9th Edition. Mosby Elsevier, Missouri.
Gladwin,
Marcia A, Bagby, Michael D. 2009. Clinical Aspects of Dental Materials 3rd Edition.
Lippincott
Williams & Wilkins, Philadelphia.Van Noort, Richard. 2007. Introduction to Dental Materials 3rd Ed. China : Mosby, Elsevier.
McCabe, John
F., Walls, Angus W. 2008. Applied
Dental Materials 9th Edition. Blackwell
Publishing, Oxford.
Powers, JM.,
Wataha, JC. 2008. Dental Materials: Properties and
Manipulation 9th edition. Missouri : Mosby.
Robert G.,
John M. Powers. 2002. Restorative Dental Materials
: 11 th edition. Missouri : Mosby Inc.
mba fitri, mau dong cara bikin blog,,
BalasHapus