Penyakit Periodontal
ABSES
PERIODONTAL
(Learning Issue 2)
Disusun Oleh :
DOMINGOS SAVIO RIBEIRO BELO
DWI PUTRA SAIFULLAH
ERIKS FITRA NUGRAHA
ERLINDA ROHMATUL HASNAH
ANNA FITRIA
FENY ARISKA CHOIRUNNISAK
FIRDAUS PUTRA PRATAMA
FITRI WIDIYA HADIATI
GALIH DUTA PRIHADI
GALUH PUTRA PERMADI
GHOZAL QALAM PERMADI
FAKULTAS
KEDOKTERAN GIGI
INSTITUT
ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATAKEDIRI
2015
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Penyakit
periodontal adalah penyakit yang mengenai jaringan pendukung gigi, yaitu
gingiva/gusi serta jaringan periodontal, yaitu jaringan yang menghubungkan
antara gigi dan tulang penyangga gigi yaitu tulang alveolar. Penyakit
periodontal merupakan salah satu penyakit yang sangat meluas dalam kehidupan
manusia, sehingga kebanyakan masyarakat menerima keadaan ini sebagai sesuatu
yang tidak terhindari. Namun studi etiologi, pencegahan dan perawatan penyakit
periodontal menunjukkan bahwa penyakit ini dapat dicegah. Penyakit yang paling
sering mengenai jaringan periodontal adalah gingivitis dan periodontitis.
Abses periodontal adalah suatu inflamasi purulen yang
terlokalisir pada jaringan periodonsium. Lesi ini disebut juga dengan abses
periodontal lateral atau abses parietal. Abses periodontal diketahui sebagai
lesi yang dapat dengan cepat merusak jaringan periodonsium terjadi selama
periode waktu yang terbatas serta mudah diketahui gejala klinis dan tanda –
tandanya seperti akumulasi lokal pus dan terletak didalam poket (Carranza,
Newman, Takei, 2002).
Hal ini Hal ini terjadi
akibat adanya faktor iritasi, seperti plak, kalkulus, infeksi bakteri, impaksi
makanan atau trauma jaringan sehingga terlihat adanya pengumpulan pus sepanjang
akar gigi disebabkan infeksi jaringan periodontal dan gigi masih vital. Keadaan
ini dapat menyebabkan kerusakan alveolar sehingga gigi goyang. Manifestasi
klinis abses periodontal dapat berupa gingiva bengkak, mukosa sekitar berwarna kebiru-biruan, dan terasa sangat sakit
terkadang disertai demam (Carranza,
Newman, Takei, 2002).
Abses
periodontal merupakan salah satu dari beberapa kondisi klinik dalam periodontik
sehingga pasien diharapkan untuk segera mendapatkan perawatan. Apabila tidak
dilakukan perawatan atau perawatan yang adekuat, akan menyebabkan kehilangan
gigi dan penyebaran infeksi ke bagian tubuh yang lain.
Tujuan
dari perawatan emerjensi terhadap kasus
abses periodontal akut adalah Meredakan nyeri sakit yang
ditimbulkan oleh abses, Mengontrol penyebaran
infeksi yang menimbulkan komplikasi sistemik, Membuat drainase abses (Carranza, Newman, Takei, 2002).
Untuk
tercapainya ketiga tujuan di atas,dapat dilakukan perawatan
emerjensi terhadap kasus abses periodontal akut adalah mencakup : Drainase abses, Pengasahan gigi yang ekstrusi akibat pembentukan
abses, Pemberian antibiotika untuk meredakan komplikasi
sistemik.
Hal ini penting dilakukan, tidak hanya untuk prognosis periodontitis pada gigi
yang dipengaruhi, tetapi juga kemungkinan adanya penyebaran infeksi (Carranza,
Newman, Takei, 2002).
1.2 Rumusan Masalah
- Apa yang dimaksut dengan abses periodontal ?
- Apa saja diagnosa banding abses periodontal ?
- Apa saja pemeriksaan yang dilakukan untuk menegakkan
diagnosa?
- Apa saja prosedur perawatan dari abses periodontal?
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui
bagaimana perawatan yang dilakukan pada penderita dengan abses periodontal
BAB
II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Jaringan Periodontal
Adalah jaringan
pendukung gigi yang sebenarnya terdiri dari beberapa jaringan, tetapi telah
menjadi salah satu yakni disebut jaringan pendukung gigi atau penyangga gigi
yang terdiri dari ligament periodontal, procesus alveolaris, cementum dan
gingiva (Mahfoed, 2005).
2.2
Klasifikasi
Penyakit Periodontal
1.
Penyakit
Gingiva
a.
Dental
Plaque-Induced Gingival Disease
b.
Non-Plaque-Induced
Gingival Disease
2.
Periodontitis
Kronis
a. Lokalisata : <30% sites yang terlibat
b. Generalisata : >30% sites yang terlibat
c. Slight : 1 sampai 2 mm clinical attachment loss
d. Moderate : 3 sampai 4 mm clinical attachment loss
e. Severe : ≥5 mm clinical attachment loss
3.
Periodontitis
Agresif
a. Lokalisata
i)
Circumpubertal
onset
ii) Lokalisasi
pada molar pertama atau insisif dengan proksimal attachment loss pada setidaknya 2 gigi permanen, salah satunya
molar pertama.
iii) Respon
antibody kuat terhadapa gen infeksi
b. Generalisata
i)
Biasanya mengenai pasien
usia dibawah 30 tahun
ii) Attachment
loss proksimal generalisata mengenai setidaknya 3 gigi lain selain molar
pertama dan insisif.
iii)
iv) Pronounced episodic
nature dari destruksi periodontal
v) Respon
antibodi serum buruk terhadap agen infeksi.
4.
Periodontitis
manifestasi penyakit sistemik
5.
Necrotizing periodontal
disease
a.
Necrotizing
ulcerative gingivitis
b.
Necrotizing
ulcerative periodontitis
6.
Periodontal
Abses
a. Abses
gingiva
b. Abses
periodontal
c. Absespericoronal
7.
Periodontitis
yang berasosiasi dengan lesi endodontic
a. Lesi
endodontic-periodontik
b. Lesi
Periodontik endodontic
c. Lesi
kombinasi
8.
Deformitas
dapatan atau deformitas perkembangan
2.3
Pemeriksaan
2.3.1 Pemeriksaan Subyektif
a. Penilaian
pasien secara umum, untuk mendapat gambaran sekilas tentang karakter dan tipe
pasien, serta kemungkinan adanya penyakit atau kondisi sistemik
b. Riwayat
medis, meliputi penilaian kesehatan pasien berdasarkan jawaban atau pertanyaan
yang diajukan oleh dokter gigi
c. Riwayat
dental, dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan informasi mengenai keluhan
utama pasien dan riwayat dental masalalu (Carranza,
Newman, Tekei.2002).
2.3.2
Pemeriksaan
Obyektif
a. Pemeriksaan
intra oral yaitu mencakup oral hygine,bau mulut,pemeriksaan rongga mulut dan
nodus limfe
b. Pemeriksaan
gigi geligi, meliputi pemeriksaan satu persatu gigi untuk melihat kelainan yang
ada pada setiap gigi meliputi pemeriksaan keausan gigi, stain,
hipersensitivitas, hubungan kontak proksimal, mobiliti gigi,migrasi patologis,
sensitivitas terhadap perkusi, gigi individual, gigi tiruan serta piranti
orthodontik.
c.
Pemeriksaan periodonsium, pemeriksaan
terhadap semua tanda tanda periodontal yang meliputi keberadaan plak dan
kalkulus,inflamasi pada ginggiva, keberadaan saku periodontal, distribusi ,
kedalaman saku,level perlekatan dan tipe saku,pendarahan pada probing,
keberadaan lesi purkasi,keberadaan abses ginggiva atau abses periodontal.
d. Analisis
fungsi yaitu hubungan oklusi gigi geligi (Carranza,
Newman, Tekei.2002).
2.3.3
Pemeriksaan
Penunjang
Pemeriksaan
penunjang yaitu radiografi yang merupakan pemeriksaan yang sangat penting dalam
menegakkan diagnosa penyakit periodontal (Carranza,
Newman, Tekei.2002).
2.4 Abses Periodontal
2.4.1 Definisi Abses
Periodontal
Abses
periodontal adalah suatu inflamasi purulen yang terlokalisir pada jaringan
periodonsium. Lesi ini disebut juga dengan abses periodontal lateral atau abses
parietal.
Abses
periodontal diketahui sebagai lesi yang dapat dengan cepat merusak jaringan
periodonsium terjadi selama periode waktu yang terbatas serta mudah diketahui
gejala klinis dan tanda-tandanya seperti akumulasi lokal pus dan terletak di
dalam saku periodontal.
2.4.2 Diagnosa Banding
Abses Periodontal
1. Ginggiva
Abses
-
Trauma Baru
-
Localised untuk gingiva
-
Tidak ada poket periodontal
2.
Abses Periapikal
-
Terletak diatas ujung apeks
-
Gigi non- vital
-
Restorasi yang besar
-
Besar karies dengan
keterlibatan pulpa
-
Riwayat kepekaan terhadap
panas dan dingin
-
Tidak ada tanda / gejala
penyakit periodontal
-
Periapikal radiolusen
3.
Perio- Endo lesi
-
Periodontal yang parah
penyakit yang mungkin melibatkan pencabangan yang
-
Keparahan tulang mencapai
apeks menyebabkan infekipulpa
-
Gigi non vital yang ssura
atau minimal direstorasi
4. Endo-Perio
lesi
-
Pulp infeksi menyebar melalui
saluran lateral ke dalam saku periodontal
-
Biasanya non vital dengan
radiolusen periapikal gigi
-
Localised mendalam
mengantongi
-
2.4.3 Klasifikasi Abses
Periodontal
Abses
periodontal dapat di klasifikasikan atas 3 kriteria, yaitu:
1.
Berdasarkan lokasi abses
a.
Abses gingiva Abses gingiva merupakan infeksi lokal purulen yang terletak pada
marginal gingiva atau papila interdental dan merupakan lesi inflamasi akut yang
mungkin timbul dari berbagai faktor, termasuk infeksi plak mikroba, trauma, dan
impaksi benda asing. Gambaran klinisnya merah, licin, kadang-kadang sangat
sakit dan pembengkakan sering berfluktuasi.
b.
Abses periodontal Abses periodontal merupakan infeksi lokal purulen di dalam
dinding gingiva pada saku periodontal yang dapat menyebabkan destruksi ligamen
periodontal dan tulang alveolar. Abses periodontal secara khusus ditemukan pada
pasien dengan periodontitis yang tidak dirawat dan berhubungan dengan saku
periodontal yang sedang dan dalam, biasanya terletak diluar daerah mukogingiva.
Gambaran klinisnya terlihat licin,
pembengkakan gingiva mengkilat disertai rasa sakit, daerah pembengkakan
gingivanya lunak karena adanya eksudat purulen dan meningkatnya kedalaman
probing, gigi menjadi sensitif bila diperkusi dan mungkin menjadi mobiliti
serta kehilangan perlekatan periodontal dengan cepat dapat terjadi.
Abses periodontal sering muncul sebagai
eksaserbasi akut dari saku periodontal yang ada sebelumnya terutama terkait
pada ketidaksempurnaan dalam menghilangkan kalkulus dan tindakan medis seperti
pada pasien setelah perawatan bedah periodontal, setelah pemeliharaan preventif,
setelah terapi antibiotik sistemik dan akibat dari penyakit rekuren. Abses
periodontal yang tidak berhubungan dengan inflamasi penyakit periodontal
termasuk perforasi gigi, fraktur dan impaksi benda asing. Kurangnya kontrol
terhadap diabetes mellitus merupakan faktor predisposisi dari pembentukan abses
periodontal. Pembentukan abses periodontal merupakan penyebab utama kehilangan
gigi. Namun, dengan perawatan yang tepat dan perawatan preventif yang
konsisten, gigi dengan kehilangan tulang yang signifikan dapat dipertahankan
selama bertahun-tahun.
c.
Abses perikoronal Abses perikoronal merupakan akibat dari inflamasi jaringan
lunak operkulum, yang menutupi sebagian erupsi gigi. Keadaan ini paling sering
terjadi pada gigi molar tiga rahang atas dan rahang bawah. Sama halnya dengan
abses gingiva, abses perikoronal dapat disebabkan oleh retensi dari plak
mikroba dan impaksi makanan atau trauma.
Gambaran klinis berupa gingiva berwarna merah
terlokalisir, bengkak, lesi yang sakit jika disentuh dan memungkinkan
terbentuknya eksudat purulen, trismus, limfadenopati, demam dan malaise
(Brenda,2009).
2.
Berdasarkan jalannya lesi
a.
Abses periodontal akut Abses periodontal akut biasanya menunjukkan gejala
seperti sakit, edematous, lunak, pembengkakan, dengan penekanan yang lembut di
jumpai adanya pus, peka terhadap perkusi gigi dan terasa nyeri pada saku,
sensitifitas terhadap palpasi dan kadang disertai demam dan limfadenopati
Gambar
2.1 abses periodontal akut (Brenda,2009).
b.
Abses periodontal kronis Abses periodontal kronis biasanya berhubungan dengan
saluran sinus dan asimtomatik, walaupun pada pasien didapatkan gejala-gejala
ringan. Abses ini terbentuk setelah penyebaran infeksi yang disebabkan oleh
drainase spontan, respon host atau terapi. Setelah hemeostatis antara host dan
infeksi tercapai, pada pasien hanya sedikit atau tidak terlihat gejalanya.
Namun rasa nyeri yang tumpul akan timbul dengan adanya saku periodontal,
inflamasi dan saluran fistula.
Gambar
2.2 abses periodontal kronis (Brenda,2009).
3.
Berdasarkan jumlah abses
a.
Abses periodontal tunggal Abses periodontal tunggal biasanya berkaitan dengan
faktor-faktor lokal mengakibatkan tertutupnya drainase saku periodontal yang
ada.
b. Abses periodontal multipel Abses ini bisa
terjadi pada pasien diabetes mellitus yang tidak terkontrol, pasien dengan
penyakit sistemik dan pasien dengan periodontitis tidak terawat setelah terapi
antibiotik sistemik untuk masalah non oral. Abses ini juga ditemukan pada
pasien multipel eksternal resopsi akar, dimana faktor lokal ditemukan pada
beberapa gigi (Brenda,2009).
2.4.4 Etiologi Abses
Periodontal
Etiologi
abses periodontal dibagi atas 2, yaitu:
a.
Abses periodontal berhubungan dengan periodontitis
Hal-
hal yang menyebabkan abses periodontal yang berhubungan dengan periodontitis
adalah:
1.
Adanya saku periodontal yang dalam dan berliku.
2.
Penutupan marginal saku periodontal yang dapat mengakibatkan perluasan infeksi
ke jaringan periodontal sekitarnya karena tekanan pus di dalam saku tertutup.
3. Perubahan dalam komposisi mikroflora,
virulensi bakteri, atau dalam pertahanan host bisa juga membuat lumen saku
tidak efisien dalam meningkatkan pengeluaran suppurasi
4. Pengobatan dengan antibiotik sistemik
tanpa debridemen subgingiva pada pasien dengan periodontitis lanjut juga dapat
menyebabkan pembentukan abses.
b.
Abses periodontal tidak berhubungan dengan periodontitis
Hal-hal
yang menyebabkan abses periodontal yang tidak berhubungan dengan periodontitis
adalah:
1.
Impaksi dari benda asing seperti potongan dental floss, biji popcorn, potongan
tusuk gigi, tulang ikan, atau objek yang tidak diketahui.
2.
Perforasi dari dinding gigi oleh instrumen endodontik.
3.
Infeksi lateral kista.
4.
Faktor-faktor lokal yang mempengaruhi morfologi akar dapat menjadi predisposisi
pembentukan abses periodontal. Adanya cervical cemental tears dapat memicu
pekembangan yang cepat dari periodontitis dan perkembangan abses (Newman,2006).
2.4.5 Patogenesis dan Histopatologi
Masuknya
bakteri kedalam dinding saku jaringan lunak merupakan awal terjadinya abses
periodontal. Sel-sel inflamatori kemudian ditarik oleh faktor kemotaksis yang
dilepaskan oleh bakteri dan bersama dengan reaksi inflamatori akan menyebabkan
destruksi jaringan ikat, enkapsulasi dari infeksi bakteri dan memproduksi pus.
Secara
histologis, akan ditemukan neutrofil-neutrofil yang utuh mengelilingi bagian
tengah debris jaringan lunak dan destruksi leukosit. Pada tahap berikutnya,
membran piogenik yang terdiri dari makrofag dan neutrofil telah terbentuk. Laju
destruksi abses tergantung pada pertumbuhan bakteri di dalamnya, virulensinya
dan pH lokal. Adanya pH asam akan memberi keuntungan terhadap enzim lisosom
(Herrera,2000).
2.4.6 Mikrobiologi
Banyak
artikel menuliskan bahwa infeksi purulen oral adalah polimikroba, dan
disebabkan oleh bakteri endogen. Topoll dkk, Newman dan sims melaporkan bahwa
sekitar 60 % di jumpai bakteri anaerob. Bakteri ini tidak terlihat spesifik,
tetapi diketahui patogen terhadap periodontal seperti Porphyromonas gingivalis,
Provotella intermedia dan Fusobakterium nucleatum merupakan spesis bakteri
paling banyak.
Pada
penelitian David Herrera dkk juga melaporkan, selain ketiga bakteri diatas dijumpai
juga Porphyromonas melaninogenica, Bacteriodes forsythus, Peptostreptococus micros
dan Campylobacter rectus (Herrera,2000).
2.4.7 Gejala Abses
Periodontal
Gejala
abses periodontal yaitu ada 5 yang
sering ditemukan yaitu :
1. Adanya
rasa sakit yang terus menerus,timbul,dan terlokalisasi
2. Sakit
menghebat jika gigi ditekan atau jaringan lunak diatasnya ditekan
3. Demam
4. Lemas
5. Limpadenopati
dan rasa tidak nyaman (Langlais,2014).
2.4.8 Perawatan Abses Periodontal
a.Perawatan Abses Periodontal Akut
Bentuk perawatan pilihan
abses periodontal diantaranya, drainase baik melalui retraksi poket atau
insisi, scalling dan root planning, periodontal surgery, pemberian antibiotik, dan pencabutan gigi
penyebab. Tujuan dari perawatan abses periodontal akut adalah untuk mengurangi
rasa sakit, mengendalikan infeksi, dan drainase abses untuk meredakan gejala
akut. Drainase dapat dilakukan dua cara insisi abses periodontal akut, yaitu (Newman,2002; Newman,2006):
1.
Drainase dari dalam poket
Daerah yang akan diinsisi diberi
anestesi topikal terlebih dahulu, namun apabila anestesi topikal tidak
memberikan hasil yang memuaskan, dapat diinjeksikan anestesi lokal disekitar
tepi abses karena daerah yang bengkak, tidak boleh diinjeksi. Setelah
dianestesi, probe dimasukkan ke dalam poket dengan hati-hati untuk
mempersiapkan drainase dinding poket dengan menggelembungkan dinding poket.
Kemudian dilakukan kuretase pada dinding poket untuk membersihkan jaringan
nekrotik.
2.
Drainase melalui insisi
eksternal
Apabila
insisi dari dalam poket sulit untuk dilakukan, drainase dapat dilakukan dengan
melakukan insisi pada sisi eksternal. Hal yang pertama kali dilakukan drainase
melalui insisi eksternal adalah mengisolasi abses. Setelah diberikan anestesi
topikal, anestesi lokal diinjeksikan di daerah tepi abses. Blade #15 digunakan
untuk membuat insisi arah vertikal melalui daerah abses yang fluktuatif meluas
hingga daerah apikal abses. Sebuah kuret atau periosteal elevator digunakan
untuk mengangkat jaringan granulomatosa didalam abses. Setelah itu menekan
daerah luar abses untuk mengeluarkan sisa-sisa jaringan yang purulen. Dalam hal
ini, biasanya tidak diperlukan menjahit daerah luka. Setelah drainase berhenti,
daerah abses dikeringkan dan diolesi antiseptik. Pada pasien yang tidak mengalami
kelainan sistemik, diinstruksikan untuk berkumur segelas air garam hangat dan
pasien dapat dievaluasi dihari berikutnya. Apabila suhu tubuh pasien meningkat,
dapat diberikan penisilin atau antibiotik lainnya sedangkan analgesik dapat
juga diberikan untuk mengurangi rasa sakit. Selain itu, pasien diinstruksikan
untuk istirahat dan menjaga diet.
Gambar 2.3 Insisi abses periodontal akut. A. Abses
periodontal akut yang fluktuatif; B.Insisi abses; C. Setelah tanda-tanda akut
mereda (Newman,2002)
Pada
evaluasi hasil perawatan, pembengkakan umunya berkurang bahkan menghilang.
Namun apabila gejala ini masih ada, pasien diinstruksikan untuk mengikuti
aturan yang telah diinstruksikan sebelumnya dan kembali kepada dokter gigi 24
jam lagi. Apabila terjadi suatu kondisi diantaranya seperti celulitis, poket
yang dalam, panas, limphadenopathy regional, dapat diberikan antibiotik pada
pasien. Antibiotik pilihan yang diberikan pada pasien infeksi periodontal
adalah :
1. Amoxicillin
500mg
2. Apabila
pasien alergi dengan penisilin, dapat diganti dengan clindamycin 300mg,
azithromycin 500mg, atau clarithromycin 500mg
b. Perawatan Abses
Periodontal Kronis
Setelah dilakukan drainase yang adekuat dan pemberian antibiotik, abses periodontal akut akan berubah menjadi abses periodontal kronis. Pada beberapakasus,abses periodontal kronis terjadi drainase
spontan. Perawatan selanjutnya mirip serupa dengan
perawatan periodontal poket (Newman,2002).
Gambar 2.4 Perawatan
Abses Periodontal Kronis.
(Newman,2006)
2.4.9 Pencegahan Penyakit
Periodontal
Pencegahan penyakit periodontal
merupakan kerja sama yang dilakukan oleh dokter gigi, pasien dan personal
pendukung. Pencegahan dilakukan dengan memelihara gigi-gigi dan mencegah serangan
serta kambuhnya penyakit. Pencegahan dimulai pada jaringan periodontal yang
sehat yang bertujuan untuk memelihara dan mempertahankan kesehatan jaringan
periodontal dengan mempergunakan teknik sederhana dan dapat dipakai di seluruh
dunia (Carranza, Newman, Tekei.2002).
Umumnya penyakit periodontal dan
kehilangan gigi dapat dicegah karena
penyakit ini disebabkan faktor-faktor lokal yang dapat ditemukan, dikoreksi dan
dikontrol. Sasaran yang ingin dicapai adalah mengontrol penyakit gigi untuk
mencegah perawatan yang lebih parah (Carranza, Newman, Tekei.2002).
Pencegahan penyakit periodontal meliputi
beberapa prosedur yang saling berhubungan satu sama lain yaitu :
1.
Kontrol Plak
Kontrol plak merupakan cara yang paling
efektif dalam mencegah pembentukan kalkulus dan merupakan dasar pokok
pencegahan penyakit periodontal, tanpa control plak kesehatan mulut tidak dapat
dicapai atau dipelihara. Setiap pasien dalam praktek dokter gigi sebaiknya
diberi program kontrol plak (Carranza, Newman, Tekei.2002).
a. Bagi
pasien dengan jaringan periodonsium yang sehat, kontrol plak berarti
pemeliharaan kesehatan.
b. Bagi
penderita penyakit periodontal, kontrol plak berarti penyembuhan.
c. Bagi
pasien pasca perawatan penyakit periodontal, kontrol plak berarti mencegah
kambuhnya penyakit ini.
Metode
kontrol plak dibagi atas dua yaitu secara mekanis dan kimia :
a. Secara
mekanis merupakan cara yang paling dapat dipercaya, meliputi penggunaan
alat-alat fisik dengan memakai sikat gigi, alat pembersih proksimal seperti
dental floss, tusuk gigi dan kumur-kumur dengan air.
b. Kontrol
plak secara kimia adalah memakai bahan kumur - kumur seperti chlorhexidine
(Betadine, Isodine).
2.
Profilaksis mulut
Profilaksis mulut merupakan pembersihan
gigi di klinik, terdiri dari penyingkiran materi alba, kalkulus, stain dan
pemolisan gigi. Untuk memberikan manfaat yang maksimum bagi pasien, profilaksis
mulut harus lebih luas dan meliputi hal-hal berikut :
a. Memakai
larutan pewarna (disclosing solution) untuk mendeteksi plak. Gincu kue warna
ras dapat dipakai untuk mendeteksi plak pada anak-anak.
b. Penyingkiran
plak, kalkulus (supra dan sub gingiva) pada seluruh permukaan.
c. Membersihkan
dan memolis gigi, menggunakan pasta pemolis/pasta gigi
d. Memakai
zat pencegah yang ada dalam pasta pemolis/pasta gigi.
e. Memeriksa
tambalan gigi, memperbaiki tepi tambalan yang menggantung .
f. Memeriksa
tanda dan gejala impaksi makanan.
3.
Pencegahan trauma dari oklusi
Menyesuaikan hubungan gigi-gigi yang
mengalami perubahan secara perlahanlahan (akibat pemakaian yang lama). Hubungan
tonjol gigi asli dengan tambalan gigi yang tidak tepat dapat menimbulkan
kebiasaan oklusi yang tidak baik seperti bruxim atau clenching
4.
Pencegahan dengan tindakan sistemik
Cara lain untuk mencegah penyakit
periodontal adalah dengan tindakan sistemik sehingga daya tahan tubuh meningkat
yang juga mempengaruhi kesehatan jaringan periodontal. Agen pencedera seperti
plak bakteri dapat dinetralkan aksinya bila jaringan sehat
5.
Pencegahan dengan prosedur ortodontik
Prosedur ortodontik sangat penting dalam
pencegahan penyakit periodontal. Tujuan koreksi secara ortodontik ini adalah
untuk pemeliharaan tempat gigi tetap pengganti, letak gigi dan panjang lengkung
rahang
6.
Pendidikan kesehatan gigi masyarakat
Agar pencegahan penyakit periodontal
menjadi efektif, tindakan pencegahan harus diperluas dari klinik gigi kepada
masyarakat. Hal yang penting diketahui masyarakat ialah bukti bahwa penyakit
periodontal dapat dicegah dengan metode yang sama atau lebih efektif dari metode
pencegahan karies gigi. Perlu diluruskan adanya pertentangan psikologis pada
masyarakat, seperti:
a. Menerangkan
bahwa kerusakan yang disebabkan penyakit periodontal pada orang dewasa dimulai
pada masa anak-anak.
b. Menghilangkan
dugaan bahwa pyorrhea (gusi berdarah) tidak dapat dielakkan dan disembuhkan.
Juga menghilangkan pendapat masyarakat bahwa kehilangan gigi selalu terjadi
bila mereka sudah tua.
c. Menegaskan
bukti bahwa seperti karies gigi, penyakit periodontal biasanya tidak
menimbulkan rasa sakit pada awalnya sehingga masyarakat tidak menyadarinya.
Pemeriksaan gigi dan mulut secara teratur diperlukan untuk mengetahui adanya
karies gigi dan penyakit periodontal secepatnya kemudian segera merawatnya bila
ditemukan adanya penyakit
d. Memberi
penjelasan bahwa perawatan periodontal yang efektif adalah bila segera dirawat
sehingga lebih besar kemungkinan berhasil disembuhkan. Disamping itu waktu yang
digunakan lebih sedikit dan merupakan cara yang paling ekonomis daripada
menanggulangi penyakit.
e. Menegaskan
manfaat pencegahan dengan higine mulut yang baik dan perawatan gigi yang
teratur .
f. Menerangkan
bahwa tindakan pencegahan penyakit gigi dan mulut harus merupakan inti dari
perencanaan kesehatan gigi masyarakat.
7.
Pencegahan kambuhnya penyakit
Setelah kesehatan jaringan tercapai,
diperlukan program yang positif untuk mencegah kambuhnya penyakit periodontal.
Ini merupakan tanggung jawab bersama antara dokter gigi dan pasien (untuk
pasien anak peran orang tua juga dibutuhkan). Pasien harus mentaati pengaturan untuk
menjaga higine mulut dan kunjungan berkala, dokter gigi harus membuat kunjungan
berkala sebagai pelayanan pencegahan yang bermanfaat (Carranza,
Newman, Tekei.2002).
2.4.10 Faktor yang
mempengaruhi proses penyembuhan
1. Faktor Lokal
a.
Faktor-faktor lokal yang menghambat penyembuhan.
Beberapa faktor lokal ternyata dapat
menghambat penyembuhan pasca terapi periodontal. Faktor lokal yang sering
menghambat penyembuhan adalah:
1.
Terkontaminasinya daerah luka oleh mikroorganisme plak.
2.
Manipulasi yang berlebihan pada waktu melakukan perawatan.
3.
Adanya benda asing pada daerah luka.
4.
Prosedur perawatan yang berulang-ulang yang mengganggu aktivitas seluler pada
proses penyembuhan.
5.
Terganggunya pasok darah ke daerah luka. Agar aktivitas seluler meningkat
selama penyembuhan dibutuhkan pasok darah yang adekuat. Bila pasok darah
terganggu atau berkurang, akan terjadi daerah-daerah nekrosis dan penyembuhan
akan terhambat.
b.
Faktor-faktor lokal yang mempercepat penyembuhan.
Beberapa faktorlokal justeru dapat mempercepat
penyembuhan, yaitu:
1.
Penyingkiran jaringan yang degenerasi dan nekrosis (debridemen). Pada waktu
penyembuhan jaringan yang degenerasi dan nekrosis memang dapat difagositosis,
namun dengan dilakukannya debridemen proses penyembuhan menjadi lebih cepat.
2.
Imobilisasi daerah penyembuhan. Hal ini dilakukan dengan pemasangan splin pada
gigi yang mobiliti.
3.
Penekanan pada daerah luka, misalnya dengan pemasangan pembalut periodontal.
2. Faktor Sistemik
Berbeda
dengan faktor lokal, faktor sistemik pada umumnya menghambat penyembuhan.
Faktor-faktor tersebut adalah:
1.
Pertambahan usia. Hal ini diduga karena perubahan aterosklerosis pada pembuluh
darah yang sering terjadi pada usia lanjut menyebabakan berkurangnya sirkulasi
darah.
2.
Penyakit infkesi, diabetes mellitus, dan penyakit-penyakit yang melemahkan
(debilitating diseases).
3.
Gangguan nutrisi seperti: pasok makanan yang kurang; kondisi yang menghambat
penyerapan nutrien; dan defisiensi vitamin C, protein dan nutrien lainnya. Luka
bedah periodontal pada umumnya adalah tergolong luka kecil, sehingga diet yang
seimbang sudah cukup bagi penyembuhan yang baik.
4.
Glukosteroid seperti kortison menghambat penyembuhan dengan jalan menekan
reaksi inflamatoris atau menghambat pertumbuhan fibroblas, produksi kolagen,
dan pembentukan sel-sel endotel.
5.
Stress, tiroidektomi, testosteron, hormon adrenokortikotropik
(adrenocorticotropic hormone / ACTH), dan estrogen dalam dosis besar dapat
menekan jaringan granulasi sehingga menghambat penyembuhan.
6.
Progesteron meningkatkan dan mempercepat vaskularisasi jaringan granulasi yang
belum matang, dan menyebabkan dilatasi pembuluhpembuluh darah marginal sehingga
gingiva rentan terhadap iritasimekanis (Dalimunthe,2001).
2.5 Poket
Poket
adalah sulkus gingiva yg bertambah dalam oleh karena proses patologis.
Kedalaman sulkus bertambah karena :
- Gingival
margin bergerak kekoronal
- Dasr
sulkus bergerak keapikal
- Kombinasi
(Prayitno, 2003)
2.5.1 Klasifikasi poket
1.
Menurut morfologi
- Poket
gingiva
terbentuknya poket oleh
karena pembesaran gingiva tanpa destruksi jaringan dibawahnya
b.
Poket periodontal
terbentuk poket sebagai hasil dari
migrasi junctional epitethelium keapikal.
2. Menurut jumlah permukaan gigi yang terlibat
- Simple
poket
- Compound
poket
- Complex
poket (Prayitno, 2003).
BAB III
KONSEP MAPPING
BAB
IV
PEMBAHASAN
Penyakit
periodontal adalah suatu inflamasi kronis pada jaringan pendukung gigi
(periodontium). Penyakit periodontal dapat hanya mengenai gingiva (gingivitis)
atau dapat menyerang struktur yang lebih dalam (periodontitis). Gambaran klinis
yang membedakan antara gingivitis dan periodontitis adalah ada tidaknya
kerusakan jaringan periodontal destruktif umumnya dihubungkan dengan keberadaan
dan atau meningkatnya jumlah bakteri patogen spesifik. Di antara beberapa
kondisi akut yang dapat terjadi pada jaringan periodontal, abses layak mendapat
perhatian khusus. Abses pada jaringan
periodontal merupakan infeksi bakteri akut yang terlokalilisir pada
jaringan periodontal.
Pada pemeriksaan klinis tampak adanya ginggiva dengan konsistensi
lunak,kemerahan, hangat dan mengkilat, serta supurasi pada saat ditekan, sakit
pada saat dilakukan druk dan perkusi. Terdapat kalkulus dan poket dengan
kedalaman 6 mm, nyeri pada bagian labial 23, tidak ada mobilitas gigi. Pada
foto rontgen tampak adanya gambaran radiolusen dengan batas tidak jelas pada
apikal gigi 23.
Dari
pemeriksaan klinis yang didapat diagnose kasus yang tepat adalah abses
periodontal. Abses periodontal adalah infeksi purulen
yang berlokasi pada jaringan yang berdekatan dengan kantong periodontal yang
mungkin dapat menyebabkan kerusakan ligamen periodontal dan tulang alveolar.
Hal ini juga dikenal sebagai abses periodontal lateral atau abses parietal. Ciri khas dari abses
periodontal adalah akumulasi lokal nanah
pada dinding gingiva di dekat kantong periodontal; biasanya terjadi pada aspek
lateral gigi; gingiva merah, edema dan mengkilap. Gejala dan tanda yang timbul
bisa berbeda tergantung dari lokasi abses. Penanganan yang segera diperlukan
untuk mengurangi rasa sakit dan mencegah komplikasi sistemik.
Adanya
abses dari gigi yang terlibat, untuk menentukan apakah perlu dilakukan
ekstraksi atau tidak. Oleh karena itu, diagnosis yang akurat dan pengobatan
yang segera dari abses merupakan langkah penting dalam mengelola pasien dengan
abses periodontal.
Dalam
kasus ini langkah perwatan pendahuluan dapat dilakukan dengan insisi dan
drainase untuk menghilangkan pus/ nanah yang ada, lalu pemberian antibiotic dan
analgesic. Untuk tahap perawatan selanjutnya dapat dilakukan scalling dan
pemberian DHE kepada pasien agar menjaga kebersihan mulut. Setelah itu pasien
dianjurkan control dan berkunjung ke dokter gigi 6 bulan sekali.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa abses
periodontal merupakan suatu inflamasi yang mengandung pus di jaringan
periodontal, yang bisa bersifat kronis atau akut. Perawatan
pilihan abses periodontal diantaranya, drainase baik melalui retraksi poket
atau insisi, scalling dan root planning, periodontal surgery, pemberian antibiotik, dan pencabutan gigi
penyebab.
5.2 Saran
Calon dokter gigi harus belajar mengetahui
prosedur pemeriksaan secara mendetail tentang penyakit periodontal, agar dapat
menegakkan diagnosa dengan tepat dan tentunya hal ini akan menunjang pemilihan
perawatan yang tepat dan sesuai dengan kasus yang sedang di hadapi nantinya.
DAFTAR PUSTAKA
Brenda M, 2009 .
Oral Health Care for Prognant Women : DHEC (CR.009437)
Dalimunthe
SH, 2001. Periodonsia. Edisi Revisi. Medan : 196-99.
Herrera D, Roldan S, Sanz M. The
Periodontal Abscess : a review . Journal of clinical periodontology. 2000 : 27:
377-386
Langlais, Robert P. 2014. Alih
bahasa : Titi Suta . Atlas Berwarna Lesi Mulut yang sering ditemukan. Ed. 4.
Jakarta: EGC
Machfoedz, I & Zein, A.Y. (2005). Menjaga
Kesehatan Gigi dan Mulut Anak-anak dan Ibu
Hamil. Yogakarta: Tramaya
Newman, MG., Takei, HH., Caranza, FA. 2002. Carranza’s – Clinical
Periodontology. 9th edition. Philadelpia: W.B. Saunders Company.
Newman, MG., Takei, HH., Caranza, FA., Klokkevold, PR. 2006. Carranza’s – Clinical Periodontology.
10th edition. Philadelpia: W.B. Saunders Company.
Prayitno SW,2003. Penatalaksanaan Gigi Goyang
akibat Kelainan Jaringan Periodonsium . Cermin Dunia Kedokteran : 115.